Senin, 16 November 2009
TUHAN DAN JIWA, SAMA DAN JUGA BERBEDA
Walaupun jiva dapat dipengaruhi oleh maya, namun tidak ada setitikpun penyusun duniawi di dalamnya. Berdasarkan penjelasan tad tac-cakti parinama vada (teori perubahan energi) yang dijelaskan oleh Maharishi Vyasadeva dalam Vedanta Sutra, dapat dimengerti bahwa sekalipun jiva dapat jatuh dalam pengaruh maya, namun jiva sama sekali bukan hasil ciptaan maya-shakti. Oleh karena itu jiva dikatakan berbeda dari maya. Sripad Madhvacarya menjelaskannya sebagai jiva-jada bheda. Demikian pula jiva juga tidak sama dengan brahman, Kesadaran Yang Mahabesar (brhad-cit). Sehingga jivatma tidak akan pernah sama dengan Tuhan (brahman) ataupun menjadi brahman. Dia tetap berbeda dari brahman, bahkan dalam tingkat pembebasan sekalipun. Inilah brahma-jiva bheda. Brahma Yang Tertinggi adalah satu dan tiada dua-Nya. Beliau adalah Prinsip Kebenaran yang Mahamutlak (advaya-jnana-tattva). Sekalipun Beliau tunggal namun kekuatan-Nya yang tiada dapat dipahami penuh keanekawarnaan dan tenaga rohani-Nya (cit-shakti) adalah tenaga Beliau yang paling sempurna, tiada bandingannya.
Namun jiva sebagai pancaran dan percikan-Nya ada dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Para jiva ini memiliki jati diri masing-masing yang juga kekal. Antara jiva satu dengan jiva yang lain adalah berbeda, jiva-jiva bheda. Begitu pula kekuatan duniawi yang mengkhayalkan juga beranekawarna karena merupakan pantulan yang terputar balik dari tenaga rohani yang asli. Dengan demikian ada perbedaan antara energi duniawi yang satu dengan energi duniawi yang lain, jada-jada bheda. Lima perbedaan ini (panca-bheda) diuraikan oleh Sripada Madhvacarya, merupakan titik tolak dari dvaita-vedanta.
Sekalipun ketiga kekuatan ini berbeda, namun tiada lain merupakan manifestasi dari krishna-shakti. Kemanunggalan di sini dapat dijelaskan hanya melalui suddha-advaita vedanta yang diuraikan melalui tad tac-cakti parinama vada yang diajarkan oleh Maharishi Vyasadeva dan para Acarya. Konsep bheda (dvaita) tidak mampu menjelaskan keseluruhan kebenaran dengan sempurna. Sedangkan konsep abheda (advaita) yang mutlak juga tidak benar. Oleh karena itu keduanya, bheda dan abheda yang diwujudkan oleh kekuatan Krishna yang tiada dapat dipahami (acintya-shakti), itulah yang tepat. Inilah acintya bheda-abheda tattva.
Sekarang apabila maya tidak ada urusan dalam pembentukan svarupa dari jiva, apakah cit-shakti yang menciptakan para jiva dengan sifat kemarjinalannya (tatastha-svabhava) itu? Sama sekali tidak. Karena cit-shakti merupakan shakti yang sempurna dari Krishna, sedangkan para jiva terwujud dari jiva-shakti Krishna. Cit-shakti adalah kekuatan yang lengkap dan sempurna, cit-shakti juga dikenal sebagai svarupa-shakti, energi yang mewujudkan ketuhanan dari Tuhan Sendiri, sedangkan jiva-shakti adalah manifestasi kekuatan yang tidak lengkap.
Oleh karena itulah, sejatinya jiva dan Tuhan memiliki hubungan yang bersifat alamiah dan mendasar. Sebagaimana diuraikan dalam Caitanya caritamrta. Madhya 20.108-109 :
jivera 'svarupa' haya krsnera 'nitya-dasa'
krsnera 'tatastha-shakti', 'bhedabheda-prakasa
suryamsa-kirana, yaiche agni-jvala-caya
svabhavika krsnera tina-prakara 'shakti' haya
Kedudukan dasar dari makhluk hidup adalah menjadi pelayan kekal dari Tuhan (Sri Krishna). Sebagai manifestasi dari tenaga marjinal Tuhan, ia secara simultan sama dan berbeda dengan Tuhan seperti partikel dari sinar ataupun api. Tuhan (Sri Krishna) memiliki tiga jenis tenaga atau shakti yaitu cit-shakti, tatastha-shakti, dan maya-shakti.
Lalu Caitanya caritamrta. Madhya 22.10-13 :
sei vibhinnamsa jiva dui ta' prakara
eka 'nitya-mukta', eka 'nitya-samsara'
'nitya-mukta' nitya krsna-carane unmukha
'krsna-parisada' nama, bhunje seva-sukha
'nitya-bandha' krsna haite nitya-bahirmukha
'nitya-samsara', bhunje narakadi duhkha
sei dose maya-pisaci danda kare tare
adhyatmikadi tapa-traya tare jari' mare
Para jiva dibagi menjadi dua kategori. Golongan pertama adalah nitya-mukta atau nitya-siddha yang terbebas secara kekal dan yang kedua adalah nitya-baddha yang terikat secara kekal. Mereka yang tergolong dalam nitya-mukta atau nitya-siddha selalu sadar akan Krishna dan mereka mengabdi dalam pelayanan cinta bhakti rohani kepada kaki padma Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Mereka adalah sahabat-sahabat dan pelayan kekal Sri Krishna. Mereka menikmati kebahagiaan rohani yang kekal dalam melayani Sri Krishna.
Selain penyembah-penyembah yang terbebaskan selamanya, ada roh-roh yang terikat yang selalu berpaling dari pelayanan rohani kepada Tuhan. Mereka terus-menerus terikat di dunia material ini dan mereka menjadi sasaran atas kesengsaraan material, yang terbawa bersama dengan penerimaannya atas berbagai bentuk badan jasmani dalam keadaan yang bagaikan neraka. Karena menunjukkan sifat penentangan yang mereka miliki terhadap Kesadaran Tuhan, roh-roh yang terikat dihukum oleh jahatnya tenaga luar yang mengkhayalkan atau maya. Dia tersiksa oleh tiga jenis penderitaan yang disebabkan oleh badan atau pikiran, sikap permusuhan dari makhluk hidup lainnya dan bencana-bencana alam yang disebabkan oleh para dewa.
Dengan memahami kedudukan dasar jivatma sebagai bagian percikan kecil dari Bhagavan, maka dapat pula dimengerti bahwa kecenderungan alamiah dari bagian adalah melayani keseluruhannya. Jadi Bhagavan Caitanyadeva mengatakan bahwa svarupa, atau jati diri sang roh sesungguhnya adalah pelayan Krishna. Apabila dia berada di posisi marjinalnya maka dia akan cenderung tertarik ke salah satu sisi, sisi rohani atau sisi khayal.
Dalam sisi rohani dia akan berlindung kepada cit-shakti, dan membuatnya kebal dari kedukacitaan maupun kesukacitaan yang bersifat semu. Di wilayah ini svarupa dari sang roh sepenuhnya berada dalam kesempurnaannya sebagai dasa, hamba, yang berhubungan dengan Tuhan dalam berbagai bentuk ikatan cintakasih. Bila dia memilih sisi khayal atau sisi duniawi maka dia akan menerima sebentuk tubuh duniawi yang menyelubungi jati diri sejatinya. Di sisi ini karma, hukum sebab akibat akan mengikatnya. Perjuangan keras hanya demi mendapatkan setitik kesenangan yang bersifat sementara.
Jalan karma memberikan seseorang kesenangan dengan perantaraan hukum sebab akibat. Kebahagiaan yang diperoleh tidak akan pernah kekal adanya, karena didasarkan atas pemahaman akan jati diri sejati yang salah. Jalan jnana atau yoga, mengantar sang roh sampai kepada pembebasan dari maya, namun di sini dia terangkat sampai tingkat kemarjinalannya. Pada keadaan pembebasan yang demikian, jati diri sejati sang roh diabaikan atau bahkan dilenyapkan (nirvana). Keadaan kekosongan, sunyata. Tetapi hal inipun tidak kekal, karena sekali lagi dia dapat melihat kedua sisi dunia yang berbeda. Kemungkinan untuk jatuh kembali ke dalam alam maya selalu ada.
Hanyalah jalan bhakti, yang sesungguhnya merupakan perwujudan dari cit-shakti sendiri, yang dapat menempatkan sang roh dalam jati diri sejatinya yang kekal. Sehingga kesempurnaan tertinggi bagi sang roh hanya dimungkinkan dicapai melalui bhakti yang murni.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar