Tidak dapat dipungkiri, banyak umat Hindu dari generasi baru yang bertanya-tanya. Saya dilahirkan dalam keluarga Hindu, saya sejak kecil mengikuti puja dan berdoa kepada para Devata. Di luar sana banyak orang yang tidak seperti saya, bahkan mereka mengatakan apa yang saya kerjakan selama ini salah. Lalu mengapa saya harus tetap bertahan untuk menjadi Hindu? Mengapa saya harus tetap berdoa dengan cara-cara ini? Untuk apa saya terus percaya pada sesuatu yang tidak diyakini oleh kebanyakan orang? Benarkah saya bila mempertahankan cara hidup leluhur ribuan tahun yang lalu di jaman sekarang ini? ... Kemudian di keadaan yang lain ada orang yang baru saja menganut Hindu. Entah itu karena pernikahan dengan seorang Hindu atau karena tanpa sengaja dia tertarik pada ajaran Hindu setelah ikut kelas yoga untuk kesehatan. Oke sekarang saya Hindu, tetapi apakah kehinduan saya ini pantas untuk dipertahankan?
Ritual tradisional Dayak. Fisik boleh beda tapi lihatlah hatinya
(http://ronnyteguh.blog.upr.ac.id/category/budaya-dayak/)
Pada umumnya kita selalu akan melihat hal yang superfisial dulu. Hindu, seperti juga agama lain, memiliki wajah. Wajah itu bisa menarik bagi yang tertarik, bisa juga jelek bagi yang tidak menyukainya sedari awal. Kecantikan wajah adalah sesuatu yang relatif. Tetapi kecantikan sejati berasal dari dalam. Keindahan yang sesungguhnya memancar dari cahaya roh kehidupan dan semua orang, terutama umat Hindu harus mengetahui bahwa jiwa di balik wajah Hindu adalah Veda Dharma, Sanatana Dharma.(http://ronnyteguh.blog.upr.ac.id/category/budaya-dayak/)
Satguru Sivaya Subramuniyaswami berkata, “Pencarian akan Tuhan, Kebenaran, disebut Sanatana Dharma, atau jalan yang kekal, karena dia terkandung dalam roh itu sendiri, tempat berasalnya agama. Jalan ini, kembalinya hidup kepada Sumbernya, selalu ada dalam diri manusia, selalu bekerja, baik prosesnya disadari maupun tidak. Tidak dicari-cari oleh siapapun juga. Lalu dari manakah datangnya tenaga penggerak ini? Dia datang dari dalam diri manusia itu sendiri. Oleh karenanya Hindu selalu hidup dan bergelora, karena dia bergantung pada sumber inspirasi yang asli ini, denyut pertama dari jiwa di dalam, memberikan energi dan gejolak yang terus-menerus dapat diperbaharui untuk selama-lamanya.”
Sanatana Dharma tidak berurusan dengan keadaan jasmaniah apapun. Dia tidak mengubah kita, tetapi membantu kita menemukan dan menyadari diri kita yang asli. Diri yang merupakan bagian dari keilahian yang paling suci dan penuh potensi. Jadi ajaran Veda ini dapat diterapkan dalam semua bentuk budaya, semua golongan, semua jenis orang. Dia tidak mematikan kreativitas pikiran, tidak membunuh rasa kemanusiaan, tidak menghancurkan budaya tempatnya bertumbuh. Justru dia menyempurnakan, memperindah, memberikan semangat kehidupan bagi mereka yang mempelajarinya. Dia tidak membuang-buang waktu memperbaiki wajah, tetapi langsung kepada inti. Ketika jiwa telah disegarkan, maka keindahan internalnya akan memancar sendiri keluar. Inilah sebabnya mengapa peradaban-peradaban manusia di dunia yang menerima pengaruh Veda memiliki budaya yang tinggi, tetapi sekaligus unik dengan tidak matinya budaya awal. Ini karena ajaran Veda dapat menyatu, melebur dengan harmonis bersama nilai-nilai luhur setempat. Menjadi Hindu adalah menjadi diri sejatimu.
Saat melihat orang-orang "kuat" ini. Tengger, Dayak, Alukta, dsb. yang berada di seluruh Indonesia mungkin saja kita ada berpikir "kok bisa dibilang Hindu?". Maka kita pantas balik bertanya, "Dengan hati seperti ini, dengan jiwa dan semangat seperti ini, apalagi mereka kalau bukan Hindu?" Mereka telah mengawali dari menjadi dirinya sendiri, menjalani hidupnya sebagai bagian dari alam, menuruti nuraninya yang bersih bersahaja, menuju keinsafan tertinggi akan 'sang diri sejati'. Begitu alamiah dan sedemikian jujur secara rohani. Prinsip-prinsip Veda-dharma "sudah menjadi satu" dengan jiwanya. Mereka sungguh benar menjaga ke-Hindu-annya.