Selasa, 20 Oktober 2009

Perilaku Diskriminatif Terhadap Perempuan dalam Masyarakat Hindu adalah Adharmika

Sri Kapila dan Bunda Devahuti

Pada satu bagian sastra suci Vaishnava otoritatif seperti Sri Lakshmi Tantra kedudukan seorang wanita begitu dimuliakan. Semua wanita merupakan tempat bersemayamnya kekuatan rohani Sri Mahalakshmi dan merupakan perwujudan Mahalakshmi di dunia ini. Tidaklah ada kekotoran atau kesialan yang ada pada kaum perempuan dan seperti kita memuliakan semua sungai suci seperti Sarasvati, Ganga, dan sebagainya, maka demikian pula hendaknya kita memandang setiap perempuan sebagai yang tak ternoda. Tetapi pada Sri Kapila-gitam, yang merupakan bagian dari Srimad Bhagavatam, sebagai kitab suci yang paling dimuliakan oleh para Vaishnava, bahkan disebut Grantharajan atau Raja semua sastra suci, pernyataan sebaliknya justru ditemukan. Sri Kapila-avataran bersabda pada Devahuti, “Wahai Ibunda! Lihatlah olehmu kebingungan yang ditimbulkan oleh kekuatan-Ku yang mengkhayalkan dalam bentuk seorang wanita. Dia dapat menjerumuskan bahkan seorang penakluk dunia yang paling mulia dan terkendali sekalipun, hanya dengan satu kerlingan matanya. Mereka yang ingin mendapatkan Sri Krishna, yang berada di puncak semua sadhana-bhakti-yoga, janganlah pernah bergaul dengan perempuan. Karena para bijak dan yang mengetahui kebenaran (tattva-vit) telah menjelaskan perempuan sebagai jalan pasti menuju neraka (niraya-dvaram)! Berhati-hatilah karena dia bagaikan sumur yang tertutup rerumputan. Dia selalu dinyatakan sebagai pintu neraka yang terbuka lebar.” Betapa mengagetkannya melihat dua pernyataan yang sangat bertolak belakang. Satu mengatakan perempuan adalah yang suci tak ternoda, sedangkan satunya lagi mengatakan perempuan adalah pintu gerbang neraka dan sumur tertutup rumput yang siap menjerumuskan siapa saja yang tidak berhati-hati. Akan lebih mengejutkan lagi, karena Kapila-avataran menyampaikan hal-hal buruk tentang perempuan ini di hadapan Devahuti, yang adalah ibu-Nya dalam Inkarnasi ini. Sri Lakshmi Tantra sebagai contoh adalah termasuk sastra suci Agamika atau Pancaratrika yang memiliki status sama dengan Sruti. Lalu Grantharajan Srimad Bhagavatam adalah digolongkan Pauranika-sastram (sastra suci yang tergolong Purana). Jadi beberapa orang di luar Sat-sampradayam akan mengatakan dengan mudah, “Pernyataan Sruti lebih tinggi dari Purana, karena itu, sekalipun diucapkan oleh seorang Avatara seperti Sri Kapiladeva, maka pernyataannya harus gugur.” Bagaimana memahami bahwa perempuan yang adalah Devi-svarupi (wujud nyata Sang Devi) juga adalah Niraya-dvaram (pintu gerbang neraka)?

Kami membawa masalah ini kepada Sad-acharyan yang adalah permata dalam Sat-sampradayam. Srimad Vedanta Desikan menyatakan bahwa dalam Vaishnava-sat-sampradayam tidak boleh ada kontradiksi antar pernyataan sastra Suci. Sri Srila A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupadaji Maharaja adalah Sad-acharyan dalam Sri Goudiya Vaishnava. Apakah yang beliau katakan tentang perempuan? “Laki-laki juga adalah perempuan!” Apa maksudnya?

Dalam Bhagavata-upadesham beliau di Vrindaban, 1 September 1975, Srila Prabhupadaji Maharaja menyatakan, “Pelatihan ini (sadhana) adalah bagaimana melatihnya menjadi seorang brahmana, dengan sifat samo, dama, tapo, sauca, dsb. Tetapi kemajuan akan dihalangi oleh keterikatan pada wanita. Oleh karena itu menurut peradaban Veda, perempuan diterima sebagai halangan (virodhi) bagi kemajuan rohani. Dasar seluruh peradaban ini adalah bagaimana untuk menghindari… Perempuan… Jangan kalian pikir hanya perempuan yang adalah perempuan. Laki-laki juga adalah perempuan. Jangan pikir hanya perempuan yang disalahkan; laki-laki tidak. Perempuan berarti dinikmati dan laki-laki berarti yang menikmati. Jadi sesungguhnya perasaan ini, perasaan inilah yang disalahkan. Bila saya melihat seorang wanita untuk dinikmati, maka saya adalah laki-laki. Bila seorang perempuan melihat laki-laki untuk dinikmati, maka dia juga adalah laki-laki. Jadi siapapun yang memiliki perasaan ingin menikmati, dialah laki-laki. Jadi di sini kedua jenis kelamin berencana, bagaimana saya bisa menikmatinya? Maka dia purusha, secara mengada-ada. Namun sesungguhnya, sejatinya, kita semua adalah prakruthi, jiva, laki-laki atau perempuan sama saja. Ini hanyalah semata pakaian luar…”

Hal ini akan semakin mudah dipahami bila kita tahu istilah apa yang digunakan untuk menyatakan laki-laki atau perempuan dalam Sanskrit, jadi dalam Veda. Laki-laki disebut purushan, yang artinya penikmat, dan perempuan disebut stri atau prakruthi, yang dinikmati. Tuhan adalah Penikmat Tertinggi atas segalanya, karena semua ini adalah berasal dari Beliau, dan adalah milik Beliau. Karena itu Beliau adalah Purushottaman, hadir sebagai prinsip kelaki-lakian tertinggi. Lalu semuanya terwujud melalui emenasi shakti Beliau. Tuhan adalah sarva-shaktiman, sumber semua shakti. Shakti memancar dari Shaktiman demi memberikan kenikmatan bagi Beliau, jadi shakti yang dinikmati oleh Tuhan bersifat perempuan. Adya-shakti adalah mula-prakruthi, prinsip kewanitaan yang paling awal, hadir dalam rupa perempuan.

Bagaimana dengan kita? Bukankah kita tergolong jadi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Itu hanyalah lahiriah belaka. Tetapi sesungguhnya semua adalah jivatma. Begitu kata semua Veda. Tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan, yang benar hanyalah atma. Sebagai jivatma kita semua adalah manifestasi dari shakti. Kita adalah “yang dinikmati”. Kata lain untuk perempuan adalah yosit. Asmad-acharyapadam Sri Srila Gurudeva Goura Govinda Swamivaru menyatakan bahwa yosit berarti “dia yang dinikmati”. Permasalahan ada di sini. Baik Srila Prabhupadaji Maharaja maupun Srila Gurudeva menyatakan dengan tegas bahwa pemikiran untuk menikmati inilah yang bermasalah. Oleh karena itu Sri Kapila-avataran bersabda, “Jangan bergaul dengan perempuan, yosit-sangam tyajeta!”

Jangan melihat perempuan sebagai sumber kenikmatan yang harus dieksploitasi. Jangan melihatnya sebagai pemuas nafsu keinginan duniawi. Dengan menempatkan diri secara tidak wajar sebagai purushan, sang penikmat, lalu bergaul dengan perempuan sebagai yang dinikmati, maka inilah gerbang pasti yang terbuka lebar menuju kehidupan penuh penderitaan. Inilah sumber semua kejatuhan rohani dan penderitaan dalam samsara-samudram, lautan dukacita kesengsaraan duniawi. Selama kita bergaul dengan cara ini maka tidak akan ada kemajuan rohani dan semua sadhana menjadi sia-sia. Pahamilah makna ini. Lalu ketahuilah bahwa semuanya adalah atma. Sang diri sejati bukan laki-laki atau perempuan. Maka dari itu janganlah berpikir bahwa satu ada demi memberi kenikmatan bagi yang lain. Satu ada untuk memuaskan dan dipuaskan oleh yang lain. Janganlah berpikir untuk saling mengeksploitasi, karena sesungguhnya semua adalah manifestasi dan emenasi yang sama dari Adya-shakti, Sri Mahalakshmi, dan adalah Prakruthi. Semuanya hanyalah dimaksudkan semata bagi pelayanan kepada Sri Purushottaman yang adalah Sarva-shaktiman. Oleh karena shakti-shaktimatayor-abhedah, kekuatan dan sumber segala kekuatan sesungguhnya tiada berbeda, maka Sri Mahalakshmi dan Sri Narayana adalah Satu Kebenaran Mutlak Yang Tunggal. Srimannarayana adalah sumber sekaligus pusat segalanya dan segalanya hanyalah dimaksudkan untuk Beliau. Bergaullah satu sama lain dan pandanglah satu sama lain dengan pemahaman seperti ini. Hiduplah bersama seperti ini. Itulah yang sesungguhnya dimaksudkan oleh semua Veda dan diajarkan oleh semua Vaishnava-sat-sampradayam.

Jadi dalam Vaishnava-sat-sampradayam semua pernyataan sastra suci bersepakat bahwa kaum laki-laki haruslah menghormati perempuan. Jangan berpikir dirinya adalah sang penikmat yang berhak mengeksploitasi perempuan demi memberi kenikmatan bagi dirinya. Sekali dia berpikir begini maka perempuan akan menjadi pintu gerbang terbuka lebar yang pasti akan mengantarkannya menuju neraka. Sebaliknya perempuan juga tidak boleh berpikir demikian terhadap laki-laki. Lebih lanjut, kedua pihak janganlah saling mengeksploitasi demi kenikmatan masing-masing.


Veda-dharma ini adalah jalan hidup yang benar. Tidakkah Sri Rayaru (Sri Raghavendra Tirtharu) juga berkata, “Tuhan telah memberi hidup manusia yang berharga untuk belajar. Mempelajari untuk hidup benar, karena tanpa hidup benar tak akan ada pemikiran benar. Pemikiran yang tidak benar akan membawa kepada perkataan, dan juga tingkah laku dalam ketidakbenaran. Belajarlah hidup benar melalui sastra suci di bawah bimbingan Sad-acharyan, guru kerohanian yang terpercaya, yang merupakan harta tak ternilai di seluruh alam semesta ini. Itulah pelita pemandumu agar dapat melangkah di jalan kebenaran.” Jadi dalam masyarakat Hindu adalah jauh lebih penting membina batin dan memperbaiki sikap pandang kita sendiri secara rohani, dibanding menghabiskan waktu untuk mengubah objek persepsi kita. Perempuan atau laki-laki bukan semata masalah perbedaan fisik lahiriah, namun adalah bagaimana kita menempatkan sesama dalam kedudukan yang luhur tanpa kehendak untuk saling menikmati, menuntut, dan memeras kesenangan semu darinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking