Selasa, 20 Oktober 2009

Perilaku Diskriminatif Terhadap Perempuan dalam Masyarakat Hindu adalah Adharmika

Sri Kapila dan Bunda Devahuti

Pada satu bagian sastra suci Vaishnava otoritatif seperti Sri Lakshmi Tantra kedudukan seorang wanita begitu dimuliakan. Semua wanita merupakan tempat bersemayamnya kekuatan rohani Sri Mahalakshmi dan merupakan perwujudan Mahalakshmi di dunia ini. Tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan dan seperti kita memuliakan semua sungai suci seperti Sarasvati, Ganga, dan sebagainya, maka demikian pula hendaknya kita memandang setiap perempuan sebagai yang tak ternoda. Tetapi pada Sri Kapila-gitam, yang merupakan bagian dari Srimad Bhagavatam, sebagai kitab suci yang paling dimuliakan oleh para Vaishnava, bahkan disebut Grantharajan atau Raja semua sastra suci, pernyataan sebaliknya justru ditemukan. Sri Kapila-avataran bersabda pada Devahuti, “Wahai Ibunda! Lihatlah olehmu kebingungan yang ditimbulkan oleh kekuatan-Ku yang mengkhayalkan dalam bentuk seorang wanita. Dia dapat menjerumuskan bahkan seorang penakluk dunia yang paling mulia dan terkendali sekalipun, hanya dengan satu kerlingan matanya. Mereka yang ingin mendapatkan Sri Krishna, yang berada di puncak semua sadhana-bhakti-yoga, janganlah pernah bergaul dengan perempuan. Karena para bijak dan yang mengetahui kebenaran (tattva-vit) telah menjelaskan perempuan sebagai jalan pasti menuju neraka (niraya-dvaram)! Berhati-hatilah karena dia bagaikan sumur yang tertutup rerumputan. Dia selalu dinyatakan sebagai pintu neraka yang terbuka lebar.” Betapa mengagetkannya melihat dua pernyataan yang sangat bertolak belakang. Satu mengatakan perempuan adalah yang suci tak ternoda, sedangkan satunya lagi mengatakan perempuan adalah pintu gerbang neraka dan sumur tertutup rumput yang siap menjerumuskan siapa saja yang tidak berhati-hati. Akan lebih mengejutkan lagi, karena Kapila-avataran menyampaikan hal-hal buruk tentang perempuan ini di hadapan Devahuti, yang adalah ibu-Nya dalam Inkarnasi ini. Sri Lakshmi Tantra sebagai contoh adalah termasuk sastra suci Agamika atau Pancaratrika yang memiliki status sama dengan Sruti. Lalu Grantharajan Srimad Bhagavatam adalah digolongkan Pauranika-sastram (sastra suci yang tergolong Purana). Jadi beberapa orang di luar Sat-sampradayam akan mengatakan dengan mudah, “Pernyataan Sruti lebih tinggi dari Purana, karena itu, sekalipun diucapkan oleh seorang Avatara seperti Sri Kapiladeva, maka pernyataannya harus gugur.” Bagaimana memahami bahwa perempuan yang adalah Devi-svarupi (wujud nyata Sang Devi) juga adalah Niraya-dvaram (pintu gerbang neraka)?

Kami membawa masalah ini kepada Sad-acharyan yang adalah permata dalam Sat-sampradayam. Srimad Vedanta Desikan menyatakan bahwa dalam Vaishnava-sat-sampradayam tidak boleh ada kontradiksi antar pernyataan sastra Suci. Sri Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja adalah Sad-acharyan dalam Sri Goudiya Vaishnava. Apakah yang beliau katakan tentang perempuan? “Laki-laki juga adalah perempuan!” Apa maksudnya?

Dalam Bhagavata-upadesham beliau di Vrindaban, 1 September 1975, Srila Prabhupadaji Maharaja menyatakan, “Pelatihan ini (sadhana) adalah bagaimana melatihnya menjadi seorang brahmana, dengan sifat samo, dama, tapo, sauca, dsb. Tetapi kemajuan akan dihalangi oleh keterikatan pada wanita. Oleh karena itu menurut peradaban Veda, perempuan diterima sebagai halangan (virodhi) bagi kemajuan rohani. Dasar seluruh peradaban ini adalah bagaimana untuk menghindari… Perempuan… Jangan kalian pikir hanya perempuan yang adalah perempuan. Laki-laki juga adalah perempuan. Jangan pikir hanya perempuan yang disalahkan; laki-laki tidak. Perempuan berarti dinikmati dan laki-laki berarti yang menikmati. Jadi sesungguhnya perasaan ini, perasaan inilah yang disalahkan. Bila saya melihat seorang wanita untuk dinikmati, maka saya adalah laki-laki. Bila seorang perempuan melihat laki-laki untuk dinikmati, maka dia juga adalah laki-laki. Jadi siapapun yang memiliki perasaan ingin menikmati, dialah laki-laki. Jadi di sini kedua jenis kelamin berencana, bagaimana saya bisa menikmatinya? Maka dia purusha, secara mengada-ada. Namun sesungguhnya, sejatinya, kita semua adalah prakruthi, jiva, laki-laki atau perempuan sama saja. Ini hanyalah semata pakaian luar…”

Hal ini akan semakin mudah dipahami bila kita tahu istilah apa yang digunakan untuk menyatakan laki-laki atau perempuan dalam Sanskrit, jadi dalam Veda. Laki-laki disebut purushan, yang artinya penikmat, dan perempuan disebut stri atau prakruthi, yang dinikmati. Tuhan adalah Penikmat Tertinggi atas segalanya, karena semua ini adalah berasal dari Beliau, dan adalah milik Beliau. Karena itu Beliau adalah Purushottaman, hadir sebagai prinsip kelaki-lakian tertinggi. Lalu semuanya terwujud melalui emenasi shakti Beliau. Tuhan adalah sarva-shaktiman, sumber semua shakti. Shakti memancar dari Shaktiman demi memberikan kenikmatan bagi Beliau, jadi shakti yang dinikmati oleh Tuhan bersifat perempuan. Adya-shakti adalah mula-prakruthi, prinsip kewanitaan yang paling awal, hadir dalam rupa perempuan.

Bagaimana dengan kita? Bukankah kita tergolong jadi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Itu hanyalah lahiriah belaka. Tetapi sesungguhnya semua adalah jivatma. Begitu kata semua Veda. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan, yang benar hanyalah atma. Sebagai jivatma kita semua adalah manifestasi dari shakti. Kita adalah “yang dinikmati”. Kata lain untuk perempuan adalah yosit. Asmad-acharyapadam Sri Srila Gurudeva Goura Govinda Swamivaru menyatakan bahwa yosit berarti “dia yang dinikmati”. Permasalahan ada di sini. Baik Srila Prabhupadaji Maharaja maupun Srila Gurudeva menyatakan dengan tegas bahwa pemikiran untuk menikmati inilah yang bermasalah. Oleh karena itu Sri Kapila-avataran bersabda, “Jangan bergaul dengan perempuan, yosit-sangam tyajeta!”

Jangan melihat perempuan sebagai sumber kenikmatan yang harus dieksploitasi. Jangan melihatnya sebagai pemuas nafsu keinginan duniawi. Dengan menempatkan diri secara tidak wajar sebagai purushan, sang penikmat, lalu bergaul dengan perempuan sebagai yang dinikmati, maka inilah gerbang pasti yang terbuka lebar menuju kehidupan penuh penderitaan. Inilah sumber semua kejatuhan rohani dan penderitaan dalam samsara-samudram, lautan dukacita kesengsaraan duniawi. Selama kita bergaul dengan cara ini maka tidak akan ada kemajuan rohani dan semua sadhana menjadi sia-sia. Pahamilah makna ini. Lalu ketahuilah bahwa semuanya adalah atma. Sang diri sejati bukan laki-laki atau perempuan. Maka dari itu janganlah berpikir bahwa satu ada demi memberi kenikmatan bagi yang lain. Satu ada untuk memuaskan dan dipuaskan oleh yang lain. Janganlah berpikir untuk saling mengeksploitasi, karena sesungguhnya semua adalah manifestasi dan emenasi yang sama dari Adya-shakti, Sri Mahalakshmi, dan adalah Prakruthi. Semuanya hanyalah dimaksudkan semata bagi pelayanan kepada Sri Purushottaman yang adalah Sarva-shaktiman. Oleh karena shakti-shaktimatayor-abhedah, kekuatan dan sumber segala kekuatan sesungguhnya tiada berbeda, maka Sri Mahalakshmi dan Sri Narayana adalah Satu Kebenaran Mutlak Yang Tunggal. Srimannarayana adalah sumber sekaligus pusat segalanya dan segalanya hanyalah dimaksudkan untuk Beliau. Bergaullah satu sama lain dan pandanglah satu sama lain dengan pemahaman seperti ini. Hiduplah bersama seperti ini. Itulah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh semua Veda dan diajarkan oleh semua Vaishnava-sat-sampradayam.

Jadi dalam Vaishnava-sat-sampradayam semua pernyataan sastra suci bersepakat bahwa kaum laki-laki haruslah menghormati perempuan. Jangan berpikir dirinya adalah sang penikmat yang berhak mengeksploitasi perempuan demi memberi kenikmatan bagi dirinya. Sekali dia berpikir begini maka perempuan akan menjadi pintu gerbang terbuka lebar yang pasti akan mengantarkannya menuju neraka. Sebaliknya perempuan juga tidak boleh berpikir demikian terhadap laki-laki. Lebih lanjut, kedua pihak janganlah saling mengeksploitasi demi kenikmatan masing-masing.


Veda-dharma ini adalah jalan hidup yang benar. Tidakkah Sri Rayaru (Sri Raghavendra Tirtharu) juga berkata, “Tuhan telah memberi hidup manusia yang berharga untuk belajar. Mempelajari untuk hidup benar, karena tanpa hidup benar tak akan ada pemikiran benar. Pemikiran yang tidak benar akan membawa kepada perkataan, dan juga tingkah laku dalam ketidakbenaran. Belajarlah hidup benar melalui sastra suci di bawah bimbingan Sad-acharyan, guru kerohanian yang terpercaya, yang merupakan harta tak ternilai di seluruh alam semesta ini. Itulah pelita pemandumu agar dapat melangkah di jalan kebenaran.” Jadi dalam masyarakat Hindu adalah jauh lebih penting membina batin dan memperbaiki sikap pandang kita sendiri secara rohani, dibanding menghabiskan waktu untuk mengubah objek persepsi kita. Perempuan atau laki-laki bukan semata masalah perbedaan fisik lahiriah, namun adalah bagaimana kita menempatkan sesama dalam kedudukan yang luhur tanpa kehendak untuk saling menikmati, menuntut, dan memeras kesenangan semu darinya.

Sabtu, 17 Oktober 2009

Kaum Perempuan, Citra Agung Sang Devi


Sebuah pembahasan mengenai sebuah ajaran dalam Hindu tidak akan sempurna tanpa membahas kedudukan wanita dalam masyarakatnya. Bahkan mereka yang “terlahir” dalam Sampradayam, tak jarang sangatlah sedikit mendapat informasi mengenai apa yang disampaikan oleh sastra suci mengenai perempuan. Setiap orang yang telah berpengalaman tinggal beberapa saat di India Selatan akan dapat melihat betapa lebih besarnya kebebasan yang diberikan kepada kaum perempuan Selatan dibandingkan saudari-saudarinya di bagian Utara. Satu-satunya alasan sederhana yang menjelaskan perbedaan ini adalah karena di Utara, Muslim telah berkuasa selama lebih dari 6 abad sehingga mau tidak mau, cara atau budaya yang berkembang dalam masyarakat mereka mengenai kedudukan seorang perempuan di mata kaum laki-laki, juga mempengaruhi masyarakat Hindu di sana. Namun di bagian Selatan, agama Hindu masih tidak tersentuh oleh sikap-sikap mereka yang tidak sejalan dengan ajaran Dharma yang kita anut ini.

Utamanya sebagaimana kita ketahui dalam masyarakat Srivaishnava, kaum perempuan menikmati kebebasan yang luas. Mereka bertanggung jawab atas jalannya kehidupan rumah tangga dan dengan demikan juga meluas pada masyarakat secara umum. Kaum perempuan tidak dipaksakan untuk mengikuti atau melaksanakan ritual-ritual selain membantu suaminya menjalankan kewajiban keagamaan mereka sehari-hari. Perempuan juga berhak menerima inisiasi (diksha) Pancha-samskara, walaupun biasanya dilakukan bersamaan dengan suaminya atau sesaat sebelum melangsungkan pernikahan, namun selalu tersedia kesempatan serta dukungan untuk menerimanya langsung seorang diri! Potensi mereka dikembangkan seluas-luasnya dengan selalu menyemangatkan dan menyediakan fasilitas bagi mereka untuk membaca, mempelajari, dan melantunkan berbagai paasuram Divya-prabandha (mantra-mantra Veda Tamil yang memiliki peranan vital dalam masyarakat Srivaishnava). Para wanita juga selalu melaksanakan japa Mantra Tiga Rahasia Agung yang tersuci (Rahasyatraya).
Penghormatan yang besar juga diberikan sebagaimana ditunjukkan oleh mantra-mantra terpilih dari Sri Lakshmi Tantra berikut (Adhyaya 43: 61-72) mengenai perempuan dan kedudukan mereka dalam Tradisi Pancaratra. Sejauh mana pernyataan-pernyataan sastra suci ini diwujudkan dan diterapkan dalam masyarakat hendaknya selalu menjadi perhatian bagi kita bersama secara serius.

Sang Ibunda Semesta bersabda kepada Indra, raja para deva, “Seorang pria hanyalah bisa dikatakan punyam (memiliki kebajikan rohani) apabila dia bebas dari segala kegiatan berdosa, secara teguh berpegang pada ajaran-ajaran Pustaka Suci, melaksanakan perbuatan yang tidak dikutuk oleh kaum wanita dan yang dapat menyenangkan hati mereka.
Seorang yogi tidak boleh berbuat kesalahan kepada perempuan, baik dalam pikiran, melalui ucapan, maupun perbuatannya. Di manapun Aku berada, segala kesejatian (tattva) ada di sana. Di manapun Aku hadir, maka semua deva juga bersemayam di sana. Di manapun ada Aku, segala kebajikan ada di sana. Di manapun Aku bersemayam maka Krishna juga akan bertahta di tempat itu.
Akulah prinsip kewanitaan yang meresapi segala-galanya di alam semesta ini dan yang bersemayam dalam diri setiap perempuan. Dia yang bersalah pada kaum wanita, bersalah kepada-Ku, Lakshmi Sendiri, dan siapapun yang berdosa di hadapan Lakshmi, telah berdosa kepada seluruh alam semesta. Dia yang memiliki maksud-maksud jahat dan tidak terpuji kepada perempuan, sudah bersikap menghina dan merendahkan Aku Sendiri. Maka siapapun yang bermaksud jahat kepada-Ku, dia juga sudah berbuat kejahatan kepada seluruh alam semesta.
Mereka yang Kukasihi adalah yang hatinya bergembira ketika melihat kaum wanita bagaikan kegembiraan melihat indahnya cahaya rembulan, yang tidak pernah pula memendam maupun mengembangkan pemikiran-pemikiran atau prasangka jahat terhadap mereka. Sebagaimana tidaklah ada noda dosa pada Narayana maupun pada Diri-Ku, wahai engkau Indra, tidak pula pada seekor sapi, seorang brahmana dan seorang yang terpelajar dalam Vedanta. Maka tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan.
Inilah yang hendaknya engkau ketahui wahai Indra! Bagaikan Ganga, Sarasvati, dan juga Aruna, bebas dari segala ketidaksucian dan kejahatan, maka demikianlah halnya semua wanita harus dimuliakan sebagai yang tak ternoda.
Ketahuilah bahwa sejatinya Aku, Sang Ibunda bagi ketiga dunia, adalah dasar dari sifat kewanitaan, dan telah membuat kekuatan-Ku terwujud dalam diri kaum perempuan. Dengan demikian seorang wanita juga adalah ibu bagi ketiga alam, seorang dewi yang dipenuhi segala kelimpahan.
Setelah memahami wanita adalah perwujudan-Ku secara langsung, bagaimana mungkin seorang yogi dapat menghindari penghormatan kepada mereka? Seseorang tidak boleh menyakiti wanita, bahkan tidak boleh berpikir sekalipun untuk menyakiti wanita. Seorang yogi yang sungguh-sungguh ingin mencapai kesempurnaan yoga, harus selalu berusaha bertindak di jalan yang direstui kaum perempuan. Dia harus memandang semua wanita sebagai ibunya, sebagai sang dewi, sebagai Diri-Ku Sendiri!

dipaparkan oleh: Sriman Srirama Ramanuja Achari (Pandit Rami Sivan)

Jumat, 16 Oktober 2009

Tuhan dan Posisi Perempuan dalam Hindu

Hindu berbeda dengan agama-agama Abrahamik yang cenderung menempatkan Tuhan sebagai pribadi maskulin dan paternalistik yang tidak memberikan tempat vital bagi perempuan. Kita bisa lihat dalam sejarah, bagaimana para pengikut tuhan maskulin ini memusnahkan pemujaan kepada Dewi, divinitas feminin, dan menganggap mereka yang memujanya sebagai kafir. Hindu menginsafi Tuhan sebagai Kesempurnaan Yang Mahalengkap. Impersonal juga Personal. Tidak laki-laki, tidak perempuan, namun sekaligus juga adalah Prinsip Kelaki-lakian Tertinggi (sebagaimana Narayana bagi Vaishnava dan Siva bagi Saiva, yang disimbulkan dengan Lingam) dan Sang Ibunda Tertinggi, Perempuan Yang Paling Awal (Sri atau Mahalaksmi bagi Vaishnava dan Shakti bagi Saiva, yang disimbulkan dengan Yoni).

Laksminarayana-yantram, diagram mistis yang representasikan Tuhan sebagai Zat (Vashtu)Yang Mahasempurna, Kesatuan antara Energi dan Sumber Energi, Perpaduan Prinsip Kelaki-lakian dan Kewanitaan Yang Tertinggi.

Sri Laksmi Tantram merupakan salah satu kitab Pancaratra-agama yang digunakan oleh golongan Vaishnava. Sebagaimana namanya, kitab ini memuliakan Mahalaksmi sebagai bagian tak terpisahkan dari Narayana, Tuhan Tertinggi dalam Vaishnavisme. Selain merupakan Kebenaran Mutlak Tertinggi dalam Pribadi Pasangan Rohani Yang Mahalengkap, Sri Sri Laksmi Narayana dalam teologi Vaishnava, maka Mahalaksmi juga dipandang sebagai Tuhan dalam sisi feminin-Nya atau “Tuhan Perempuan”. Konsep Ketuhanan semacam ini hampir tidak ada di luar agama Veda.

Kita memuja Tuhan sebagai Satu Kesatuan Yang Mahalengkap dan Sempurna, Sri Sri Laksmi Narayana. Sumber dari sumber segalanya, Ayah-Ibu Tertinggi.

Sri Laksmi Tantram diturunkan oleh Sang Ibunda Tertinggi secara langsung kepada Indra, Raja Para Deva, istimewanya juga mengungkapkan makna rahasia yang terkandung dalam mantra-mantra Veda utama seperti Purusha-suktam dan Sri-suktam (pada Adhyaya ke-50 dari total 57 Adhyaya-nya). Keistimewaan lainnya adalah Sri Laksmi Tantram “terungkapkan pada dunia” berkat keinsafan atau pencerahan yang dicapai oleh seorang perempuan juga yaitu Anusuya, istri dari Maharishi Atri. Jadi Laksmi Tantram adalah literatur Pancaratra-agama yang unik, karena memuliakan “Tuhan Perempuan”, Sri Mahalaksmi, diungkapkan oleh Sri Mahalaksmi Sendiri, dan kemudian hadir di dunia ini berkat jasa seorang perempuan.

Pada Sri Laksmi Tantram Adhyaya 1, mantra 3-6 terlebih dahulu mengungkapkan kemuliaan Atri sebagai salah satu Rishi dalam Veda. Pravara atau “keturunan rohani” Atri disebut Aatreya. Beberapa yang paling termashyur dalam Pravara ini adalah Sutrakara Bhaudhayana, Katyayana, Apasthambha, dan Laukakshi. Secara umum ada 407 Rishi yang “melihat” Rig-veda mantram (mantra-drishta). Maharishi Atri dan Pravara-nya (Aatreya) terutama mengungkapkan Mandala ke-5. Maharishi Atri dijelaskan sebagai seorang yang telah menaklukkan semua dorongan indera jasmaninya secara sempurna, sang bijak yang merupakan Parama-yogi, menguasai keseluruhan 14 bagian Yoga-sastram (Yoga-sutra Patanjali Adhyaya ke-2 yang disebut Sadhana-pada membahas 11 dari 14 bagian ini). Beliau juga termashyur tak pernah goyah dalam usahanya menyerap Pengetahuan Sejati (Brahma-jnanam). Atri telah memusnahkan seorang Asura bernama Svarbhanu yang dengan kekuatan jahatnya ingin mengacau alam semesta dengan menghancurkan matahari. Beliau melakukan itu hanya dengan kekuatan pikirannya saja yang berada dalam kesempurnaan tapa. Sekalipun beliau seorang Grihastha (orang berkeluarga), namun beliau tidak terpengaruh Triguna, yaitu kebaikan relatif, nafsu, dan kebodohan atau kegelapan batin (sehingga diberi nama Atri). Sang Maharishi telah melampaui ketiga keberhasilan dalam hidup (Dharma, Artha, dan Kama), telah mencapai Moksha dan adalah seorang Rishi yang kekal abadi. Demikianlah keagungan dan pencapaian spiritual Maharishi Atri, sehingga sungguh konyol jika kita memperbandingkan para Rishi Veda seperti Atri dengan para nabi dalam agama lain, apalagi menganggapnya sama dengan manusia biasa seperti kita. Oleh pengaruh cara berpikir empiris orang Barat, banyak orang beranggapan bahwa bagian Veda tertentu, misalnya Smriti, bisa saja salah karena disusun berdasarkan ingatan para Rishi, bukan revelasi langsung. Sekalipun Smriti-sastra mungkin hasil ingatan para Rishi, tetapi kesalahan macam apa yang bisa dibuat oleh seseorang yang mampu memusnahkan seorang Asura hanya dengan kekuatan pikirannya saja?

Setelah memuliakan Atri, mantra 7-9 menggambarkan keagungan Dharmapatni-nya, sang istri Anusuya. Anusuya adalah sesempurnanya seorang perempuan yang terbaik sebagai istri. Yang tertinggi di antara Pati-vrata (sang istri setia maha-utama). Yang telah mendapatkan kedudukan sebagai Ibunda dari Tiga Devata (catatan: Brahma, Vishnu, dan Siva dahulu menguji kesetiaan Anusuya dengan menyamar sebagai tiga orang brahmana muda yang meminta makanan namun harus disajikan oleh Anusuya tanpa busana. Permintaan brahmana pantang ditolak, maka Anusuya dengan kekuatan kesetiaan dan pengabdiannya sebagai istri memercikkan air ke arah Tiga Devata dan mengubah Mereka menjadi bayi. Anusuya lalu menyusui Mereka Bertiga). Anusuya adalah seorang perempuan yang dipuji bahkan oleh para Deva, bercahaya gemilang oleh kekuatan tapanya, mencapai kemaha-tahuan, memahami secara sempurna semua Dharma-sastra, dan memperoleh segala ilmu melalui pelayanannya kepada suami.

Mantra 10-16 mengungkapkan bagaimana Anusuya bersujud kepada suaminya dan memohon pengetahuan rahasia ini. Dia berkata, “Oh Bhagavan, junjunganku yang maha-mengetahui, Guru dari para bijak. Anda sudah mengungkapkan semua sastra dan memberkati hamba dengan berbagai upadesham (ajaran suci). Hamba telah memahami dengan jelas intisari segala pengetahuan dan juga “buah” yang mereka hasilkan. Menurut hemat hamba dari semuanya tidak ada yang sebaik Bhagavata-dharma, dan Pancaratra-agama adalah yang termulia. Walau demikian dalam upadesham-mu hamba memperhatikan satu hal. Kapanpun Anda menguraikan Bhagavata-dharma, sungguh mengejutkan karena Anda tidak pernah menyinggung Vaibhavam (uraian kemuliaan dan kebenaran sejati) mengenai Mahalaksmi. Sejauh ini Anda belum pernah menjelaskan secara terperinci bagian-bagian sastra suci yang berkaitan dengan Mahalaksmi-tattva, apakah karena topik ini demikian rahasia ataukah karena hamba tidak pernah mempertanyakannya kepada Anda? Hamba sangat ingin memahami Mahalaksmi Vaibhavam yang sangat istimewa itu. Siapakah sejatinya Beliau itu (svarupa), bagaimana Beliau mengungkapkan Diri-Nya, apakah sumber-sumber Pramana yang dapat memahami Beliau, apakah Inti Terdalam dari Beliau, bagaimanakah cara mencapai-Nya, dan apakah yang kita dapatkan dengan Beliau sebagai Rakshaki (Pelindung) kita? Anda adalah Acharya dan juga suami hamba yang termulia! Anda menguasai berbagai Brahma-vidya untuk mencapai Parambrahman dan juga mahir dalam semua tattva. Maka berkatilah hamba yang bersujud di hadapan Anda demi memahami jalan sejati, pengetahuan rahasia tentang Mahalaksmi.”

Puas mendengar pertanyaan ini dari istrinya, dengan penuh sukacita Sang Maharishi menjawab sebagaimana dijelaskan dalam mantra ke 17-20. “Sayangku, yang mahir segala dharma dengan sempurna. Engkau sudah mengingatkanku akan ajaran yang belum kuberikan selama ini. Aku menunggu engkau bertanya mengenai hal ini. Oleh karena itu kinilah saatnya aku memberikan upadesham atas Mahalaksmi-tattva. Wahai yang terkasih, ketahuilah bahwa kemuliaan Sang Ibunda dijunjung di atas kepala semua Upanishad, mahkota semua Veda. Mahalaksmi-tattva bersemayam secara kekal dalam Veda-sirah (puncak kepala Veda). Kini engkau memiliki adhikara (pancapaian spiritual yang memberikan kepantasan) untuk mendengarnya berkat pertapaan dan kesetiaanmu yang tiada bandingannya. Suatu ketika Maharishi Narada juga ditemui oleh para Rishi dari Malaya-desham yang memiliki pertanyaan sama denganmu. Mereka adalah para Brahma-jnani (orang-orang yang sudah mencapai pencerahan tentang Brahman), ahli yang terpercaya dalam mengajarkan Bhagavata-dharma (Pancaratra-sastram), dan adalah pelaksana berbagai Yajna yang paling dimuliakan.”

Mahalakshmi, Sang Ibunda Tertinggi, melahirkan dan memelihara alam semesta sebagai kekuatan Tuhan yang asli (Adi-parashakti) hadir dalam berbagai aspek-Nya yaitu Astalakshmi (Delapan Lakshmi). Kekuatan Mahapencipta hadir sebagai Santana-lakshmi, kekuatan Kejayaan hadir sebagai Vira-lakshmi, kekuatan Kekayaan tak terbatas hadir sebagai Dhana-lakshmi, dsb.

Dari uraian di atas kita memahami bagaimana pada masyarakat Veda, seorang perempuan bisa memiliki pemahaman sempurna atas segala pengetahuan. Tanpa pertanyaan dari Anusuya, maka dunia tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan Sri Laksmi Tantram ini. Bahkan suaminya sendiri dengan jujur mengakui bahwa istrinya telah memiliki adhikara atau kepantasan untuk menerima ajaran suci yang sangat rahasia, tersimpan dalam puncak semua Upanishad. Tanpa ragu dia memuji istrinya, memperbandingkannya dengan para Rishi dari Malaya-desham yang menemui Maharishi Narada dengan pertanyaan yang sama. Singkatnya beliau mengatakan bahwa kualitas spiritual istrinya adalah sama dengan para Rishi itu dan pertanyaannya membuktikan itu semua. Ajaibnya, Anusuya memperoleh pencerahan rohani yang sangat tinggi itu berkat kekuatan pertapaannya sebagai Pati-vrata.

Pati-vrata dimaknai sebagai seorang istri yang melaksanakan kewajibannya dengan sangat sempurna, tulus, dan penuh kesetiaan. Anusuya adalah contoh sebaik-baiknya seorang Pati-vrata. Ada perempuan yang berusaha mencapai keberhasilan dalam hidupnya, seperti dalam karir atau pendidikan, namun mengabaikan kewajibannya terhadap keluarga. Ada pula perempuan yang sibuk melayani keluarganya tanpa memperdulikan perkembangan dirinya sendiri. Tetapi dalam Veda, kaum perempuan diharapkan dapat seperti Anusuya, sempurna dalam keduanya. Suaminya adalah Rishi agung Atri, anak-anaknya adalah Tri Natha atau Tiga Devata Sendiri yang dipuja oleh seluruh alam semesta, dan dirinya sendiri adalah seorang yang tercerahkan, memahami semua pengetahuan, dan menguasai segala ilmu. Tentu pada jaman ini sangat sulit menemukan pribadi seperti mereka, bahkan tidak mungkin! Namun ini menunjukkan bagaimana Veda memuliakan potensi yang dapat dimiliki seorang perempuan. Kaum laki-laki, dalam hal ini dicontohkan oleh Atri sebagai suaminya, bukan saja tidak menghalangi kemajuan istrinya, tetapi justru dengan jujur memujinya, merayakan pencapaiannya dan mendukungnya untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut. Pengetahuan, bahkan yang paling rahasia sekalipun dalam Veda, tidak dimonopoli oleh kaum laki-laki saja. Di sisi lain perempuan juga bukan sekedar pendamping dan pelengkap seorang laki-laki seperti dalam ajaran agama lain. Potensinya sangat besar dan perannya begitu vital. Bayangkan saja apabila Anusuya hidup seperti perempuan-perempuan di Negara-negara berideologi tertentu yang dijauhkan dari pendidikan. Lalu laki-lakinya hanya hidup seperti binatang tanpa pencerahan rohani apapun, tetapi hanya menuntut pelayanan dari lawan jenisnya dalam hal-hal badaniah saja. Kita tidak akan pernah mengetahui Sri Laksmi Tantram ini!

Tentu saja Sri Laksmi Tantram tidak sekedar membahas peranan wanita. Seperti diuraikan sebelumnya, ini adalah salah satu kitab ajaran rahasia (Rahasya-jnana-grantham). Dia mengungkapkan kesejatian tentang Mahalaksmi, Sang Devi, Kebenaran Tertinggi dalam Wujud Feminin-Nya, “Sosok Tuhan Perempuan”. Namun keberadaannya membuktikan betapa terhormatnya kedudukan dan pentingnya peran perempuan dalam Veda.

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking