Senin, 23 Mei 2011

AIR

Agama Hindu di Indonesia, terutama di Bali, pernah dikenal atau disebut dengan Agama Tirtha atau “Agama Air”. Ini karena begitu intensnya penggunaan Air (suci) dalam semua upacara keagamaan dan juga dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat sehari-harinya. Bila diperhatikan hampir pasti atau bahkan selalu akan kita dapatkan air dipercikkan. Sekilas ini tampak berlawanan dengan agama Veda awal yang sering disebut oleh orang-orang justru sebagai “agama api”. Hal ini juga disebabkan karena hampir semua upacara pengorbanan (yajna) dalam Veda adalah Homam atau upacara api suci. Pusat kehidupan dalam masyarakat Veda adalah tungku Homam, tempat dipujanya para Devata dan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yajnapurusha melalui Agnihotra. Bahkan disebutkan bahwa pengantara utama antara manusia dengan para deva adalah Agni, Api. Mantra-mantra Veda dimulai dengan …agnimile purohitam…, dst. Sukta terpenting dalam Veda, Sri Purusha-sukta, menunjukkan bahwa bahkan alam semesta diciptakan melalui Yajna, terutama api suci. Begitu pula mantra persembahan yang terkenal …brahma-arpanam brahma-havir brahma-agnau… jelas menunjukkan bahwa upacara api suci, Homa, atau Agnihotra adalah bentuk upacara Veda terpenting. Lalu bagaimana dengan agama Hindu yang mengutamakan penggunaan Air? Apakah tidak sesuai dengan Veda?

Ada suatu bagian dalam Veda, Rik Taittiriya-aranyakam yang disebut Surya Namaskara Prashnam yang memiliki 32 Anuvakam (bagian). Anuvaka ke-22 memuat yang dikenal sebagai Mantra Pushpam, yang terdiri dari 12 Mantra (Pancasat). Mantra Pushpam ini memiliki kedudukan yang sangat penting sampai saat ini dalam masyarakat penganut Veda. Baik dalam upacara Homam tradisional maupun pemujaan umum di Pura dengan kehadiran Archa, dsb. mantra-mantra ini selalu diucapkan. Boleh dikatakan tidak ada upacara tradisional Veda tanpa pengucapan Mantra Pushpam . Rangkaian pertama dari Mantra Pushpam adalah Pancasat ke 78-84. Yang ke dua adalah Pancasat 85 dan 86, bersama dengan rangkaian ke tiga yaitu Pancasat 87-89, berhubungan dengan pelaksanaan Yajna yang disebut Aruna Ketuka Sayanam. Mantra-mantra dari rangkaian pertama (Rik 78-84) mengungkapkan kepada kita bahwa APAH (Air) adalah merupakan dasar yang menyokong (adharam) dan prinsip yang mengandung (adheyam) bagi semua unit waktu (Kala) beserta semua ciptaan termasuk juga Prana (energi kehidupan), segala jenis tanaman pangan, Tattva-tattva, dan Chanda atau bentuk-bentuk susunan mantra seperti Gayatri, Anustuph, dsb. Rik-rik ini (78-84) menyatakan bahwa orang yang bermeditasi pada Air, Jalam atau Apah sebagai “personifikasi semua Devata”, Sarva Devata Svarupam (dengan demikian berarti bermeditasi kepada Tuhan yang hadir dalam Air), akan memperoleh segala yang baik sebagai hasilnya.
Ada disebutkan pula dalam Veda Taittiriya Samhita, “apohista mayoh bhuvastha na urjeh dhadatana – apoh janayata ca nah, Wahai Apah, Engkau adalah yang menganugerahkan kebahagiaan, maka anugerahilah kami dengan makanan (hidup) dan penglihatan yang agung serta indah (dari Kebenaran Tertinggi). Jadikanlah kami turut berbahagia dalam kebahagiaan-Mu dalam hidup saat ini juga. Setelahnya semoga kami mencapai kediaman-Mu yang penuh kenikmatan.” Rik ini menunjukkan bagaimana Air (Apah) dipuja sebagai Sarva Devata Svarupa dan identik dengan Tuhan Sendiri. Uttararchika Saman (Bagian ke dua dari Samaveda Samhita) kembali secara khusus menyatakan hubungan antara Apah dan anugerah yang kita peroleh dengan memahaminya sebagai Sarva Devata Svarupam. “Wahai Air, Engkau menghapuskan segala noda dan demi menyucikan diri dari segala noda kami menghampiri-Mu. Anugerahilah kami keturunan yang mampu memanfaatkan Air dengan benar”(Saman ke-1839). Bagi para Jnani, Air bukan sekedar pemuas dahaga dan pembersih kekotoran badan, namun memiliki prinsip Ketuhanan yang terkandung di dalamnya.
Berkaitan dengan peran penting Agni dalam Veda seperti yang umumnya kita ketahui, maka Atharva (Anuvaka ke-5, 20.2) mengungkapkan hubungan antara Agni dengan Apah, “Semua Agni bersemayam dalam Air (seperti Vadava-analam/panas bumi dalam lautan, petir dalam awan hujan, panas dalam pencernaan manusia, panas yang mematangkan buah-buahan, dsb) – semoga semua api ini dimanfaatkan dengan benar”. Jadi bahkan Api/Agni terkandung dan berhubungan erat dengan Air. Bila kita kembali ke Mantra Pushpam, maka pancasat ke-84 memvisualisasikan seluruh alam semesta sebagai sebuah kapal besar yang mengarungi lautan Air yang mahaluas. Seluruh alam semesta disokong oleh Air yang merupakan Sarva Devata Svarupa dan masuk ke dalam Purusa sebagai sumbernya. Seorang Upasaka yang memahami kebenaran sejati yang terkandung dalam Air sedemikian rupa disebut Sthitaprajna yang akan memperoleh anugerah menjadi Pushpavan (dilimpahi kehormatan dan kemuliaan), Prajavan (memperoleh keturunan yang baik), dan Pasuman (memiliki banyak ternak).
Sebelumnya kita diberikan gambaran bagaimana seorang jiwa yang telah sangat maju rohaninya mampu memahami hubungan kosmis yang menyatukan segalanya sebagai emenasi Tuhan Tertinggi, sebagaimana proses penciptaan diuraikan dalam Purusha-suktam. Setelah itu dijelaskan hubungan air dengan seluruh alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Pancasat berikutnya menyatakan, “Segenap alam semesta ini berakar dalam Air. Intisari (rasam) dari Air bercahaya, rasam itu terwujud sebagai sinar putih dari orbit matahari. Hamba mengumpulkan rasam ini dan menghaturkannya dalam wadah-wadah air yang suci.” Kata rasam dalam bahasa Sanskrit dapat berarti bermacam-macam. Di sini menyatakan intisari kehidupan, yang memberikan kekuatan hidup, dan intisari itu terkandung dalam air. Mantra ini dilantunkan saat menghaturkan Soma-rasam kepada para Deva dalam suatu upacara Veda yang disebut Soma-yajna. Perasan Soma (ekstrak) adalah kekuatan kehidupan yang kekal. Ketika kekuatan ini dihubungkan dengan Air, dia divisualisasikan sebagai sinar putih matahari yang kemudian disalurkan ke dalam kumbham, periuk wadah Air Suci. Dengan menyatakan bahwa akar seluruh dunia adalah Air, maka ditegaskan kembali bahwa intisari kekuatan dalam airlah yang mewujudkan seluruh dunia ini. Dari manakah sumbernya? Secara mental Surya Mandala, bulatan matahari, adalah tempat bersemayamnya intisari ini. Tuhan Yang Maha Esa, Parabrahman, kemudian dipahami sebagai sumber energi matahari dan juga secara rohani hadir sebagai Jiwa Utama dari matahari, Surya-narayana. Oleh karena itu, upasaka yang memahami Tuhan sebagai yang divisualisasikan bersemayam dalam Surya-mandala, memahami pula sumber dari rasam yang terkandung dalam Air, setelah itu dia juga mampu memeras dan mengumpulkannya dalam wadah suci. Dengan demikian Air ini diberkati dengan intisari kekuatan kehidupan.
Keseluruhan proses demikian disebut Yajna Aruna Ketuka Sayanam. Siapapun yang melaksanakan Yajna ini dengan tepat, maka dia akan “kembali menyatu dengan matahari”, Surya Sayujyam. Maknanya adalah dia akan kembali kepada Sang Sumber Segalanya, Tuhan Tertinggi yang divisualisasikan bersemayam dalam Surya Mandala. Dia yang memuja Aruna Ketuka Agni, memahami-Nya sebagai intisari dari Air, diberkati dengan kata “Mithunavan bhavati”, yaitu akan memperoleh kebahagiaan di masa kehidupannya di dunia saat ini dan juga setelahnya. Keseluruhan bagian Veda ini menunjukkan bahwa praktik keagamaan yang memusatkan pada air, sesungguhnya tidak berbeda dari yang berpusat pada api. Terlebih lagi ditunjukkan hubungan istimewa antara Surya dengan Air. Mengingat bahwa agama Hindu yang berkembang di Indonesia, khususnya di Bali, memang memiliki corak berpusat pada Surya, maka sebenarnya dengan merujuk pada sumber-sumber asli Veda ini sangatlah tidak mengherankan jika air memegang peranan yang amat penting. Pelaksanaan Surya-sevana dan “pembuatan air suci” oleh para Sulinggih kita sungguh mencerminkan praktik rohani (upashana) dari bagian Veda ini.

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking