Rabu, 17 Juni 2009

Membahas Astrologi Bersama Srimad D.N. Achariar Swamiji

Tanya: Srimad Swamiji, Jyotish-sastra atau astrologi adalah salah satu keahlian anda. Bagaimana anda bisa mempelajarinya?
Swamiji: Jyotish-sastra adalah pengetahuan penting yang sudah digunakan selama beribu-ribu tahun dalam masyarakat kita dan merupakan bagian dari Vedanga. Kita mempelajari Jyotish-sastra melalui mendengar dari seorang guru yang ahli atau Pandita dalam Jyotisham. Saya mempelajarinya dari guru saya dan sebelum itu juga dari kakek saya yang juga adalah seorang Pandita. Beliau melihat bahwa saya memiliki bakat untuk mempelajari Jyotisham, jadi beliau merekomendasikan saya untuk mewarisi pengetahuan itu. Kita tidak bisa mempelajari Jyotisham dari membaca buku saja. kita harus mendengarnya langsung di bawah bimbingan guru.

Tanya: Apa sebenarnya guna kita mengetahui Jyotisham, karena sebagian orang menganggap astrologi sebagai takhyul saja.
Swamiji: Jyotisham adalah cabang pengetahuan yang sangat luas dan luar biasa. Dia membantu kita untuk hidup lebih baik. Memutuskan melaksanakan sesuatu dengan tepat dan merupakan upaya untuk membantu kita mencapai kesuksesan. Jyotisham sangat berguna, jika tidak mengapa kita mempelajarinya selama ratusan generasi?

Chart kelahiran menurut Jyotisha. Digunakan selama ribuan tahun dalam masyarakat Hindu untuk menganalisa karakteristik seseorang melalui horoskop kelahirannya

Tanya: Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Jyotisham membantu hidup lebih baik?
Swamiji: Diri kita adalah miniatur dari alam semesta sehingga kita dan alam semesta adalah saling berhubungan. Pada saat kelahiran ada berbagai posisi bintang, planet, dan benda-benda angkasa yang terjadi bersamaan dan itu mencerminkan atau mempengaruhi karakteristik manusia yang lahir saat itu sebagai bagian dari alam semesta juga. Pada suatu ketika ada posisi benda-benda angkasa yang bisa menimbulkan dampak negatif pada jalannya kehidupan seseorang berkaitan dengan posisi astrologis kelahirannya. Jyotisham mampu mendeteksi keadaan ini dan memberikan solusi untuk mengatasinya. Kita sering menyebutnya remedy, pengobatan, seperti penyakit-penyakit dalam dunia kedokteran. Tetapi kalau ini tentang abnormalitas astrologis seseorang. Semua itu bisa diperbaiki atau dinetralisir.

Tanya: Jadi seperti tradisi Hindu di Bali, kita juga bertanya mengenai hari baik (dewasa ayu) untuk melakukan sesuatu, biasanya upacara. Apa ini ada gunanya?
Swamiji: Seperti yang sudah saya katakan. Segala sesuatu di alam semesta berjalan dalam keteraturan oleh hukum Sang Pencipta. Bila kita hidup secara harmonis dengan hukum ini, sesuai dengan keteraturan semesta, maka keteraturan yang sama juga dapat diwujudkan bagi semua kegiatan kita. Jyotisham juga “membaca” fenomena semesta ini dan dengan pengetahuan ini kita berupaya semampunya agar bisa selaras dengan alam semesta. Semua kegiatan selalu ada awal, proses, dan hasilnya. Kita semua berharap mendapatkan hasil yang baik, jadi itu semua juga dimulai dari awal yang baik. Jadi tentu kita perlu mengetahui kapan hari baik atau waktu yang tepat untuk mengawali suatu kegiatan agar proses, dan akhirnya hasilnya dapat sesuai dengan yang diharapkan. Ini penting.

Tanya: Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa astrologi itu semacam ramalan-ramalan sihir dan takhyul?
Swamiji: Tidak. Jyotisham tidak seperti itu. Ini sains. Kalian bisa lihat kita melakukan observasi yang sangat teliti, lalu memperhitungkan segalanya dengan tepat. Ini matematis, aritmatika, perhitungan ilmiah. Seperti orang membangun rumah semua diukur dan direncanakan dengan baik agar bentuknya sesuai harapan. Jyotisham juga seperti itu. Ini adalah usaha untuk menciptakan keserasian dan keselarasan. Seperti juga kita menghitung horoskop dua pasangan yang akan menikah. Jyotisham adalah sains, benar-benar sains. Bukan hocus pocus (sim salabim) lalu jadi. Ini ilmu pengetahuan ilmiah.


Kalender Bali dan Panchangam Telugu

Tanya: Bagi umat secara umum apa yang harus kita lakukan berkaitan dengan astrologi ini?
Swamiji: Kalian bisa mengkonsultasikannya dengan seorang Pandita yang menguasainya sebelum memutuskan melakukan sesuatu. Saya juga biasa memberikan kursus untuk awam dan pemula untuk mengerti perhitungan yang paling sederhana. Kalian bisa melihat Panchaangam, seperti yang diperlihatkan kepada saya kemarin (kalender Bali), kalian juga punya yang seperti itu di sini. Bila Pandita tidak tersedia kalian paling tidak bisa memutuskan secara global waktu-waktu yang baik dan waktu-waktu yang buruk untuk melakukan sesuatu. Seperti umat Hindu di India, tak seorangpun memilih hari Sabtu (Sanee) untuk melaksanakan pernikahan. Sanee memiliki pengaruh negatif untuk hal-hal yang bersifat keduniawian. Orang senang memilih Jumat (Sukra) karena dikuasai oleh Venus. Ini hari percintaan (romance). Jadi hal-hal sederhana seperti ini paling tidak kita semua harus tahu.

Kunjungan Srimad D.N. Achariar Swamiji dari Sri Rangam

Gerbang agung (Maharajagopuram) setinggi gedung 15 lantai yang menjadi pintu masuk utama ke kompleks raksasa Pura Sri Ranganathan yang dikelilingi oleh tujuh benteng. Pembangunan Maharajagopuram dirampungkan oleh Yang Mahasuci Srimad Alakkhiya Singhar ke-44, Pemegang Tahta Suci Sri Ahobhila Matham

Kompleks Pura Agung Sri Ranganathan di Trichy, dipandang dari puncak Maharajagopuram. Tampak tujuh lapis benteng dengan gapura-gapura besar yang terbuka ke empat arah. Pada pusatnya di tengah adalah Sri Ranga-vimanam atau Pranavakara-vimanam, kubah emas yang menaungi Ruang Mahasuci tempat tahta Archa Tuhan Sri Ranganathan

Kami di Bali sudah kedatangan tamu yang istimewa. Beliau adalah Pujya Srimad Devanathan Achariar Swamiji, seorang Brahmana-Pandita dari Pura Agung Sri Ranganathan, Srirangam, Thiruchirappalli (Trichy), India Selatan. Sri Ranganathan Kovil adalah Pura terbesar di India Selatan dan pusat utama dari kegiatan keagamaan Hindu, khususnya dari golongan Vaishnava. Umat Hindu Tamil dari golongan Vaishnava menyebutnya Periya Kovil dan Bhuloka Vaikuntham, dengan kemashyuran dan keagungan yang sama seperti Natharajan Chidambaram yang adalah Periya Kovil bagi golongan Saiva di seluruh India Selatan.


Swamiji adalah brahmin dari Sri Ramanuja Sampradaya atau Sri Vaishnava Sampradaya yang secara turun-temurun telah melaksanakan tugas kebrahmanaan dalam keluarganya dengan sadhana yang paling ketat. Secara khusus beliau memiliki penguasaan yang sangat mendalam terhadap Veda Tamil (Divya Prabandham), Rik, Yajus, dan Sama Veda, juga filsafat Hindu dari Vaishnavisme maupun Saivisme. Swamiji juga memiliki keistimewaan karena kakek beliau melihat bahwa beliau memiliki garis bakat untuk mempelajari Jyotish-sastra atau astrologi Veda. Dengan demikian Swamiji adalah seorang pakar dalam filsafat Hindu dan juga astrologi atau Jyotisham.

Saat berkunjung ke Radha Raseshwara Mandir

Tanggal 14 Juni Swamiji mengunjungi Sri Sri Radha Raseshwara Mandir untuk darshan dengan semua Sri Sri Thakurji yang kita puja di sana. Sayangnya saat itu termasuk waktu Anabasara, yaitu saat Sri Sri Caturdha Murti dipuja di ruangan khusus hanya oleh mereka yang juga secara khusus ditugaskan untuk itu. Jadi Sri Sri Caturdha Murti tidak memberikan darshan-Nya di Uttama-pitham (tahta utama di ruang Mahasuci) seperti biasanya. Ini serangkaian dengan persiapan Rathayatra. Anabasara-puja akan berakhir sehari sebelum Rathayatra.

Srila Swamiji di IHDN Denpasar

Srila Swamiji bersama teman-teman mahasiswa dari Malaysia

Ini saya dan Sharmah, my dear brother!

Tanggal 15 Juni yang lalu Swamiji berkunjung ke kantor PHDI di Jl. Ratna dan bertemu dengan Dharma Adhyaksa Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa serta beberapa pengurus. Keesokan harinya Bapak Prof. I Made Titib (yang juga hadir dalam pertemuan itu) selaku dekan fakultas Brahmavidya di IHDN mengatur agar beliau bisa memberikan speech. Swamiji membahas tentang Man, Mind, and Consciousness. Sorenya Swamiji berikan speech untuk teman-teman Malaysian-Tamil Hindu yang kebetulan banyak kuliah di Bali. Sebelumnya saya, dengan dua saudara kami, Sharmah dan Diah, sempat diskusi tentang Jyotish and Sri Vaishnava Philosophy.

Acara Gosthy di kediaman Sundarananda Prabhuji. Ananta paling serius di baris terdepan. Pasti yang paling ngerti nih!

Srila Swamiji, saya, dan Sundarananda Prabhuji sekeluarga. Pencahayaan di foto ini kelihatannya bermasalah!

Tanggal 16 Swamiji dan kita semua adakan acara diskusi rohani (gosthy) di rumah Sundarananda Prabhu yang juga merangkap markas kita. Yang hadir lebih dari 20 orang. Sebelumnya Svamiji juga lakukan pemberkatan untuk lahan saya di Jalan Tukad Barito yang saya rencanakan untuk membangun sebuah Srinivasa Sannidhi, tempat memuja Tuhan Srinivasa Govinda atau Sri Venkateshwara. Mohon doa supaya bisa cepat terealisasi ya! Untuk acara gosthy yang juga dipandu oleh Sundarananda Prabhu selesai lumayan malam sampai 21.00 WITA. Setelah Dinner lanjut lagi sampai tengah malam, tapi yang bertahan cuma 6 orang, saya, Sharmah, Gopi, Ananta, Sachiputra, dan kolega saya dr. Sabda. Besoknya Swamiji sudah harus terbang lagi ke Trichy. Tapi beliau berencana akan datang lagi ke Bali November ini.

Narada Pancaratra

Devarishi Narada Mahamunindra,
penyusun Narada Pancaratra

Berikut adalah sekilas isi salah satu pancaratra sastra yaitu Narada Pancaratra yang disampaikan oleh Sri Narada:

Sri Narada Pancaratra
Om namo bhagavate vasudevaya
Sembah sujud hamba kepada Tuhan Yang Tertinggi Vasudeva

Setelah memuliakan Sri Narayana, Nara, yang terbaik di antara manusia, dan Dewi Sarasvati, ijinkanlah kini sang penulis mengucapkan kata “jayam”, sehingga karyanya terselesaikan tanpa halangan. Ganesa, Sesa, Brahma, Mahesvara, Aditya dan para deva lain, Kumara (Sanaka, Sanat dsb), para Muni, Kapila dan para siddha (insan-insan yang sudah mencapai kesempurnaan kekuatan supernatural) yang lainnya. Laksmi, Sarasvati, Durga, Savitri dan Radhika, Devi tertinggi dan teragung, semua ini bersujud tiada henti-hentinya dalam rasa pengabdian yang begitu besar kepada Sri Krishna, Yang Tertinggi, yang wujudnya begitu indah berwarna kebiru-biruan (Syama-sundara-rupa) Yang Tiada Bandingan-Nya. Para mahluk suci, yogi dan Vaishnava senantiasa memusatkan pikiran kepada-Nya, Sang Cahaya Cemerlang yang kemilauan. Param-Brahma ini, Roh Yang Paling Utama, Tuhan dari segala tuhan, bebas dari segala nafsu keinginan, berada di balik Guna Prakriti, tiada ternoda setitik pun dan adalah Yang Mahatinggi, lebih dari Prakriti (Energi Primordial yang menjadi sumber segala manifestasi ciptaan kosmis). Dia adalah Tuhan bagi semuanya, Dia adalah rupa dari semuanya, Dia adalah sebab dari segala sebab, Dia adalah yang Abadi, yang Benar, yang Purba dan Dia adalah Purusa (Pribadi Penikmat) yang tidak terusakkan dan Yang Paling Utama. Dia Mahasuci, hanya Dia yang pantas dikatakan dapat memberikan segala hal yang baik kepada yang lain. Dia adalah kediaman segala kemujuran dan segala hal yang menguntungkan. Dia melakukan apapun kehendak-Nya, Dia adalah kediaman Tertinggi, Bhagavan yang kekal. Veda-veda senantiasa menyanyikan kemuliaan-Nya namun gagal menemukan akhir-Nya, kini hamba mengucapkan pujian kepada Sri Nandanandana, Krishna, yang adalah segala kesukacitaan dan penuh segala kebahagiaan yang tiada batas-Nya. Dia dikasihi oleh para penyembah-Nya, Tuhan bagi para Bhakta-Nya. Dia menjelma demi memberkati para pemuja-Nya. Dia Tuhan bagi Sri, yang menganugerahkan kemakmuran. Dia adalah gudangnya kekayaan, Dialah Sri Krishna, Tuhan bagi Radhika. Dia selalu menginginkan kesejahteraan dan kemakmuran yang lain.


(Perhatikan bagaimana dalam awal penulisan Pancaratra-sastra ini, dilukiskan secara jelas Wujud Pribadi dari Tuhan Tertinggi yang dimuliakan dengan nama Sri Krishna. “Yang Mahamenawan” Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna adalah Kekasih yang mempesona, menaklukkan hati. Inilah ciri khas Agama-sastra dimana Cinta menjadi pusatnya)

Narada menerima Pancaratra-sastra dari Deva Siva atau Mahesvara

Aku kini telah memperoleh pengetahuan yang bagaikan minuman kekekalan dari Sri Guru Sankara (Siva) yang adalah samudera pengetahuan dari yang tertinggi sampai yang terendah, Guru dari para Guru dan Yogi. Aku, Sang Rishi Narada, Putra Brahma, kini menuliskan uraian tentang PANCARATRA ini. Sembari bersujud kepada kaki padma Sri Guru Mahesvara (Siva) dan setelah memerah intisari segala ilmu dalam wujud mentega segar yang diperoleh dengan mengocok empat Veda yang bagaikan samudera susu, dengan tongkat ilmu pengetahuan.

Om, di bawah sebatang pohon beringin, dekat dengan akarnya, di tempat yang sempurna, suci, Sri Narayana Ksetra, dihiasi kekuatan-kekuatan adiduniawi, terletaklah Narayana Ashram di tanah suci Bharatavarsa. Krishna-dvaipayana (Maharsi Vyasadeva), yang adalah bagian dari Sri Krishna Sendiri dan yang amat sangat berbakti kepada Sri Krishna, dengan penuh sukacita memusatkan pikiran kepada kaki padma Sri Krishna, kini tengah duduk dalam sikap Sukhasana sambil mengucapkan dalam keheningan mantra Krishna yang terdiri dari dua aksara, Mantra suci yang tiada berbeda dengan Parambrahman. Maharishi Vyasa ini sangatlah purba, luhur, tak terhancurkan dan adalah penulis semua Purana. Kini Mahamuni Sukadeva, putranya, bertanya kepada Sang Ayah, Rishi Agung yang mahatahu.

Maharishi Vedavyasa atau Bhagavan Krishna Dvaipayana Vyasadeva

Sri Suka berkata, “O Bhagavan! Andalah yang mengetahui sesempurnanya Veda dan Vedanta, mahir sepenuhnya dalam menginsafi tattva-tattva (kebenaran sejati tentang Tuhan, jiwa, dan Alam Semesta). Bermurah hatilah O Yang Mulia, untuk mengungkapkan kepada hamba pengetahuan rahasia yang terkandung dalam Veda. Jenis-jenis, kelompok-kelompok, dan intisari dari “jalan” yang ada di dalamnya. Yang adalah Cahaya, pengusir gelapnya kebodohan. Mohon jelaskanlah hal ini kepada hamba, karena hanya engkaulah satu-satunya yang dapat memberikan pemahaman kepadaku!”

“Adalah ayah sejati yang memberikan pengetahuan dan adalah pengetahuan sejati yang memungkinkan dicapainya pengabdian suci kepada kaki padma Sri Krishna. Adalah cinta yang murni dan suci yang memungkinkan seseorang menjadi hamba Tuhan Sri Krishna. Adalah hal yang terbaik bagi seorang hamba bila dia melayani kaki padma Sri Krishna Vigraha. Mengucapkan doa pujian di hadapan Sri Hari adalah setara dengan tinggal selamanya di Goloka. Memandang kaki padma Sri Krishna tanpa berkedip. Senantiasa membicarakan Diri-Nya dan kemuliaan kegiatan rohani-Nya. Mengabdikan diri sepenuhnya dalam pelayanan kepada-Nya, dan senantiasa bersama-Nya tanpa berpisah adalah keinginan yang paling diidamkan, paling dikehendaki dan paling memuaskan bagi para penyembah-Nya. Inilah yang telah kudengar dari Veda-veda sebagai intisarinya yang tertinggi.”

Mendengar kata-kata Sri Suka, Putranya, Vyasa tersenyum dan menjadi sangat berbahagia melihat Sang Putra adalah Jnani tertinggi (orang yang telah mencapai Kebijaksanaan Agung). Kemudian Muni agung yang mahatahu itu, penuh segala Bhava (gejolak luapan kesukacitaan rohani), memberkati putranya dan mulai mengatakan apa yang telah ia dengar dari bibir suci Gurunya.

Sri Suka putra Bhagavan Vedavyasa yang dimuliakan dan dijunjung oleh semua Maharishi lain karena kesempurnaan rohaninya

Sri Vyasa bersabda, “O Suka! Yang Terberkati, Yang Dimuliakan, engkau adalah penjelmaan segala jasa-jasa kebajikan, Wahai Putra! Adalah melalui dirimu keluarga kita disucikan dan menjadi mukta. Dialah putra sejati yang berbakti kepada Krishna dan dia memperoleh kemashyuran di tanah Bharata. Menyucikan ratusan generasi dan dia tidak akan dilahirkan lagi. Dia membebaskan ibunya, neneknya, ayah dari ibunya, saudaranya, temannya, pelayannya, dan ratusan orang lainnya termasuk istri dan anak-anaknya. Tiga generasi dari keluarga ayah mertuanya, beserta kedua mertuanya akan menjadi jivan-mukta (insan yang mengalami sukacita pembebasan dalam hidup saat itu juga). Bhagavan Brahma sendiri sangatlah berbhakti kepada Sri Krishna. Putra beliau Sri Vasistha juga adalah Bhakta Sri Krishna dan seorang Vaishnava. Sakti, putra Vasistha, juga adalah Vaishnava, pikirannya sepenuhnya terserap dalam samadhi kepada Krishna. Parasara, putra Sakti, ayahku, menjadi Guru dari para Guru dan Guru dari para Yogindra. Dia menjadi jivan-mukta dan Jnani agung dengan melayani kaki padma Krishna. Aku sendiri, telah berhasil membagi Veda dan mengelompokkannya adalah dengan melayani kaki padma Sri Krishna. Guruku adalah Bhagavan Narada, Sang Yogindra. Guru dari Guruku adalah Sambhu (Siva), Guru dari para Guru dan Guru dari para Yogindra. Hasil atas segala jasa-jasa kebajikan itu adalah lahirnya engkau sebagai putraku, penjelmaan dan gudangnya segala Punyam (kebajikan). Sebagaimana matahari bagi bunga teratai, engkau menyinari keluargaku.”

“Bersujud ke hadapan kaki padma Sri Krishna, Guru Narada dan Sambhu, setelah memuliakan Devi Sarasvati, kini aku akan membahas pengetahuan yang mahakekal. Dengarlah kini PANCARATRAM, intisari Veda dan yang diidamkan oleh para bhakta. Inilah yang disayangi melebihi nyawa mereka, lima ajaran agung! Dicintai lebih dari tubuh dan hidup, mahasuci, intisari minuman kekekalan ilmu pengetahuan, inilah Pancaratra.”

Brahma menerima Pancaratra ini dari Sri Krishna di Satasringa

“Pada masa purbakala, di Goloka, di puncak gunung Satasringa, Tuhan Yang Mahakekal Sri Krishna menyabdakannya kepada Brahma, dalam kehadiran Sri Radhika, di tepi Sungai Viraja, pada akar beringin yang indah. O Putra! Brahma mengungkapkan kebaktiannya yang besar kepada Sri Krishna dan mengucapkan doa pujian untuk memuliakan-Nya. Setelah mendengar Pancaratra yang suci ini Brahma bersujud kepada Sri Radhika dan Sri Krishna dan segera bergegas pergi ke Sivaloka.”

“Di sana Mahadeva, duduk dalam sikap sukhasana, bertanya kepada Brahma tentang berita gembira yang dibawanya, tentu saja setelah beliau duduk dan memperoleh penghormatan sebagai Mahabhakta. Setelah ditanya demikian beliau menguraikan ajaran suci Pancaratram kepada Sri Sankara (Siva), duduk di bawah sebatang beringin yang tumbuh di tepi sungai Gangga surgawi. Seusai menjelaskan Pancaratram kepada Mahadeva, satu-satunya yang pantas dimuliakan oleh para Siddhendra dan Munindra, Brahma kembali ke alamnya.”

Pura untuk memuja Brahma Caturmukha (lihat Citra Suci beliau yang berwajah empat) di Pushkara Tirtha

“Sambhu kemudian kembali menurunkan Pancaratram ini kepada siswanya, Sang Muni Narada. Pada saat gerhana matahari, Narada mengulangnya kembali di Pushkara Tirtha. Pada hari yang suci itu aku beruntung mendengarnya dari bibir suci Guru Narada. Karena Pancaratram yang suci ini adalah pelita yang mengusir gelapnya kebodohan, dosa, dan khayalan. Kata ‘ratram’ ini berarti ‘jnanam’, pengetahuan. Inilah pengetahuan yang terdiri dari lima rupa. Oleh karena itu mereka ‘yang melihat’ menyebutnya Pancaratram.”

Danau suci Sri Pushkara Tirtha, Rajasthan dan kota di sekitarnya.

“Inilah pengetahuan tentang Kesejatian tertinggi dan penghancur kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit. Sambhu, sang penakluk kematian, mendengarnya dari bibir padma Sri Krishna.” (Ini jenis ajaran yang pertama)
“Ajaran kedua adalah pengetahuan mulia yang diidamkan oleh para Mumuksu (mereka yang menginginkan pembebasan). Sangat luhur, murni dan suci, berbuah pembebasan dan mengarahkan seseorang kepada kaki padma Hari.”
“Ajaran ketiga adalah yang murni, mahasuci dan memberikan Krishna-bhakti. Dengan pengetahuan ini seseorang akan mendapatkan segala keinginannya dan menjadi penyembah Sri Krishna dalam kedudukan sebagai hamba (dasya bhakti).”
“Ajaran keempat adalah Yaugika-jnana dan disukai oleh para Siddha, memberikan segala hal yang diinginkan yaitu:
1. anima: menjadi sekecil-kecilnya, sekecil atom
2. laghima: menjadi seringan-ringannya
3. vyapti: mahaada, meliputi segalanya
4. prakamya: keinginan tak terbatas
5. mahima: menjadi sebesar-besarnya
6. isitvam: menjadi tuan atas segalanya
7. vasitvam: berjaya di atas segalanya
8. kamavasayitva: segala keinginannya terpenuhi
Inilah delapan mahasiddhi yang diperoleh dengan menguasai ajaran keempat.
9. sarvajnam: mahatahu
10. durasravanam: maha mendengar
11. parakayapravesanam: masuk ke dalam tubuh banyak orang, memecah jiwa
12. kayavyuham: membentuk maupun melepas tubuh sekehendak hati, membuat tubuh tak terhancurkan
13. jivadanam: memberi kehidupan bagi seseorang
14. parajivaharanam: mencabut kehidupan dari seseorang
15. sargakartatrtvasilpam: kekuatan mencipta
16. sargasamharakaranam: kekuatan meleburkan”

Siddha Yogi yang sangat terkenal di Tibet, Guru Marpa dan muridnya Milarepa dan seorang Kagyu Lama. Mereka memiliki semua kekuatan ajaib yang disebutkan di atas itu

Sri Nagaraja bersama pasangannya. Siddha yang terkenal juga. Mereka mencapai siddhi kekekalan dan telah hadir membimbing banyak siddha-yogi lain mencapai siddhi. Walau sudah berusia ribuan tahun tetapi beliau tampak sebagai seorang remaja 16 tahun dan masih hidup sampai saat ini di Himalaya. Mereka berdua dikenal sebagai Babaji dan Mataji, Ayah-Ibu para Siddha Himalaya

"Ajaran kelima adalah apa yang dianggap pengetahuan oleh orang-orang duniawi. Bagi mereka inilah pengetahuan tertinggi dimana Maya, Ista Devi pujaan mereka menjadi sebab dari segala khayalan mereka itu.
Dengan pengetahuan ini para jiva menjadi terserap sepenuhnya dalam pemuasan indria-indria dan sibuk memelihara keluarga mereka.”

“Pengetahuan golongan pertama dan kedua adalah sattvika. Golongan ketiga adalah yang Tertinggi dari semuanya dan disebut Nairgunya Jnana. (pengetahuan yang melampaui guna)”
“Golongan keempat adalah Rajasika, para bhakta tidak menyukainya. Golongan kelima adalah tamasika dan hendaknya dihindari oleh orang bijaksana.”
“Para pandita dan sarjana menyebut lima golongan ajaran pengetahuan ini sebagai Pancaratram. Pancaratram ini meningkatkan pengetahuan para jnani dalam tujuh jenis yang berbeda.”
“Tujuh Pancaratram adalah Brahma, Saiva, Kaumara, Vasistha, Kapila, Gautamiya dan Naradiya.”
“Setelah mempelajari dan menguji enam Pancaratram pertama, Veda-veda, Purana, Itihasa, Dharmasastra dan siddhi serta yoga-sastra, dan setelah memperoleh ajaran dari Mahadeva, Narada Muni menyusun Pancaratram ini, intisari segala pengetahuan. Inilah Sri Narada Pancaratram”

diterjemahkan dari NPR Chapt I (1-59) Vijnananand Swami

Senin, 15 Juni 2009

Pancaratrika-agama

Kini kita akan membahas salah satu sistem Agama yang diterapkan dalam tradisi Vaishnava secara luas yaitu Pancaratrika-marga, yang adalah jalan Ketuhanan yang diberikan dalam Tradisi Veda pula. Jalan Pancaratrika bersumber dari kitab-kitab khusus yang disebut Pancaratra-agama-sastra. Jalan Pancaratrika adalah jalan yang sepenuhnya berada di tingkat rohani. Karena Pancaratrika-marga ini berhubungan langsung dengan pengabdian suci yang rohani kepada Bhagavan. Aspek Bhagavan, yang merupakan Aspek Tertinggi Kebenaran Mutlak adalah tujuan langsung dari Pancaratrika-marga. Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa dipuja melalui Pancaratrika-marga dengan maksud hanya untuk memuaskan Beliau, tanpa tujuan-tujuan duniawi apapun. Sehingga jalan Pancaratrika-marga bisa dikatakan diikuti oleh orang yang bebas dari keinginan duniawi. Jalan para prapanna, mereka yang menerima prapatthi, atau penyerahan diri kepada Sri Bhagavan.

Vishnu melindungi Brahma dengan membunuh Asura Madhu dan Kaitabha

Dikatakan bahwa Pancaratra-sastra diungkapkan untuk pertama kalinya kepada Brahma. Suatu ketika alam semesta dikacaukan oleh dua orang asura yang bernama Madhu dan Kaitabha. Dua asura ini mendapatkan kesaktian yang luar biasa sehingga mereka mampu mencuri Veda dari mana (pikiran) Brahma. Akibat dari disembunyikannya Veda ini keseimbangan seluruh ciptaan menjadi terganggu. Akhirnya Brahma sendiri memohon agar Tuhan bersedia menyelamatkan Veda dari tangan para asura.

Bhagavan Divyajnana-adidevata Sri Hayagriva atau Sri Hayavadana

Tuhan kemudian mewujudkan rupa Beliau sebagai Sri Hayagriva yang berwajah kuda. Tuhan Hayagriva kemudian meremukkan kedua asura itu dan mengembalikan Veda kepada Brahma. Tetapi Brahma kemudian mengatakan bahwa kini dia menyadari betapa alam semesta duniawi ini penuh bahaya. Segala sesuatunya juga penuh ketidakpastian. Oleh karena itu Brahma memohon suatu pengetahuan yang dapat memberikan kesempurnaan secepat-cepatnya.
Atas permohonan Brahma ini kemudian Tuhan Sri Hayagriva menyabdakan intisari pengetahuan Veda. Intisari Veda ini diwahyukan dalam lima malam dan diberi nama pancaratra (Panca-lima, ratri-malam). Inilah awal mula Pancaratra-sastra. Secara tradisi Pancaratra-sastra juga disebut Agama-sastra, artinya adalah “pengetahuan yang tidak akan pernah lenyap”. Juga disebut Tantra-sastra.

Batou-Kannon Jepang atau Hayagriva Lokeshvara dalam agama Buddha Tantrayana. Perhatikan kepala kuda di atas kepala-Nya (click untuk memperbesar)

Tuhan dalam rupa Sri Hayagriva atau Sri Hayavadana dipuja oleh semua garis perguruan yang terutama berdasarkan atas Pancaratra. Beliau disebut sebagai Divya-jnana-adidevata, atau Tuhan Yang Mahamenguasai segala pengetahuan rohani dan rahasia. Para Sri Vaishnava berbahasa Tamil juga menyebut Beliau Gnana-piraan. Setelah agama Buddha Vajrayana berkembang, Sri Hayagriva juga dipuja sebagai manifestasi Lokeshvara atau Avalokiteshvara penjaga pengetahuan-pengetahuan Tantra rahasia. Pemujaan Beliau juga sampai ke Jepang melalui Tantra Buddhis. Di sana Beliau disebut Batou Kannon (Tuhan Berkepala Kuda).

Kemudian ada banyak kitab Pancaratra yang diturunkan melalui Brahma kepada para Rishi dan Deva. Salah satu yang terkenal adalah Narada Pancaratra. Kitab ini diturunkan oleh Dewa Siva kepada Devarishi Narada Muni. Ciri khas Pancaratrika-marga adalah adanya Istha, Wujud Tuhan yang paling dicintai oleh penyembah. Oleh karena itu para pengikut Pancaratrika-marga disebut “ekantin”, yaitu mereka yang hanya memuja satu Tuhan secara eksklusif. Jalan ini sangat monotheistik dan menekankan bahwa kesempurnaan tertinggi hanya dapat diperoleh dengan pengabdian suci kepada Personalitas Tuhan Yang Maha Esa. Ciri yang lain adalah adanya Citra Suci (Arca-Vigraha) dan keyakinan bahwa Citra Suci tiada berbeda dari Parambrahman Sendiri. Beliau dipuja dengan aturan-aturan tertentu dan disiplin rohani yang ketat. Pancaratrika-marga juga disebut Vaidhi-marga, karena disiplin sangat menonjol. Segala hal yang berkaitan dengan pemujaan dan pembentukan Wujud Tuhan dalam Archa (Ikonografi) diatur secara ketat dalam Pancaratra.

Inilah beberapa contoh sketsa yang harus diikuti dalam membentuk Archa, tidak berdasarkan imajinasi tetapi aturan ketat dari Agamasastra seperti Pancaratra.


(click untuk memperjelas)

Sabtu, 13 Juni 2009

Kehadiran Nyata Tuhan di Antara Kita

Pemujaan Srimurti sebagai manifestasi dari Rupa, tak dapat dipisahkan dari mantra yang merupakan manifestasi dari Nama Suci-Nya, dan yantra atau mandala yang merupakan perwujudan dari Guna (karakteristik atau kemuliaan rohani-Nya), Lila (aktivitas rohani), dan Lila-sthana (tempat kediaman rohani atau tempat berlangsungnya Lila Tuhan). Kata “rohani” digunakan karena sulit sekali mencari padanan atas kata Divya, yang sering dibahasa Inggriskan sebagai transendental, artinya melampaui semua konsep yang bersifat duniawi, satu-satunya konsep yang hanya mampu kita pahami dalam keadaan terikat duniawi sekarang ini. Archa, Mantra, Yantra, dan Mandala diungkapkan dalam pustaka suci yang disebut Agamasastra atau Tantrasastra.



Mantra (di atas adalah Gayatri-mantra dalam huruf devanagari) adalah Tuhan dalam Wujud Suara, Mandala atau Yantra adalah manifestasi Rohani Beliau dan Kediaman-Nya, dan Archa merupakan manifestasi-Nya secara "fisik".

Tuhan, bagaimanapun juga tidak mengungkapkan Diri-Nya secara langsung begitu saja ketika kita meminta-Nya. (Emang sape loe... gitu kan kata orang). Maka dari itu para pengikut tradisi rohani Veda harus secara serius memusatkan segala usahanya untuk bisa mendapatkan cara mencapai Tujuan Yang Paling Diidamkannya. Sebagaimana kekasih yang mendambakan kehadiran pujaan hatinya dengan segenap hati dan jiwanya. Ketika mereka yang telah mengalami-Nya secara langsung dalam kesempurnaan rohani mereka yang dikenal sebagai kondisi anubhava, ketika Pujaan dan yang dipuja telah dipersatukan, maka tentu tidak ada masalah. Tetapi mereka yang tidak mencapai kondisi ini juga memiliki kerinduan yang mendalam untuk dapat dipertemukan secara pribadi dengan Tuhan. Baik dalam kondisi sempurna (saat sudah menginsafi Tuhan) dan belum sempurna, cinta yang besar mempertautkan antara Tuhan dengan pemuja-Nya. Inilah yang disebut dengan Bhakti. Tampaklah bahwa Bhakti berada di awal perjalanan rohani dan juga menjadi akhir dari perjalanan itu. Konsep inilah, yang menyatakan bahwa sarana dan tujuan yang akan dicapai dengan sarana itu, upaya dan upeya, sadhana dan sadhya, adalah hakikatnya satu, yaitu cinta. Sekarang pahamlah kita bahwa ada suatu jalan yang ajaib ini, yaitu jalan Cinta, atau Bhakti-marga.

Para Vaishnava Bhagavata dalam kedalaman cinta dan kesempurnaannya memasuki dan mengalami langsung Tuhan dengan segala kesempurnaan-Nya. Lalu mereka mengungkapkannya melalui kata-kata atau tulisan, agar umat manusia dapat mencapai kesempurnaan pengalaman rohani yang sama. Mereka bukan sekedar utusan atau juru bicara Tuhan, tetapi adalah pembimbing yang membawa kita kepada-Nya berdasarkan pengalaman nyata.

Populasi jiva di alam duniawi ini yang terbesar bukanlah jiva-jiva yang berkembang secara sempurna. Namun baik yang sempurna maupun yang belum sempurna memiliki cintakasih rohani ini. Seperti pohon bunga, ada yang masih berbentuk benih, kecambah, pohon kecil, berdaun, mulai kuncup, sampai muncul bunga yang bermekaran sempurna. Seperti itulah potensi cintakasih yang terkandung dalam setiap kehidupan, yang mempertautkannya dengan Tuhan. Maka bagi mereka Tuhan mengungkapkan satu lagi pengetahuan yang sangat ajaib dan rahasia disebut AGAMA.

Revelasi Veda disebut juga sebagai NIGAMA atau emenasi, karena dia memancar dari Tuhan sebagaimana napas dihembuskan. Veda merupakan pengetahuan yang mendasari alam semesta dia mengungkapkan ketidakterbatasan pikiran Ilahi. Sedangkan Agama (bedakan dengan kata yang sama dalam bahasa Indonesia) menyatakan bahwa ini merupakan pengetahuan khusus yang diungkapkan mengikuti Nigama. Para pengikut Veda sesungguhnya menerima dua ini sebagai revelasi yang memiliki otoritas sama dan berasal dari Tuhan. Jadi sebenarnya Pustaka Suci Hindu adalah Vedasastra dan Agamasastra.
Agamasastra memiliki kuasa dan sama pentingnya dengan Veda karena:
1. Pada dasarnya mereka didasarkan pada ajaran Veda. Apa yang tersirat dalam Veda, diperinci dalam uraian Agama.
2. Yang menghadirkan sastra-sastra suci Agama dan mengungkapkannya ke dunia adalah Tuhan Sendiri, atau Deva-deva, atau juga para Rishi tertentu yang memiliki penguasaan sempurna terhadap pengetahuan Veda dan berada dalam tradisi Veda itu sendiri.
3. Agama mengandung rujukan-rujukan terhadap Veda dan mengadopsi mantra-mantra Veda pula.

Kata Agama sendiri berasal dari akar kata “gam” dengan awalan –a. Makna dari kata ini adalah “berangkat” atau bisa pula dipahami sebagai “bergerak menuju tujuan yang ingin dicapai.”
Agama juga disebut Tantra. Bisa dipecah menjadi ‘tan’ dan ‘tra’ (menyebarkan dan menyelamatkan), jadi ini bermakna bahwa Tantra memberikan pengetahuan, menyebarluaskan suatu sistem spiritual, dan juga menyelamatkan serta menjaga mereka yang mengikutinya dari “ikatan”. Tantra juga dapat dirunut pada kata “tatri”, artinya mendukung dan melindungi. Sehingga bila kita ambil maknanya secara keseluruhan maka Agama memberikan pengetahuan untuk mencapai tujuan dan Tantra menjaganya dari keterikatan. Saat kita berbicara tentang jalan Bhakti, maka pengetahuan khusus yang disebut Agama atau Tantra ini mengungkapkan teknik praktikal untuk mengembangkan Cintakasih rohani kita kepada Tuhan dan juga menjaganya dari beralih menuju keterikatan pada hal lain. Agama dan Tantra menunjukkan pengetahuan dan sistem yang keabsahannya setara dengan Veda (sruti), smriti, purana, dan itihasa. Bahkan bagi jaman Kaliyuga ini, pengetahuan Agamasastra memegang peran khusus dan lebih penting lagi.



Upacara-upacara di Pura seperti konsekrasi Archa Tuhan dengan Air Suci dan Susu yang telah melalui berbagai ritual, serta bahan-bahan suci lainnya dilaksanakan menurut pedoman dari Agamasastra

Agama memiliki perkembangan teori dan praktik yang merdeka (tak dibatasi) dan diterima sebagai suatu sistem filsafat dan reliji yang berkembang dari Veda. Ketika Veda mewakili sisi teoritis, yang merupakan bentuk pengkajian filosofis dan teologis secara berkelanjutan, maka Agama memperhatikan disiplin kultural spiritual yang diperoleh melalui sistem keagamaan yang praktis.

Pura Hindu juga dibangun berdasarkan petunjuk Agamasastra

Tradisi Bhakti dalam Vaishnavisme menerima otoritas kitab-kitab Vaishnava-agama, yang disebut juga Satvata-tantra atau Bhagavata-sastra. Dua sistem Vaishnava-agama yang paling utama saat ini dengan tradisi yang diwarisi dan dilestarikan tanpa terputus adalah Pancaratra-agama dan Vaikhanasa-agama. Dari kedua sistem ini yang lebih diterima dan dipraktikkan secara luas adalah sistem Pancaratrika, berdasarkan Pancaratra-agama-sastra.
Sistem Agamika inilah yang mengungkapkan metode-metode khusus untuk “membagikan Tuhan kepada masyarakat luas”. Melalui revelasi unik ini diungkapkan teknik-teknik spiritual mulai dari praktik harian pribadi sampai pemujaan publik. Pembangunan tempat sembahyang atau Pura, panduan membentuk Citra Suci Tuhan, dan termasuk juga teknik mengundang Tuhan, menghadirkan-Nya dalam Citra Suci-Nya. Dengan diungkapkan dan diwariskannya Agamasastra ini, maka memungkinkan bahkan umat awam sekalipun dapat mengembangkan cintakasih rohaninya dengan kehadiran nyata Tuhan di tengah-tengah kita. Agamasastra adalah rahasia dari kekuatan rohani yang nyata dari pemujaan Srimurti. Ketika Tuhan sungguh-sungguh menjelmakan Diri-Nya dalam Citra-Nya, yang dikenal sebagai Archa-avatara.

Pengetahuan rahasia ini diwariskan melalui garis perguruan dan silsilah rohani para guru yang sempurna...

... sehingga sampai saat ini kita masih dapat mempelajarinya secara utuh tanpa ada ternoda atau interpolasi apapun selama ribuan tahun.

Rabu, 10 Juni 2009

Pemujaan Citra Suci Tuhan

Kini kita akan membahas secara mendalam topik yang paling sering disalah pahami oleh orang-orang Non Hindu, terutama mereka yang termasuk dalam tradisi Abrahamik. Inilah topik yang paling sering diserang oleh mereka yang ingin melakukan konversi atau proselitasi terhadap umat Hindu. Suatu karakteristik Hindu yang dianggap sebagai salah satu kelemahan kita, yang bahkan membuat umat Hindu sendiri terkadang merasa malu dan menolak keberadaannya. Itulah pemujaan Citra Suci, Srimurti, atau Archa-avatara. Sekalipun dalam posting-posting terdahulu saya sudah menceritakannya, namun kita belum pernah tahu kenapa pemujaan pada Srimurti, bagaimana pun kita berusaha menghapuskan, menyangkal, dan mencoba menyingkirkannya dengan pemikiran rasional, namun masih tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari Hindu sejak berabad-abad.

Sebuah Pura atau Archa Hindu dihancurkan sudah biasa... kalau mau digali pasti banyak sisanya seperti yang ditemukan oleh Badan Arkeologi India di bawah dasar Masjid Babri Ayodya. Tapi "pemuja Archa" belum kapok juga.. (gb.hindujagruti)

Bila anda kebetulan seorang Hindu pemula atau justru orang non Hindu yang tak terbiasa dengan pemujaan sejenis ini. Lalu ingin bertanya pada seorang Hindu, setidaknya yang cukup ahli, maka cobalah buka ensiklopedia Hindu, atau buku-buku Hindu yang ditulis oleh para rohaniwan Hindu populer, anda pasti akan menemukan jawaban sama. Coba saja lihat di Wikipedia misalnya. Jadi saya tidak akan mengulang lagi jawaban-jawaban itu. Saya akan membuka sebuah rahasia dari pemujaan Archa yang sesungguhnya.

Ya, dalam Hindu kita memang mengenal pemujaan Citra (Ikon) atau Tuhan yang diwujudkan secara fisik. Ini disebut Srimurti-puja. Ada beberapa orang yang tersentak oleh teori pemujaan Srimurti. Kata mereka, “Oh pemujaan Srimurti adalah penyembahan berhala! Srimurti adalah berhala yang dibuat oleh seniman dan diperkenalkan tiada lain oleh Setan-Iblis, Baalzebub dan Lucifer sendiri. Memuja objek seperti itu akan membangkitkan kecemburuan Tuhan dan membatasi kemahakuasaan, kemahatahuan dan kemahaadaan-Nya!” Kepada mereka kami akan berkata, “Wahai saudara, nyatakanlah keingintahuanmu secara tulus dan jangan biarkan dirimu dibuat salah paham oleh dogma-dogma yang bersifat sektarian. Tuhan tidaklah mungkin cemburu, karena Beliau adalah yang tunggal tiada duanya. Baalzebub atau Satan tak lain hanyalah objek imajinasi atau perumpamaan belaka. Makhluk imajiner atau perumpaan seperti itu seharusnya tidak boleh menjadi penghalang cintamu kepada Tuhan (bhakti).”

Mengapa beberapa orang berdoa dan menyembah harus menengadah... apakah langit (atau atap rumah) adalah Tuhan?

Mereka yang meyakini Tuhan sebagai impersonal mengidentikkan Beliau dengan suatu kekuatan atau atribut dalam Alam, misalnya saat kita berdoa kita menengadah ke langit atau menyebut Tuhan dengan istilah Yang Di Atas, walaupun sesungguhnya Beliau jauh lebih luhur, mengatasi Alam, hukum maupun aturan-aturannya. Keinginan-Nya adalah hukum dan akan menjadi tidak adil bahkan bila kita “membatasi” keunggulan-Nya yang tak terbatas dengan atribut-atribut seperti mahakuasa, mahatahu, dan mahaada; atribut-atribut yang juga bisa dimiliki oleh objek-objek yang diciptakan seperti ruang dan waktu.

Sri Krishna menunjukkan Wujud Semesta-Nya yang meliputi segala manifestasi dan segala bentuk kepada Arjuna.

Termasuk dalam keunggulan-Nya adalah bahwa di dalam Diri-Nya segala sifat dan kekuatan yang saling bertentangan berada di bawah pengendalian Diri-Nya yang adiduniawi (seperti Beliau mahabesar, juga mahakecil). Beliau Sendiri hanyalah identik dengan Persona-Nya Sendiri yang penuh segala keindahan, memiliki berbagai kekuatan seperti kemahaadaan, kemahatahuan, dan kemahakuasaan, yang tak dapat disamai oleh apapun. Pribadi-Nya yang suci dan sempurna ada secara kekal di dunia rohani dan pada saat yang sama juga ada dalam tiap ciptaan di mana-mana dalam segala kesempurnaan-Nya. Pemikiran seperti ini melampaui segala pemikiran tentang bentuk Citra apapun. Pemujaan Citra dalam Veda dikembangkan dalam konsep ini, dengan kesadaran penuh akan ketidakterbatasan Tuhan.

Senin, 08 Juni 2009

Srimurti Bukan Berhala

Ribuan umat seperti ini datang hanya untuk 'melihat' dan menyembah Archa yang dipuja di Pura

Bulan Juni ini saya akan berusaha membahas topik yang paling sensitif bagi umat Hindu dalam hubungannya dengan pengikut agama lain, terutama dari koalisi Abrahamik. Ketidakpahaman umat non Hindu terhadap konsep ketuhanan Hindu atau para pengikut Veda yang sangat unik sudah membuat mereka bisa memberikan penilaian sepihak yang jauh dari kebenaran. Umat Hindu sendiri sering tak mampu menjelaskannya secara tepat. Ini dapat dimaklumi, karena Hindu pada dasarnya lebih banyak memiliki umat yang menerimanya secara turun-temurun saja. Selain itu bagi Hindu agama adalah urusan hati dan pribadi, jadi banyak yang kehilangan minat untuk mempelajari kebijakan yang lebih dalam dan teori-teori teologis yang rumit. Sebagian besar umat Hindu tidak pernah terpikir untuk mempertanyakan keyakinan orang lain atau menilai orang lain, jadi sekali lagi, sebagian besar juga lebih suka menghindar dari pertanyaan-pertanyaan atau menjawab tuduhan-prasangka yang berkaitan dengan keyakinannya. Sudah terkenal, Hindu adalah salah satu agama pemuja berhala terutama bagi agama-agama Abrahamik. Benarkah seperti itu? Mari kita ikuti bahasan ini.

Sri Sri Radha Krishnachandra adalah Archa utama yang dipuja di Pura ISKCON, Hare Krishna Hill (Rajajgiri), Bangaluru, Andhra Pradesh, India

Adanya Srimurti-puja, penyembahan pada Ikon Suci, atau Archavatara dilihat sebagai keberhalaan. Tapi sesungguhnya konsep berhala tidaklah dikenal dalam Veda. Karena bagi penganut Veda, tidak ada sesuatupun di seluruh alam semesta ini yang tidak diresapi oleh kemaha-adaan Tuhan. Seluruhnya adalah kekuatan Tuhan yang tak terbatas dan Beliau berhak mengubah yang duniawi menjadi rohani atau sebaliknya. Umat Hindu menggantungkan dirinya hanya kepada Tuhan Yang Mahakuasa seperti ini. Selain itu tidak ada sesuatupun yang dapat membuat Tuhan dalam Veda menjadi cemburu, karena Beliau adalah satu-satunya Tuhan yang tidak memiliki saingan. Selain itu Srimurti yang dibuat oleh para pengikut Veda bukanlah hasil dari imajinasi belaka. Dia sungguh-sungguh merepresentasikan Tuhan secara sempurna.

Selama beribu-ribu tahun para pendeta seperti ini (Pujari atau Archakar) melanjutkan pemujaan yang sama seperti para leluurnya. Mempersembahkan asap dupa...

Namun apabila berhala diterjemahkan sebagai mengagungkan materi yang tak lebih merupakan ciptaan Tuhan, maka inipun tidak diijinkan dalam Hindu. Semua orang suci Hindu juga menolak penyembahan berhala, tetapi mereka menyatakan bahwa pemujaan Srimurti adalah satu-satunya sarana yang tak dapat ditolak dalam pengembangan kerohanian. Telah ditunjukkan bahwa Tuhan adalah Persona dan juga penuh segala keindahan. Para Maharishi seperti Vyasa dan yang lainnya telah melihat keindahan itu dengan mata rohnya. Mereka telah mewariskan kepada kita penggambaran. Tentu saja kata-kata juga mengandung kasarnya zat duniawi. Tetapi Sang Kebenaran tetap dapat dipahami melalui penggambaran mereka itu. Menurut penggambaran itulah seseorang merancang Srimurti dan melihat Tuhan pujaan hati kita yang Mahaagung dengan penuh kegembiraan! Saudaraku, apakah ini salah atau dosa?
Mereka yang mengatakan Tuhan tidak memiliki bentuk, baik duniawi maupun rohani, kemudian mengkhayalkan suatu bentuk pemujaan yang palsu, inilah yang sesungguhnya berhala. Tetapi mereka yang melihat wujud rohani Pujaannya dengan mata roh mereka, membawa kesan mendalam itu semampunya ke dalam pikiran dan kemudian membentuk sebuah perlambang untuk memberikan sukacita bagi mata jasmaninya, semata-mata demi mempelajari perasaan rohani yang lebih tinggi, maka ini sama sekali bukan berhala. Apabila ketika melihat Srimurti bukanlah citra itu sendiri yang tampak, melainkan Model Rohani yang menjadi dasar pembentukan Murti itulah yang terlihat, maka engkau benar-benar seorang pemuja Tuhan yang murni. Berhala dan Srimurti adalah dua hal yang berbeda, janganlah kita mencampuradukkannya karena ketidak hati-hatian.


... dan bunga-bunga harum...

Sesungguhnya, pemujaan Srimurti adalah satu-satunya bentuk penyembahan yang benar kepada Tuhan, yang tanpanya kita tidak akan mungkin dapat membangkitkan maupun mengungkapkan perasaan-perasaan keagamaan di jalur yang benar. Dunia akan menarik kita melalui indera-indera jasmani dan selama kita tak melihat Tuhan dalam objek penginderaan, maka kita akan berada dalam posisi yang sangat sulit, yang susah sekali membantu kita dalam menjaga kemajuan rohani. Ikonoklasme (penghancuran Ikon Suci dan simbol-simbol keagamaan) oleh mereka yang meyakini Tuhan tak berwujud sesungguhnya membuktikan bahwa betapa kuatnya suatu impresi mental yang dapat diberikan oleh persona berwujud. Oleh karena itu para Rishi Hindu menerima rahasia terdalam tentang sifat alamiah makhluk hidup ini dari Tuhan. Daripada membuang waktu percuma untuk meyakinkan orang terhadap adanya Tuhan, yang paling-paling kebanyakan hanya sampai di bibir saja tanpa keinsafan batin. Selain itu juga menutup kemungkinan bangkitnya sifat natural manusia yang negatif, sebagai contoh amarah kita terhadap orang yang kita anggap tidak memuja Tuhan Sejati dengan segala konsekuensinya (tindak kekerasan, diskriminasi, dll.). Maka para Rishi Veda dalam kesempurnaannya menerima rahasia pembuatan Srimurti.

... kepada Beliau...

Segala sifat kedewataan yang paling suci hanyalah akan terbit, mekar sempurna pada seorang insan yang telah tenggelam dalam pengalaman langsung bersama Tuhan. Ini terjadi secara otomatis. Para Rishi dan tentu kita saja juga sadar bahwa sebagian besar orang belum mampu mengalami Tuhan secara langsung. Maka turunlah konsep Srimurti ini. Atau lebih tepatnya bagi para pengikut Veda, Tuhan hadir dalam Srimurti untuk memberi kesempatan bagi semua insan, baik yang sungguh serius ingin maju dalam kerohanian, ataupun mereka yang tidak terlalu peduli. Pengalaman nyata ini bisa didapat dari Srimurti. Itulah sebabnya, berkat ketulusannya ingin mengangkat tataran rohani umat manusia, para Rishi dianugerahi pengetahuan untuk menghadirkan Tuhan dalam Srimurti.

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking