Kamis, 25 Februari 2010

PERHATIKAN JIWANYA!

Hindu seperti yang telah kita pahami sebenarnya adalah Sanatana Dharma yang berdasarkan atas ajaran Veda. Sanatana Dharma sendiri merupakan fungsi roh yang kekal, sehingga sesungguhnya penampakan luar atau jasmaniah tidaklah seberapa penting dalam Hindu. Penerapan ajaran Veda atau agama Hindu dapat berkembang sesuai dengan keadaan di tempat dia tumbuh, sekalipun prinsip-prinsip yang mendasarinya tetap sama.

Sebagai contoh seorang pemuda yang jatuh cinta dengan seorang gadis bisa saja mengungkapkan perasaannya dengan cara yang berbeda-beda. Masing-masing orang tidaklah sama. Ada yang mengungkapkannya dengan memberi setangkai mawar, ada yang memberi isi seluruh toko kembang, ada yang mengarang puisi atau menyanyikan lagu, dan sebagainya. Ungkapan cinta juga bisa diberikan dengan mempersembahkan sesuatu yang menurut kita paling baik dan indah. Tentu saja batasan yang terbaik dan terindah ini sangat relatif, berbeda masing-masing bangsa, masing-masing suku, masing-masing keluarga, bahkan masing-masing individu. Tetapi esensi dari cinta itu tetap sama. Di manapun juga cinta adalah cinta yang sama. Inilah yang diajarkan oleh Veda. Hindu mengijinkan umatnya mengembangkan potensi pribadinya sendiri setinggi-tingginya. Standarisasi bukan dalam hal eksternal tetapi menyatukan pandangan secara internal atau batiniah.

Sebenarnya bukan saja Hindu di India tampak berbeda dengan di tempat lain, bahkan tradisi Hindu di India Utara dengan Selatan saja sudah cukup berbeda. Sebagai contoh lagi dalam sejarah kita ketahui di kala India berada dalam masa kelam di bawah penjajahan bangsa-bangsa dan agama asing, India Selatan relatif tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi penuh tekanan ini. Kebudayaan Veda masih tumbuh dan berkembang dalam keindahan dan keasliannya yang sama sebagaimana beribu-ribu tahun yang lampau. Dengan adanya perlindungan kerajaan-kerajaan dan panglima-panglima perang Hindu yang cukup kuat, peradaban Veda yang suci tetap terjaga di India Selatan. Demikian pula hampir semua orang suci utama di jaman Kali, jaman kita ini, yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan ajaran Veda hingga hari ini, muncul dan hidup di India Selatan. Di antara mereka adalah para Nayanmar Saiva, Alvar Vaishnava, dan para Acharya. Sedangkan di Utara, tradisi Hindu telah menyesuaikan dengan pengaruh budaya bangsa lain yang pernah menjajah India dengan penuh tekanan. Kita tidak mendapatkan bentuk pemujaan yang penuh gegap gempita dan kemewahan seperti di Selatan. Di Utara kita bisa melihat Pura-pura Hindu yang berbentuk Haveli, seperti rumah orang kebanyakan.

KITA SEJIWA


Adalah salah apabila kita mengatakan berbagai sampradaya yang dirintis oleh para Jagadguru dan Acharya ini merupakan suatu perpecahan dalam tubuh Hindu atau Sanatana Dharma. Hindu juga bukanlah sekedar penggabungan (konglomerasi) secara sembarangan berbagai jenis tradisi dan ajaran rohani berbeda, dengan tujuan hanya untuk memperbesar kuantitas pengikut. Semua tradisi rohani yang beranekawarna, yang berkembang di India maupun yang tersebar luas di seluruh dunia, memang merupakan bagian dari Sanatana Dharma. Sekalipun wujud kasarnya berbeda, tetapi jiwa kehidupannya tetap sama, yaitu mengembangkan cintakasih rohani kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sanatana Dharma ini sungguh-sungguh menghormati keunikan relasi setiap roh dengan Tuhan, sekaligus juga membantu perkembangan potensi rohani kita setinggi-tingginya, cocok sesuai dengan keadaan yang kita butuhkan. Karena itu, sekalipun jiwa kehidupan Sanatana Dharma adalah satu, namun kita disediakan begitu banyak metode pendekatan yang sempurna sebagaimana dihadirkan oleh para Jagadguru-Acharya dan sampradayanya masing-masing.


Kata dharma dalam Veda diterjemahkan menjadi bermacam-macam. Dharma merupakan sesuatu yang menjadi satu dengan sang roh, kekal bersama roh, dia yang memberikan roh jati dirinya yang sejati. Tanpa dharma segala sesuatu bukanlah menjadi sebagaimana adanya (as it is). Seperti panas dari api atau terangnya cahaya memberikan jati diri bagi api dan juga cahaya. Tanpa panas, api bukanlah api dan tanpa terang, cahaya bukanlah cahaya. Panas dan terang merupakan dharma dari api dan cahaya. Demikian pula halnya dengan dharma bagi sang roh, adalah berkaitan langsung dengan jati diri sejatinya. Dharma bukanlah sesuatu yang dibuat-buat karena itu dia dapat disebut pula sebagai agama dalam pengertian seperti di atas. Jadi agama juga bukan merupakan suatu keadaan yang tidak alamiah, tidak dipaksa-paksakan. Dia merupakan pancaran sejati dari jati diri sang roh yang asli.


Makhluk hidup atau roh (atma), sang kesadaran yang menghidupkan, disebutkan sebagai pancaran kecil dari Parambrahman Bhagavan Sri Krishna, Kesadaran Yang Mahatinggi atau Tuhan. Semua roh ini memiliki hubungan sejati dengan Roh Tertinggi. Hubungan ini merupakan salah satu dari kebenaran yang paling mendasar, yang disebut sebagai sambandha-tattva. Pengetahuan mengenai hubungan ini disebut sambandha-jnana. Kebenaran selanjutnya adalah tindakan dalam hubungan tersebut. Apa yang seharusnya terjadi dalam hubungan itu, ini disebut abhideya-tattva, dan pengetahuan mengenai hal itu dikenal sebagai abhideya-jnana. Pada titik akhir sampailah kepada apa maksud dari hubungan itu. Apa yang menjadi tujuan tertinggi dari semuanya ini. Kebenaran mengenai tujuan tertinggi dikenal sebagai prayojana-tattva, dan mengetahui hal ini merupakan keinsafan terhadap prayojana-jnana. Bila seseorang merenungkan semua ini dalam-dalam dan juga melihat dari mata kitab-kitab suci yang diwahyukan, maka kita mendapatkan bahwa cinta merupakan penjelasan bagi ketiga kebenaran ini. Kita berhubungan dengan Tuhan melalui cinta, tindakan dalam hubungan itu adalah karya-karya dalam cinta, dan tujuan tertinggi segalanya adalah mencintai Tuhan dengan sepenuh-penuhnya. Cinta ini merupakan tujuan (sadhya) dan juga merupakan cara (sadhana) untuk mencapai tujuan itu. Cara yang sempurna adalah merupakan kesempurnaan itu sendiri, sadhana yang sejati juga merupakan sadhya yang tertinggi itu, bagaikan lingkaran yang tak terputuskan, tiada awal dan akhirnya, dan mahamutlak. Inilah kosep ketuhanan dan kerohanian yang sejati, yang dinyatakan oleh semua kitab suci dan oleh mereka yang tercerahkan.


Pengabdian cintakasih atau Bhakti merupakan jawaban sesungguhnya atas semuanya ini. Hanya dia yang mampu mengungkapkan kebenaran yang paling mendasar, karena dia merupakan kebenaran itu sendiri. Bhaktilah yang merupakan dharma sejati, agama yang asli bagi semua makhluk hidup. Bhaktilah yang mampu mengungkapkan ketiga kebenaran mendasar itu dengan sempurna. Agama sejati adalah yang mampu membawa roh dalam keinsafan seperti itu. Dapatlah kita simpulkan bahwa Bhakti adalah merupakan dharma sejati bagi sang roh. Bhakti bercahaya sebagai perwujudan jati diri sang roh yang sesungguhnya. Dia kekal bersama roh, dia merupakan sifat alamiahnya, karena hanya dalam Bhaktilah hubungan antara roh dengan Tuhan diungkapkan secara sempurna. Oleh karena itu dikatakan bahwa Bhakti merupakan jiwa kehidupan Sanatana Dharma.

Rabu, 24 Februari 2010

SEMUA ACHARYA SEJATI DALAM SAT-SAMPRADAYA HANYA MENYAMPAIKAN SATU KEBENARAN

Adi Sankaracharya

Sri Ramanujacharya turun dari Vaikuntha, jadi beliau menekankan bhakti kepada Vishnu, namun beliau juga menjelaskan tentang pemujaan kepada Bhagavan Sri Rama dan Bhagavan Krishna. Beliau menulis tentang Sri Rama dalam bukunya, Sri Rama Patal dan Sri Rama Rahasya. Nimbarkacharya turun dari Goloka-dhama, jadi beliau mengajarkan tentang devosi kepada Radha Krishna. Sankaracharya merupakan titisan Siva, yang adalah Tuhan dalam yoga dan pembebasan, dan beliau juga seorang pemuja Krishna yang taat, jadi Sankaracharya menjelaskan tentang jnana dan yoga, namun disisipi juga tentang bhakti seperti yang kita dapatkan dalam bagian akhir ajaran Aparoksha-anubhutinya. Sankaracharya kemudian menguraikan pemujaan Krishna secara terperinci dalam Prabodha-suddhakara. Goswami Tulsidas adalah seorang pemuja Bhagavan Sri Rama yang abadi, jadi beliau secara panjang lebar memuji dan menyembah Bhagavan Sri Rama dalam semua tulisannya. Tetapi dalam suatu bagian Vinaya-patrika, beliau menulis bahwa maya tidak dapat menipunya karena beliau telah memiliki Nanda-kumara (Krishna) dalam lubuk hatinya. Contoh-contoh ini merepresentasikan status rohani sesungguhnya (posisi ontologis) dari masing-masing Sants dan Acharya, sekaligus juga menunjukkan penyerahan diri yang bersifat internal kepada berbagai Wujud Rohani Tuhan Yang Maha Esa.

Sri Ramanujacharya

Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam berbagai bhasya (ulasan terhadap kitab suci) dari para Jagadguru atau Acharya ini bukanlah perbedaan atau pertentangan yang bersifat substansial. Mereka merupakan deskripsi dari Zat Illahi (divya-vastu) yang sama dengan suatu penyajian yang berbeda dan dengan pendekatan yang berbeda, dan terkadang mereka merupakan penjelasan yang lebih dalam lagi mengenai kebenaran rohani yang sama. Sebagai contoh, Sankaracharya mengatakan dalam bhasyanya bahwa Tuhan adalah impersonal (nirakar) dan maya hanyalah khayalan belaka. Sri Ramanujacharya tidaklah menolak keberadaan nirakar-brahman dan sifat mengkhayalkan dari maya, namun beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa nirakar-brahman merupakan salah satu aspek dari purushottam-brahman (Pribadi Tertinggi Tuhan) dan berada di dalam-Nya. Maya sendiri bukanlah khayalan, hanya efek atau hasil karyanyalah yang berupa khayalan, sedang maya merupakan kekuatan yang kekal dan tidak memiliki hidup (achit–lifeless). Jagadguru yang lain mengatakan bahwa roh merupakan bagian yang sangat kecil dari chit-shakti Tuhan. Jiva Goswami lebih lanjut mengungkapkan keadaan roh ini dan menjelaskan bahwa ada kekuatan (Tuhan) yang disebut jiva-shakti yang merupakan bagian dari chit-shakti. Roh sesungguhnya adalah suatu bagian yang sangat kecil dari jiva shakti tersebut. Nimbarkacharya dan Vallabhacharya memantapkan supremasi Krishna (aspek maskulin) tetapi mereka tidak sepenuhnya menjelaskan Ketuhanan Radharani (aspek feminin). Jiva Goswami dan Rupa Goswami lebih lanjut menjelaskan bahwa Radharani adalah jiwa Krishna dan kemutlakan dari kekuatan hladini (energi kebahagiaan Tuhan) yang merupakan kekuatan (shakti) personal utama dari Tuhan Tertinggi Krishna. Para Goswami kemudian juga menuliskan dalam Krishna-sandarbha, Priti-sandarbha, dan Ujjvala-nilamani suatu uraian yang terperinci mengenai keadaan-keadaan cinta rohani dan luapan kesukacitaan para gopi, Krishna, dan Radha sebagaimana mereka dilihat di Goloka-Vrindaban. Dengan demikian kita bisa melihat bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan substansial dalam ajaran para Jagadguru dan Acharya Sanatana Dharma. Semua ini merupakan deskripsi dari keberadaan rohani yang sama dalam gaya penulisan atau gaya pengajaran mereka yang khas dan sesuai dengan pengalaman pribadi mereka akan Tuhan.

Selasa, 23 Februari 2010

ORANG-ORANG SUCI HINDU DAN JASA-JASANYA YANG TAK TERBATAS


Para orang suci Hindu disebut Sadhu, Sants, Mahant, atau Bhagavata. Mereka yang mengajarkan pengetahuan keinsafan rohani kepada masyarakat luas juga disebut Guru atau Acharya. Mereka tidak saja mengajarkan secara teori tetapi juga melalui teladan pribadinya. Merekalah yang menjaga suksesi guru-murid yang tak terputuskan dari Tuhan dan para Acharya terdahulu sampai generasi yang sekarang. Para Sants, Sadhu dan Acharya adalah penjaga kelanjutan pewarisan dharma. Kaki padma mereka adalah tempat berlindung bagi semua jiva yang berkeinginan untuk mencapai kesempurnaan. Hindu masih tetap ada dan hidup segar hingga hari ini adalah karena mereka. Merekalah kepala dari seluruh masyarakat yang membangun tubuh Hindu. Setiap umat Hindu adalah murid yang dengan kerendahan hati memohon ajaran dari mereka. Ajaran mereka tiada lain adalah realisasi Veda itu sendiri dan merupakan kesempurnaan pengalaman rohani mereka di dalam jalan Veda.

Para orang suci (Sants) dan Acharya dari Bharatvarsha senantiasa menetapkan dan menjelaskan pokok-pokok pikiran devosional dan filosofis dari Upanishad, Gita, dan Bhagavatam, yang membentuk keseluruhan tubuh Sanatana Dharma. Tidak ada pertentangan-pertentangan dalam uraian mereka itu. Apabila kita melihat adanya sesuatu yang tampak bertentangan, itu hanyalah karena kurangnya penafsiran yang benar atau pengertian yang tepat dari kita sebagai pembaca, karena setiap Sants dan Acharya menguraikan teori Ketuhanan dalam gayanya sendiri, sehingga untuk memahaminya kita perlu mengerti gaya tulisan-tulisan mereka ini.

Satu hal yang mesti anda ketahui adalah, bahwa Tuhan yang telah merevelasikan kitab-kitab suci Sanatana Dharma, secara langsung atau melalui Brahma; adalah juga Tuhan yang mengutus pribadi-pribadi rohani dari tempat kediaman-Nya untuk datang ke planet bumi ini dan menegakkan Sanatana Dharma; dan adalah Tuhan pula yang mengungkapkan Kebahagiaan-Nya yang Sempurna dan mutlak, melalui lila rohani-Nya untuk menunjukkan jalan bhakti (lila atau permainan sukacita rohani, menurut Sanatana Dharma merupakan bentuk ekspresi relasi Tuhan secara khusus dengan para pemuja-Nya). Bhakti inilah yang merupakan jiwa kehidupan dan intisari dari Sanatana Dharma dan semua pustaka suci. Dengan demikian, Sanatana Dharma yang abadi diciptakan oleh Tuhan, dihadirkan oleh Tuhan, ditegakkan, diajarkan dan disebarluaskan oleh rekan-rekan kekal Tuhan (para Sants dan Acharya).

Inilah yang menjadi alasan mengapa semua tulisan-tulisan rohani dari para Acharya dan Sants berada dalam keserasian sempurna dengan Upanishad, Gita, dan Bhagavatam (mewakili Prasthanatraya: sruti, smriti, dan nyaya atau sutra. Bhagavatam diterima sebagai smriti-purana dan juga nyayasastra karena merupakan ulasan atau bhasya atas Brahmasutra). Semua nama dan rupa Tuhan, dan juga filsafat untuk menginsafi Tuhan yang mereka jelaskan, sebenarnya sudah ada dalam Pustaka Suci (Veda). Tetapi beliau-beliau ini kemudian lebih lanjut menyederhanakan jalan pengabdian kepada Tuhan dan memperluas bahan-bahan yang bersifat devosional dengan mengungkapkan, misalnya lila Radha Krishna, sedikit lebih banyak daripada yang telah diulas dalam Upanishad, Purana, dan Bhagavatam.

Perbedaan-perbedaan yang tampak dalam tulisan-tulisan mereka dan ajaran-ajarannya merupakan representasi dari ketidakterbatasan wujud Tuhan, dan perbedaan-perbedaan ini berhubungan dengan status rohani sesungguhnya dari pribadi-pribadi yang mengungkapkannya. Hal tersebut juga merepresentasikan kebenaran ini, yaitu bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki semua wujud yang tak terbatas. Demikianlah keyakinan penganut Sanatana Dharma terhadap ajaran para Sant dan Acharya yang berbeda-beda dalam tubuh tunggal Dharma kita ini.

Selasa, 09 Februari 2010

Bukan Sekedar Jenis Kelamin

Sri Jahnava Mata, ketika Sriman Mahaprabhu dan para Goswami senior telah kembali ke dunia rohani, beliaulah yang menjadi otoritas utama dan tokoh rohani yang paling dimuliakan dalam Sri Goudiya Sampradaya

Pada satu bagian sastra suci Vaishnava otoritatif seperti Sri Lakshmi Tantra kedudukan seorang wanita begitu dimuliakan. Semua wanita merupakan tempat bersemayamnya kekuatan rohani Sri Mahalakshmi dan merupakan perwujudan Mahalakshmi di dunia ini. Tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan dan seperti kita memuliakan semua sungai suci seperti Sarasvati, Ganga, dan sebagainya, maka demikian pula hendaknya kita memandang setiap perempuan sebagai yang tak ternoda. Tetapi pada Sri Kapila-gitam, yang merupakan bagian dari Srimad Bhagavatam, sebagai kitab suci yang paling dimuliakan oleh para Vaishnava, bahkan disebut Grantharajan atau Raja semua sastra suci, pernyataan sebaliknya justru ditemukan. Sri Kapila-avataran bersabda pada Devahuti, “Wahai Ibunda! Lihatlah olehmu kebingungan yang ditimbulkan oleh kekuatan-Ku yang mengkhayalkan dalam bentuk seorang wanita. Dia dapat menjerumuskan bahkan seorang penakluk dunia yang paling mulia dan terkendali sekalipun, hanya dengan satu kerlingan matanya. Mereka yang ingin mendapatkan Sri Krishna, yang berada di puncak semua sadhana-bhakti-yoga, janganlah pernah bergaul dengan perempuan. Karena para bijak dan yang mengetahui kebenaran (tattva-vit) telah menjelaskan perempuan sebagai jalan pasti menuju neraka (niraya-dvaram)! Berhati-hatilah karena dia bagaikan sumur yang tertutup rerumputan. Dia selalu dinyatakan sebagai pintu neraka yang terbuka lebar.” Betapa mengagetkannya melihat dua pernyataan yang sangat bertolak belakang. Satu mengatakan perempuan adalah yang suci tak ternoda, sedangkan satunya lagi mengatakan perempuan adalah pintu gerbang neraka dan sumur tertutup rumput yang siap menjerumuskan siapa saja yang tidak berhati-hati. Akan lebih mengejutkan lagi, karena Kapila-avataran menyampaikan hal-hal buruk tentang perempuan ini di hadapan Devahuti, yang adalah ibu-Nya dalam Inkarnasi ini. Sri Lakshmi Tantra sebagai contoh adalah termasuk sastra suci Agamika atau Pancaratrika yang memiliki status sama dengan Sruti. Lalu Grantharajan Srimad Bhagavatam adalah digolongkan Pauranika-sastram (sastra suci yang tergolong Purana). Jadi beberapa orang di luar Sat-sampradayam akan mengatakan dengan mudah, “Pernyataan Sruti lebih tinggi dari Purana, karena itu, sekalipun diucapkan oleh seorang Avatara seperti Sri Kapiladeva, maka pernyataannya harus gugur.”

Emansipasi wanita adalah nilai yang saat ini sangat dijunjung oleh masyarakat kita, dan sejauh kita perhatikan juga sangat sejalan dengan hak asasi manusia. Sungguh memalukan jika ada ajaran Hindu yang merendahkan perempuan. Jadi solusi yang diberikan di luar Sat-sampradayam adalah buang saja pernyataan Grantharajan. Kebetulan juga Grantharajan tergolong Purana dan kita sudah dapatkan pernyataan yang menentangnya dari Sruti dan Pancaratrika-agama! Maka Grantharajan pun digugurkan otoritasnya, bukan oleh Sruti, tetapi sebenarnya oleh ide emansipasi wanita dan ide kesejajaran gender. Apabila satu ide yang dirumuskan oleh manusia dapat menggugurkan pernyataan sastra suci, sekalipun itu bukan tergolong Sruti-sastra, maka kita berhak mengedit semua bagian Pustaka Suci Veda! Bila 30% merendahkan wanita, 60% memuliakan wanita, dan 10% abstain, maka kita boleh buang yang 10%, apalagi yang 30%, harus diabaikan! Juga ada pemegang veto bernama Sruti. Bila 55% saja pernyataan Sruti mendukung, maka sisanya yang menyatakan lain juga boleh dibuang. Sayangnya, Pustaka Suci Veda bukan parlemen yang berdasarkan demokrasi pemungutan suara. Bila kita menerima semua pernyataan sastra adalah benar dan tidak boleh gugur maka itu juga tidak selesaikan masalah. Bagaimana memahami bahwa perempuan yang adalah Devi-svarupi (wujud nyata Sang Devi) juga adalah Niraya-dvaram (pintu gerbang neraka)?

Kami membawa masalah ini kepada Sad-acharyan yang adalah permata dalam Sat-sampradayam. Srimad Vedanta Desikan menyatakan bahwa dalam Vaishnava-sat-sampradayam tidak boleh ada kontradiksi antar pernyataan sastra Suci. Sri Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja adalah Sad-acharyan dalam Sri Goudiya Vaishnava. Apakah yang beliau katakan tentang perempuan? “Laki-laki juga adalah perempuan!” Apa maksudnya?

Srila Prabhupadaji Maharaja

Dalam Bhagavata-upadesham beliau di Vrindaban, 1 September 1975, Srila Prabhupadaji Maharaja menyatakan, “Pelatihan ini (sadhana) adalah bagaimana melatihnya menjadi seorang brahmana, dengan sifat samo, dama, tapo, sauca, dsb. Tetapi kemajuan akan dihalangi oleh keterikatan pada wanita. Oleh karena itu menurut peradaban Veda, perempuan diterima sebagai halangan (virodhi) bagi kemajuan rohani. Dasar seluruh peradaban ini adalah bagaimana untuk menghindari… Perempuan… Jangan kalian pikir hanya perempuan yang adalah perempuan. Laki-laki juga adalah perempuan. Jangan pikir hanya perempuan yang disalahkan; laki-laki tidak. Perempuan berarti dinikmati dan laki-laki berarti yang menikmati. Jadi sesungguhnya perasaan ini, perasaan inilah yang disalahkan. Bila saya melihat seorang wanita untuk dinikmati, maka saya adalah laki-laki. Bila seorang perempuan melihat laki-laki untuk dinikmati, maka dia juga adalah laki-laki. Jadi siapapun yang memiliki perasaan ingin menikmati, dialah laki-laki. Jadi di sini kedua jenis kelamin berencana, bagaimana saya bisa menikmatinya? Maka dia purusha, secara mengada-ada. Namun sesungguhnya, sejatinya, kita semua adalah prakruthi, jiva, laki-laki atau perempuan sama saja. Ini hanyalah semata pakaian luar…”

Hal ini akan semakin mudah dipahami bila kita tahu istilah apa yang digunakan untuk menyatakan laki-laki atau perempuan dalam Sanskrit, jadi dalam Veda. Laki-laki disebut purushan, yang artinya penikmat, dan perempuan disebut stri atau prakruthi, yang dinikmati. Tuhan adalah Penikmat Tertinggi atas segalanya, karena semua ini adalah berasal dari Beliau, dan adalah milik Beliau. Karena itu Beliau adalah Purushottaman, hadir sebagai prinsip kelaki-lakian tertinggi. Lalu semuanya terwujud melalui emenasi shakti Beliau. Tuhan adalah sarva-shaktiman, sumber semua shakti. Shakti memancar dari Shaktiman demi memberikan kenikmatan bagi Beliau, jadi shakti yang dinikmati oleh Tuhan bersifat perempuan. Adya-shakti adalah mula-prakruthi, prinsip kewanitaan yang paling awal, hadir dalam rupa perempuan.

Bagaimana dengan kita? Bukankah kita tergolong jadi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Itu hanyalah lahiriah belaka. Tetapi sesungguhnya semua adalah jivatma. Begitu kata semua Veda. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan, yang benar hanyalah atma. Sebagai jivatma kita semua adalah manifestasi dari shakti. Kita adalah “yang dinikmati”. Kata lain untuk perempuan adalah yosit. Sri Srila Gurudeva Goura Govinda Swami menyatakan bahwa yosit berarti “dia yang dinikmati”. Permasalahan ada di sini. Baik Srila Prabhupadaji Maharaja maupun Srila Gurudeva menyatakan dengan tegas bahwa pemikiran untuk menikmati inilah yang bermasalah. Oleh karena itu Sri Kapila-avataran bersabda, “Jangan bergaul dengan perempuan, yosit-sangam tyajeta!”

Srila Gour Govinda Swami Maharaja

Jangan melihat perempuan sebagai sumber kenikmatan yang harus dieksploitasi. Jangan melihatnya sebagai pemuas nafsu keinginan duniawi. Dengan menempatkan diri secara tidak wajar sebagai purushan, sang penikmat, lalu bergaul dengan perempuan sebagai yang dinikmati, maka inilah gerbang pasti yang terbuka lebar menuju kehidupan penuh penderitaan. Inilah sumber semua kejatuhan rohani dan penderitaan dalam samsara-samudram, lautan dukacita kesengsaraan duniawi. Selama kita bergaul dengan cara ini maka tidak akan ada kemajuan rohani dan semua sadhana menjadi sia-sia. Pahamilah makna ini. Lalu ketahuilah bahwa semuanya adalah atma. Sang diri sejati bukan laki-laki atau perempuan. Maka dari itu janganlah berpikir bahwa satu ada demi memberi kenikmatan bagi yang lain. Satu ada untuk memuaskan dan dipuaskan oleh yang lain. Janganlah berpikir untuk saling mengeksploitasi, karena sesungguhnya semua adalah manifestasi dan emenasi yang sama dari Adya-shakti, Sri Mahalakshmi, dan adalah Prakruthi. Semuanya hanyalah dimaksudkan semata bagi pelayanan kepada Sri Purushottaman yang adalah Sarva-shaktiman. Oleh karena shakti-shaktimatayor-abhedah, kekuatan dan sumber segala kekuatan sesungguhnya tiada berbeda, maka Sri Mahalakshmi dan Sri Narayana adalah Satu Kebenaran Mutlak Yang Tunggal. Srimannarayana adalah sumber sekaligus pusat segalanya dan segalanya hanyalah dimaksudkan untuk Beliau. Bergaullah satu sama lain dan pandanglah satu sama lain dengan pemahaman seperti ini. Hiduplah bersama seperti ini. Itulah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh semua Veda dan diajarkan oleh semua Vaishnava-sat-sampradayam.

Jadi dalam Vaishnava-sat-sampradayam semua pernyataan sastra suci bersepakat bahwa kaum laki-laki haruslah menghormati perempuan. Jangan berpikir dirinya adalah sang penikmat yang berhak mengeksploitasi perempuan demi memberi kenikmatan bagi dirinya. Sekali dia berpikir begini maka perempuan akan menjadi pintu gerbang terbuka lebar yang pasti akan mengantarkannya menuju neraka. Sebaliknya perempuan juga tidak boleh berpikir demikian terhadap laki-laki. Lebih lanjut, kedua pihak janganlah saling mengeksploitasi demi kenikmatan masing-masing.

Veda-dharma ini adalah jalan hidup yang benar. Tidakkah Sri Rayaru (Sri Raghavendra Tirtharu) juga berkata, “Tuhan telah memberi hidup manusia yang berharga untuk belajar. Mempelajari untuk hidup benar, karena tanpa hidup benar tak akan ada pemikiran benar. Pemikiran yang tidak benar akan membawa kepada perkataan, dan juga tingkah laku dalam ketidakbenaran. Belajarlah hidup benar melalui sastra suci di bawah bimbingan Sad-acharyan, guru kerohanian yang terpercaya, yang merupakan harta tak ternilai di seluruh alam semesta ini. Itulah pelita pemandumu agar dapat melangkah di jalan kebenaran.”

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking