Sabtu, 12 September 2009

Pemujaan Leluhur (3)

Bentuk ritual paling umum dan sederhana dalam Veda berkaitan dengan leluhur adalah Tarpana. Tarpana berarti memuaskan, memberikan kelegaan, atau memberikan kesenangan. Seseorang hendaknya menyadari bahwa dirinya memiliki utang pada para deva, rishi, dan juga pitri (leluhur). Melalui ritual Tarpanam ini seorang manusia mengingatkan dirinya akan keadaan bahwa tanpa menerima bantuan dari semua ini, maka dia tak akan dapat hidup. Kita bisa hidup seperti ini adalah atas karunia Tuhan melalui para deva, rishi, dan pitri. Melalui Tarpanam seorang manusia berusaha membalas kebaikan semuanya, terutama para leluhur.

Sebagaimana para devata dimohonkan kehadirannya dalam api Homam, maka para pitri khususnya dimohon kehadirannya di dalam air. Mereka diwujudkan dalam air, lalu ditempatkan di atas telapak tangan untuk kemudian dicurahkan dengan cara-cara tertentu. Secara mental kita mengingat kebajikan dan kasih sayang yang telah mereka berikan kepada kita. Kita mempersembahkan air yang merupakan perlambang kesejukan dengan biji-biji wijen hitam yang melambangkan pengharapan dan doa. Tilodaka (air bercampur wijen) ini juga adalah bermakna kita melimpahkan sebagian buah dari karma baik dan pencapaian spiritual kita untuk membantu semua orang yang telah berhubungan karma dengan diri kita selama berbagai kehidupan. Lalu dengan pemahaman bahwa para pitri juga hadir dalam tilodaka itu sendiri, kita mencurahkannya, dan dengan demikian mendoakan agar semua pitri memperoleh pembebasannya.

Kita berutang budi sangat besar pada orangtua dan leluhur kita. Secara genetik, kita mewarisi semua karakteristik leluhur dalam kehidupan kita sekarang. Sedangkan secara spiritual, kita menerima keterlibatan karma yang berasal dari begitu banyak kehidupan. Bayangkan sudah berapa kali kita mengalami siklus kelahiran dan kematian. Dalam setiap kehidupan ada orangtua dan leluhur, juga banyak pihak yang memberikan kebaikan pada diri kita. Semua ini menimbulkan utang yang disebut Rna (dibaca runa atau rina). Melalui pelaksanaan Tarpanam ini kita berterimakasih dan berusaha membalas semua budi baik mereka. Kita memiliki sedemikian banyak utang, apabila itu kita lupakan begitu saja, maka efek negatif dari keterikatan karma ini akan datang kepada kita secara individu, mempengaruhi kehidupan keluarga, dan akhirnya masyarakat secara keseluruhan. Halangan keterkaitan karma inilah yang menghambat kesuksesan duniawi dan juga kemajuan rohani kita.

Persembahan Tarpanam secara spiritual diperuntukkan bukan saja kepada leluhur kita pada kehidupan ini seperti anggapan sebagian orang, tetapi kepada semua jiva yang telah berperan sebagai orangtua dan leluhur kita dalam berbagai kehidupan. Apabila diperluas, maknanya adalah memberikan kebahagiaan kepada semua makhluk di alam semesta ini tanpa terkecuali. Sehingga melalui upacara ini kita tidak saja mendoakan agar para leluhur mendapatkan kebahagiaan, tetapi juga semua makhluk. Dalam segala hal, sikap mental yang positif seperti ini pada akhirnya akan menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu sungguh tidak bijak bila kita meninggalkan begitu saja ajaran Veda yang sedemikian luhur ini.

Semua orang seharusnya memahami bahwa aturan dan ritual Veda, Vaidika-vidhi, tidaklah boleh diabaikan mengingat manfaatnya yang begitu besar. Apalagi persembahan Tarpanam yang bersifat rutin tidaklah sulit dilakukan dan tidak membutuhkan banyak biaya. Sekarang yang perlu adalah membangun kembali semangat untuk melaksanakannya dengan pemahaman dan sikap mental yang benar. Vaidika-vidhi sebenarnya harus dilaksanakan oleh semua orang, tentu saja terutama oleh umat Hindu, apabila mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia. Seringkali orang berpikir bahwa Tarpanam adalah semata salah satu bentuk pemujaan leluhur purba yang dapat ditinggalkan saat seseorang bersembahyang langsung kepada Tuhan. Ini biasa terjadi pada mereka yang meninggalkan kepercayaan asli suku atau daerahnya, untuk kemudian menganut agama-agama monotheistik Abrahamik. Tetapi dari makna sebenarnya yang diuraikan dalam sastra-sastra suci Veda hal ini tidaklah benar.

Pada mantra yang diucapkan pada akhir upacara Tarpanam disebutkan anena yathasaktikritena devarsipitri tarpanakhyena karmana bhagavan pitrisvarupi janardana vasudevah priyatam na mama, “Kami telah melaksanakan persembahan Tarpanam semampu kami kepada para deva, rishi, dan pitri, bukanlah demi diri kami sendiri, namun diperuntukkan semata bagi kepuasan Tuhan Yang Maha Esa, Leluhur yang sesungguhnya, Janardana Vasudeva.” Sebagai contoh dalam denominasi Hindu sendiri, pada umumnya mereka yang telah menerima penahbisan panca-samskara dalam tradisi Vaishnava untuk memuja Sri Salagrama-sila (Citra Suci Vishnu) menurut aturan Agamika-sastra tidak berkewajiban lagi melaksanakan Vaidika-vidhi yang biasa. Namun bagi mereka pun persembahan Tarpanam tetap dilaksanakan dengan menggunakan air vishnu-padodaka serta daun-daun tulasi di dalamnya, yang diperoleh dari memandikan Sri Salagrama. Para pengikut Veda yang melaksanakan sadhana dalam jalan Bhagavata yang bersifat Ekanta (monotheistik eksklusif) meyakini bahwa jalan menuju kesempurnaan tertinggi dicapai dengan memasuki Prapatthi-marga atau Saranagati (penyerahan diri hanya kepada Tuhan). Namun mereka tetap melaksanakan persembahan Tarpanam dan juga Pinda kepada para deva, rishi, dan khususnya leluhur. Ini karena mereka tidak mengabaikan peran para jiva yang berkaitan karma dengan mereka, dalam berbagai kehidupan sampai pada akhirnya mereka dapat memasuki jalan Prapatthi. Setidaknya secara mental mereka mengingat jasa-jasa para deva, rishi, dan pitri sambil melaksanakan pemujaan secara eksklusif pada Tuhan Pujaannya. Intinya, apabila leluhur dari seorang biasa saja adalah layak dimuliakan, maka terlebih lagi mereka yang telah menerima panca-samskara. Bagi seorang Vaishnava, memasuki Prapatthi-marga dengan menerima panca-samskara adalah anugerah yang terbaik dalam kehidupan. Justru dengan demikian mereka lebih diingatkan lagi betapa besar jasa orangtua, leluhur, dan lingkungan kepada dirinya, sehingga mereka bisa hidup dengan baik dan mendapat kesempatan yang istimewa ini. Inilah perbedaan antara Hindu dengan agama-agama monotheistik lainnya.

Kita sangatlah bersyukur bahwa dalam Hindu ditemukan upacara ritual dengan konsep yang sedemikian istimewa. Menjadi seorang Hindu diharapkan tidak saja mengejar kebahagiaan pribadinya saja, tetapi juga tidak melupakan sekecil apapun jasa makhluk lain terhadap dirinya. Seorang Hindu juga dengan perasaan berterimakasih yang besar juga harus mengusahakan kebahagiaan semua makhluk. Sembari maju dalam kerohanian, membangun relasi kita yang paling pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa, kita juga tidak menutup mata terhadap lingkungan di sekitar kita. Seorang Hindu diajarkan untuk tidak membawa kerusakan atau memberi penderitaan apapun kepada yang lain, sekalipun itu untuk alasan yang bersifat relijius. Kita tidak ingin berbahagia sendirian, apalagi dengan membuat orang lain berduka. Sikap untuk selalu berterimakasih, selalu memberi dan berbagi, adalah sikap mental yang dikembangkan melalui pelaksanaan persembahan Tarpanam. Secara spiritual, upacara ini juga membantu kita memurnikan karma, menyingkirkan segala halangan duniawi maupun rohani, membuka jalan menuju kesempurnaan tertinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking