yathagneh ksudra visphulinga vyuccarantyevam evasmadatmanah sarve pranah sarve lokah sarve devah sarvani bhutani vyuccarantiSeperti halnya percikan-percikan bunga api yang terpancar dari api yang berkobar, demikian pula semua jiva dengan sifat-sifatnya yang khusus terpancar dari paramatma (Sang Jiwa Tertinggi Yang Utama), begitu pula dewa-dewa, planet-planet, dan makhluk hidup, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
(Brhad-aranyaka Upanisad 2.1.20)
isvarera tattva yena jvalita jvalana jivera svarupa yaiche sphuliogera kanaTuhan bagaikan kobaran api yang sangat besar, dan para makhluk hidup (jivatma) adalah bagaikan percikan-percikan kecil bunga api dari api itu.
(Caitanya caritamrta. Adi 7.116)
Bagaikan percikan-percikan bara yang melompat-lompat keluar dari dalam kobaran api yang besar, demikian pula jiva-jiva yang tiada terhitung banyaknya, bagaikan pancaran, bagian-bagian kecil dari cahaya matahari rohani, Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Walaupun para jiva ini tiada berbeda dengan Sri Hari, mereka juga secara kekal berbeda dengan Dia. Perbedaan yang kekal antara jiva dengan Isvara (Tuhan Yang Maha Esa) adalah bahwa Isvara merupakan Tuhan dan penguasa dari
maya-shakti (energi illusif), sedangkan jiva dapat jatuh dalam kendali
maya, bahkan dalam keadaan terbebas (
moksa) sekalipun, ini adalah karena dipengaruhi oleh sifatnya yang alamiah, yang paling mendasar.” Dalam pengertian, walaupun sang jiva telah terbebas dari ikatan
maya (
moksa), namun bila dia tidak berada dalam perlindungan langsung dari
cit shakti (kekuatan rohani Tuhan) maka selalu ada kemungkinan untuk jatuh kembali ke dalam ciptaan alam material.
Ini merupakan
apurva-siddhanta, kesimpulan yang paling akhir, dan didukung oleh berbagai pernyataan dalam Veda serta Upanisad. Dikatakan dalam Brhad-aranyaka Upanisad, jiva-jiva yang tiada terhitung jumlahnya memancar dari
para-brahma, bagaikan percikan-percikan kecil dari kobaran api. Ada dua kedudukan yang harus dipertimbangkan oleh
jiva-purusa (sang jiwa) yaitu alam duniawi yang tanpa kesadaran (
acit), dan dunia rohani yang mahasadar (
cit). Para jiva berada dalam posisi ketiga, yang bagaikan keadaan saat mimpi (
svapna-sthana) seperti keadaan tidak tidur maupun tidak terjaga sepenuhnya, dan adalah merupakan pertemuan (
tata-stha) di antara keduanya. Karena berada pada tempat pertemuan kedua dunia, dia melihat baik
jada-jagat (dunia kebendaan) maupun
cid-jagat (dunia rohani) tersebut. Seperti seekor ikan besar yang terkadang berenang ke tepian sebelah barat, lalu kadang ke tepian sebelah timur dari sebuah sungai, begitu pula para jiva selalu bergerak ke kedua sisi, yaitu keadaan bagaikan mimpi dan keadaan keterjagaan.
Dengan berada di tengah-tengah, jiva dapat melihat dunia rohani di satu sisi, dan juga alam duniawi di sisi yang lainnya. Shakti rohani dari Sri Bhagavan di satu sisi adalah tiada batasnya, dan
maya-shakti di sisi yang lain juga sangat kuat, jiva-jiva dalam bentuknya yang halus (suksma) berada di antara keduanya ini. Krishna memiliki ketiga
shakti ini,
antaranga, kekuatan dalam,
bahiranga, tenaga luar, dan
tatastha, tenaga marjinal. Para jiva secara alami bersifat marjinal, karena mereka diwujudkan dari
tatastha-shakti (kekuatan marjinal) Krishna.
Sifat marjinal ini disebut
tatastha-svabhava, yang memungkinkannya melihat kedua sisi. Sifat alamiah dari keadaan pertengahan ini adalah ia memiliki kecenderungan untuk berada di bawah pengendalian kedua
shakti yang lain. Apabila jiva memandang Krishna, yaitu ke arah dunia rohani, maka dia akan dipengaruhi oleh
krishna-shakti. Akan tetapi bila dia memandang
maya, maka dia akan menentang Krishna dan menjadi dikuasai oleh
maya.
Kekuatan Tuhan yang mahasempurna disebut
svarupa-shakti, karena
shakti ini berada dalam
rupa Tuhan, dalam Diri Tuhan. Kekuatan ini
cinmaya, sepenuhnya sadar (penuh kehidupan), dan maka dari itu kekuatan ini merupakan lawan atau antitesis dari zat kebendaan yang mati. Energi ini dikenal pula sebagai
cit-shakti, kekuatan yang mengandung prinsip kesadaran. Karena
shakti ini sangat berhubungan erat dengan Tuhan, dengan berada di dalam rupa pribadi-Nya, selanjutnya energi ini dikenal pula sebagai
antaranga shakti (kekuatan yang berada di dalam). Karena kekuatan ini lebih luhur daripada kekuatan marjinal dan kekuatan luar baik dari segi bentuk maupun kemuliaannya, maka dia juga disebut
para-shakti, kekuatan yang mahatinggi.
Svarupa-shakti ini dibagi menjadi tiga.
Sandhini, kekuatan yang memperantarai keberadaan rohani Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna beserta para rekan kekal-Nya, samvit, kekuatan yang menganugerahkan pengetahuan rohani mengenai Tuhan, dan hladini, kekuatan yang dengannya Krishna menikmati kesukacitaan rohani serta menganugerahkan kebahagiaan kepada para bhakta-Nya.
Insan Yang Mahatinggi dikenal sebagai
parabrahma berwujud
sac-cid-ananda. Sifat-sifat ini (keabadian, penuh pengetahuan, dan kebahagiaan tanpa banding) tidak pernah terpisahkan satu dengan yang lainnya. Begitu pula
sandhini, samvit, dan
hladini senantiasa terdapat bersama-sama. Kekuatan yang mahasempurna ini berada di dalam Tuhan, inilah
cit-shakti.
Bagaimanakah hubungan
jiva-shakti dengan
cit-shakti? Krishna yang dibandingkan dengan matahari atau kobaran api merupakan
tattva yang terwujud sendiri. Di tengah-tengah matahari yang berkobar itu, dengan kata lain di dalam Krishna, segala sesuatu merupakan perwujudan yang bersifat rohani, dan cahayanya menyebar luas dari bulatan matahari itu. Cahaya ini merupakan fungsi fraksional dari
svarupa-shakti atau
cit-shakti, dan sinar-sinar dalam fungsi fraksional itu adalah
paramanu (bagian-bagian yang sekecil atom) dari matahari rohani itu. Para jiva adalah
tattva yang sangat kecil ini.
Svarupa-shakti atau
cit-shakti yang mahasempurna mewujudkan dunia di dalam bulatan matahari rohani itu, sedangkan segala sesuatu yang berlangsung di luar bulatan matahari itu dijalankan oleh
jiva-shakti, yang merupakan representasi langsung dari
cit-shakti. Dengan demikian segala kegiatan yang berhubungan dengan para jiva berjalan adalah melalui
jiva-shakti ini, bukan
cit-shakti secara langsung, tapi hanya merupakan representasinya.