Sabtu, 20 Maret 2010

MAKANAN DAN PIKIRAN?

Beberapa mungkin bertanya, bukannya para rishi jaman dahulu biasa makan daging? Ada kejadian seperti itu pada kisah Vathapi-Illvala. Ini juga sering dikutip oleh dalam dakwah dari orang-orang semacam Zakir Naik. Dengan demikian mempersamakan kebiasaan makan para pengikut Veda dengan umat lainnya.

Ya, ada disebutkan hal-hal semacam itu dalam kisah-kisah masa lampau. Kita perlu memahami dengan jelas mengapa dan dalam keadaan bagaimana beliau makan daging. Pertama bahwa beliau itu tidaklah makan daging sebagai makanan kesehariannya. Hewan akan dikorbankan dalam yajna tertentu, kepada api suci, lalu kemudian para rishi yang memiliki kekuatan yoga sangat tinggi memakannya sebagai prasad yajna. Karena kekuatan yajna khusus ini si binatang korban langsung pergi ke surga. Dalam cerita Maharishi Agastya juga seperti itu. Disebutkan bahwa begitu Agastya Muni berkata, “vathapi jirno bhava”, raksasa Vathapi dalam bentuk daging kambing itu langsung hancur dan lenyap. Jangan lupa Agastya punya kekuatan mengeringkan lautan lho!

Beberapa bagian dalam Veda memang menjelaskan adanya kebiasaan makan daging pada masyarakat Veda jaman dahulu. Tetapi keadaan saat itu sungguh jauh berbeda dengan keadaan sekarang. Dalam keadaan tertentu mereka diijinkan makan daging yang telah dipersembahkan dalam upacara yang sangat rumit dan suci. Daging dari tubuh hewan yang dikurbankan dalam upacara ada yang bisa dianggap sebagai karunia (prasada). Tetapi dalam upacara seperti itu, kekuatan mantra para Brahmana juga mampu membangkitkan hewan yang dikurbankan dalam tubuh jasmani yang baru, sehingga tubuh yang lama tidak digunakan lagi. Brahmana yang bertanggung jawab dan juga pelaksana upacara kurban suci semacam ini harus mampu menyeberangkan roh hewan yang dikurbankan ke tingkat rohani yang lebih tinggi. Hanya setelah melalui syarat-syarat seperti ini daging itu bisa dimakan.

sadhu (hindu holy man) with cow - orchha (india)

Tetapi sekarang daging tidaklah dianjurkan untuk para Brahmin. Pertama kita harus tahu kenapa kita perlu makan. Itu adalah untuk menjadi sehat. Tidak hanya sehat fisik tetapi juga sehat secara rohani. Dalam Sanskrit ini disebut svasthya, pikiran yang sehat, suci, dan damai. Daging dan makanan non vegetarian memang memberi kekuatan kepada tubuh tetapi tidak pada pikiran. Kekuatan mental sangat diperlukan. Untuk hidup damai kita harus memiliki pikiran yang suci dan damai, stabilitas dan konsentrasi yang baik. Bagi kita daging dilarang. Sejak berbagai jaman, para leluhur kita, para pengikut Veda terutama para Brahmin terkenal penuh kelembutan, berbelas kasih, tenang dan pandai, sejak jaman dahulu pula para leluhur kita tidak memakan daging. Kalau kita mulai makan daging, maka pelan-pelan kita akan kehilangan semua sifat baik ini. Tentu perubahan itu tidak akan kelihatan dalam semalam. Itu perlu waktu dan akan tampak pada generasi keturunan kita berikutnya.

Banyak pemenang hadiah Nobel, orang-orang yang berbudi dan baik hati juga makan daging. Bagaimana dengan ini? Mendapatkan hadiah Nobel bukanlah tolok ukur seseorang memiliki pikiran yang suci, damai, tenang, dan konsentrasi yang baik. Contohnya para ilmuwan, mereka sesungguhnya lebih gelisah pikirannya. Semua yang mereka temukan tidaklah timbul dari pikiran yang tenang dan damai tetapi pikiran yang terganggu. Karena itu mereka bisa menciptakan sesuatu yang baru terus. Pada umumnya para Brahmana diharapkan memiliki pikiran yang tenang dan damai serta konsentrasi yang tinggi untuk melakukan japa dan tapa. Bahkan pada jaman dahulu, sekalipun mereka terkadang makan daging, namun kekuatan yogi mereka yang tinggi dapat tetap menjaga kedamaian pikirannya. Tapi bila di Kaliyuga sekarang ini, kekuatan mental dan konsentrasi kita jelas sudah menurun jauh. Suasana sattvik dan sifat-sifat sattvik berkurang karena kita tidak melakukan cukup japa, tapa, dan yajna dengan kualitas sebaik dahulu kala. Jadi kalau kita mulai lagi ditambah dengan makan daging, maka semua sifat baik perlahan-lahan akan lenyap.

Ada pula yang berkeberatan. Kita mengenal ada seorang yang sangat baik. Dia penuh kesabaran, memiliki pengetahuan yang luas tentang agama, dan mampu melaksanakan banyak perbuatan yang berkebajikan. Di satu sisi ada seorang vegetarian yang kerjanya mengritik dan menyindir teman-temannya yang masih makan daging. Gampang tersinggung pula. Bagaimana ini?

Bila kemajuan sadhana bisa diperoleh dengan mengganti pola makan saja maka alangkah mudahnya menjalani hidup rohani. Namun apapun itu, pemilihan gaya hidup khususnya makanan dalam Hindu adalah sesuatu yang sangat pribadi. Sastra menyatakan bahwa tanpa makan daging seseorang membantu usahanya untuk mewujudkan kondisi Sattvika, yang menguntungkan bagi kemajuan rohaninya. Apakah hanya makanan saja faktor yang menentukan? Tentu saja tidak, tetapi memang para Rishi kita menemukan adanya pengaruh yang besar dari makanan. Jika sadhaka belum dapat mewujudkan semua sifat-sifat mulia, maka tidak ada seorangpun yang berhak menuntutnya. Begitu pula sadhaka yang bervegetarian harus sadar sepenuhnya bahwa dengan mengubah pola makan merupakan upaya untuk menjadikan hidup rohani lebih baik, tetapi bukan untuk meninggikan dirinya di atas anggota masyarakat lainnya.

Kesimpulannya apakah seorang Hindu harus tidak makan daging? Harus, mungkin adalah kata yang terlalu keras. Seorang Hindu berusaha melaksanakan sadhananya dengan baik. Sadhana ini bertujuan untuk memurnikan pikiran. Segala sesuatu berasal dari pikiran, termasuk pilihan makanan. Jadi seseorang yang pikirannya dimurnikan, dia akan bebas dari amarah, keserakahan, dan rasa iri. Dia kemudian tidak akan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain apapun alasannya. Memang dalam rangka membantu proses memurnikan pikiran seorang Hindu memilih makanan vegetarian ini. Tetapi yang sesungguhnya adalah pada saat pikiran dimurnikan, seorang Hindu atau bukan Hindu pun, secara alamiah akan menghindari makanan non vegetarian.

Nilai-nilai kehinduanlah yang membuat orang memilih diet ini. Vegetarianisme sejalan dengan nilai-nilai Hindu. Jadi seorang Hindu bukannya harus tidak makan daging, tetapi mereka lebih memilih untuk tidak makan daging atau merasa lebih baik hidup bervegetarian. Biarlah setiap orang menjadi penentu hidup dan nasibnya sendiri. Manusia biasa, bahkan Tuhan Sendiri tidak dalam posisi memaksakan suatu kondisi kepada orang lain. Setiap tindakan memiliki konsekuensinya. Setiap yang kita lakukan memiliki efeknya sendiri terhadap diri kita secara alamiah. Sastra Veda dan para Acharya hanya mengungkapkannya saja kepada kita. Semua keputusan berada di tangan kita.

Kamis, 18 Maret 2010

VEGETARIANISME DALAM MASYARAKAT HINDU


Vegetarian memang merupakan diet Hindu dan merupakan gaya hidup yang dianjurkan dalam Veda. Vegetarian merupakan suatu bentuk sadhana atau disiplin spiritual yang umum diterapkan oleh masyarakat Hindu. Umat Hindu meyakini bahwa pola makan seperti ini dapat meminimalisir perbuatan-perbuatan menyakiti (himsa-karma) yang menimbulkan reaksi-reaksi dosa. Dasar dari gaya hidup vegetarian dalam Hindu adalah konsep Ahimsa, tidak menyakiti. Saat ini umat Hindu di luar negeri, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika mengusahakan vegetarian sebagai diet Hindu yang diterapkan pada semua jenis pelayanan umum, misalnya di pesawat terbang. Di negara-negara maju bila kita menyatakan diri sebagai seorang Muslim, maka otomatis akan disediakan makanan Halal menurut Islam. Begitu pula bila kita menyatakan diri beragama Hindu, maka otomatis kita akan disediakan makanan vegetarian.

Benar juga kalau dikatakan bahwa tumbuhan juga punya hidup dan membunuh tumbuhan juga berarti dosa. Jadi sebenarnya penerapan sempurna prinsip tanpa kekerasan adalah dengan mengikuti Shilonchana-Vrati. Hanya mengambil buah-buahan yang jatuh dari pohonnya atau dedaunan yang berguguran secara alami sebagai makanan kita. Dengan demikian kita bisa sama sekali tidak menyakiti yang lain. Namun tak semua orang bisa mengikuti cara hidup seperti itu. Kita harus makan untuk bertahan hidup dan memelihara badan ini. Ini masalah mempertahankan hidup. Jadi kita boleh memilih cara hidup yang paling sedikit menimbulkan dosa dan paling sedikit membuat makhluk lain menderita.

Sekarang ada dua alasan kita mengatakan makanan vegetarian memiliki dosa yang tidak seberapa berat. Banyak tanaman yang hidupnya hanya sekali panen seperti padi, gandum, dll. Begitu berbuah, mereka langsung mati, bahkan tanpa kita perlu memotongnya. Jadi memotong tanaman-tanaman seperti ini menimbulkan sedikit dosa atau bahkan tidak berdosa sama sekali. Banyak tanaman lain juga berbuah seperti mangga, jeruk, kelapa, dsb. yang tidak perlu dimatikan bila kita memetik buahnya. Maka memetik buah juga tidak menimbulkan dosa. Dengan demikian makanan vegetarian lebih sedikit menimbulkan dosa. Lebih jauh lagi, makanan seperti itu sudah cukup untuk kita hidup, makanan berdaging adalah suatu kemewahan dan kita tentu dapat menghindarinya. Makanan berdaging menimbulkan dosa karena untuk mendapatkannya kita tidak mungkin tidak membunuh hewan. Kita pasti harus menyiksa dan mematikannya.

VEGETARIAN THALI
Vegetarian adalah gaya hidup terbaik di India, terutama bagi kesehatan kantong anda (1 rupee sekitar 200 rupiah)
Vegetarian thali: Rs 12.50

Non-vegetarian thali: Rs 22
dua kali lipat!
Sada dosa: Rs 2.50

Masala dosa: Rs 4 Dal (assorted): Rs 1.50
Soup with one slice: Rs 5.50

Four chapatis: Rs 2

Boiled rice: Rs 2
keterangan:
thali arti sebenarnya nampan, ini istilah untuk hidangan macam-macam yang lengkap, sejenis nasi campur di Indonesia.
dosa adalah nama makanan seperti dadar gulung atau kulit loenpia Semarang. Ada yang berbumbu (masala) ada yang tidak (sada). Jadi cuma di India kita bisa makan dosa sebanyak-banyaknya
dari: Churumuri.wordpress.com (17/08/09)

Sekarang kita juga harus tahu kenapa beberapa tindakan itu bisa menimbulkan dosa. Setiap bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, manusia, dsb.) datang ke dunia ini untuk melaksanakan daya upaya spiritual (sadhana). Demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik, sampai akhirnya mencapai pembebasan (moksa). Kapanpun sadhana itu dibuat menjadi lebih singkat secara tidak wajar (dipaksa mengakhiri sadhana), maka itu menjadi tindakan berdosa. Bagi tumbuhan tidak terdapat sadhana yang terlampau tinggi. Mereka hampir tidak dapat melakukan sadhana apapun secara mental maupun fisik. Jadi apabila kita memotongnya kita tidak melakukan sesuatu yang jahat terhadap sadhananya maupun mengurangi kesempatan mereka melakukan sadhana. Jadi hal demikian bukanlah dosa. Tetapi hewan dapat saja melakukan sejumlah besar sadhana secara fisik maupun secara mental. Dengan membunuhnya kita memotong masa hidupnya dan kesempatannya untuk melaksanakan sadhana dalam rangka mencapai evolusi spiritual yang lebih tinggi, sampai mencapai moksa. Jadi hal inilah yang mengakibatkan dosa.

Lebih jauh lagi dapat kita tambahkan bahwa dalam hal ini melakukan bunuh diri juga dosa. Padahal tidak ada yang rugi, toh? Cuma diri sendiri saja yang mati. Tetapi kita mesti ingat bahwa Tuhan telah memberikan kita tubuh dan hidup yang luarbiasa ini untuk melakukan sadhana dan menggapai kesempurnaan. Bila kita membuangnya begitu saja, itu merupakan pengingkaran kepada Tuhan dan suatu penghinaan. Jadi bunuh diri juga dosa. Maka dari itu secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan yang dapat memotong sadhana seseorang adalah dosa, dan menjadi vegetarian dapat memperkecil kemungkinan berbuat dosa.

Beberapa orang berpendapat bahwa binatang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mereka mendapat peningkatan dengan cara dikorbankan oleh manusia, karena mereka sendiri tidak mampu melaksanakan sadhana. Tidak benar begitu. Memang benar mereka tidak bisa melakukannya sebaik manusia. Mereka bersadhana dengan aktivitas mental. Tidakkah kita melihat ada berbagai tingkah laku hewan yang berbeda-beda bahkan antara jenis yang sama sekalipun, seperti antar kucing, antar anjing, atau antar sapi?! Beberapa lembut, beberapa ganas, beberapa sangat sensitif dan bisa menyayangi. Ini adalah karena sadhana mental mereka. Pada bayi kecil yang belum bisa “berpikir” juga bisa kita lihat ada perbedaan. Kami sudah pernah lihat seorang bayi berusia 2 tahun yang lucu di Bombay. Dia mencintai Tuhan Sri Krishna melebihi segala-galanya. Saat tidur dia memeluk erat Rupa Krishna. Dia tidak mau minum susu yang tidak dipersembahkan kepada Krishna, selalu ingin mendengar cerita tentang Krishna-lila, dan selalu ingin menonton Krishna-puja. Sungguh mengejutkan. Padahal bayi sekecil itu masih hampir seperti hewan saja. Semua itu karena samskaranya terdahulu, impresi mental. Begitu pula yang terjadi pada hewan.

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking