Walaupun jiva dapat dipengaruhi oleh
maya, namun tidak ada setitikpun penyusun duniawi di dalamnya. Berdasarkan penjelasan
tad tac-cakti parinama vada (teori perubahan energi) yang dijelaskan oleh Maharishi Vyasadeva dalam Vedanta Sutra, dapat dimengerti bahwa sekalipun jiva dapat jatuh dalam pengaruh
maya, namun jiva sama sekali bukan hasil ciptaan
maya-shakti. Oleh karena itu jiva dikatakan berbeda dari
maya. Sripad Madhvacarya menjelaskannya sebagai
jiva-jada bheda. Demikian pula jiva juga tidak sama dengan
brahman, Kesadaran Yang Mahabesar (
brhad-cit). Sehingga jivatma tidak akan pernah sama dengan Tuhan (
brahman) ataupun menjadi
brahman. Dia tetap berbeda dari
brahman, bahkan dalam tingkat pembebasan sekalipun. Inilah
brahma-jiva bheda. Brahma Yang Tertinggi adalah satu dan tiada dua-Nya. Beliau adalah Prinsip Kebenaran yang Mahamutlak (
advaya-jnana-tattva). Sekalipun Beliau tunggal namun kekuatan-Nya yang tiada dapat dipahami penuh keanekawarnaan dan tenaga rohani-Nya (
cit-shakti) adalah tenaga Beliau yang paling sempurna, tiada bandingannya.
Namun jiva sebagai pancaran dan percikan-Nya ada dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Para jiva ini memiliki jati diri masing-masing yang juga kekal. Antara jiva satu dengan jiva yang lain adalah berbeda,
jiva-jiva bheda. Begitu pula kekuatan duniawi yang mengkhayalkan juga beranekawarna karena merupakan pantulan yang terputar balik dari tenaga rohani yang asli. Dengan demikian ada perbedaan antara energi duniawi yang satu dengan energi duniawi yang lain,
jada-jada bheda. Lima perbedaan ini (
panca-bheda) diuraikan oleh Sripada Madhvacarya, merupakan titik tolak dari
dvaita-vedanta.
Sekalipun ketiga kekuatan ini berbeda, namun tiada lain merupakan manifestasi dari
krishna-shakti. Kemanunggalan di sini dapat dijelaskan hanya melalui
suddha-advaita vedanta yang diuraikan melalui
tad tac-cakti parinama vada yang diajarkan oleh Maharishi Vyasadeva dan para Acarya. Konsep
bheda (dvaita) tidak mampu menjelaskan keseluruhan kebenaran dengan sempurna. Sedangkan konsep
abheda (advaita) yang mutlak juga tidak benar. Oleh karena itu keduanya,
bheda dan
abheda yang diwujudkan oleh kekuatan Krishna yang tiada dapat dipahami (
acintya-shakti), itulah yang tepat. Inilah
acintya bheda-abheda tattva.Sekarang apabila
maya tidak ada urusan dalam pembentukan
svarupa dari jiva, apakah
cit-shakti yang menciptakan para jiva dengan sifat kemarjinalannya (
tatastha-svabhava) itu? Sama sekali tidak. Karena
cit-shakti merupakan
shakti yang sempurna dari Krishna, sedangkan para jiva terwujud dari
jiva-shakti Krishna.
Cit-shakti adalah kekuatan yang lengkap dan sempurna,
cit-shakti juga dikenal sebagai
svarupa-shakti, energi yang mewujudkan ketuhanan dari Tuhan Sendiri, sedangkan
jiva-shakti adalah manifestasi kekuatan yang tidak lengkap.
Oleh karena itulah, sejatinya jiva dan Tuhan memiliki hubungan yang bersifat alamiah dan mendasar. Sebagaimana diuraikan dalam Caitanya caritamrta. Madhya 20.108-109 :
jivera 'svarupa' haya krsnera 'nitya-dasa'krsnera 'tatastha-shakti', 'bhedabheda-prakasasuryamsa-kirana, yaiche agni-jvala-cayasvabhavika krsnera tina-prakara 'shakti' hayaKedudukan dasar dari makhluk hidup adalah menjadi pelayan kekal dari Tuhan (Sri Krishna). Sebagai manifestasi dari tenaga marjinal Tuhan, ia secara simultan sama dan berbeda dengan Tuhan seperti partikel dari sinar ataupun api. Tuhan (Sri Krishna) memiliki tiga jenis tenaga atau
shakti yaitu
cit-shakti, tatastha-shakti, dan
maya-shakti.Lalu Caitanya caritamrta. Madhya 22.10-13 :
sei vibhinnamsa jiva dui ta' prakaraeka 'nitya-mukta', eka 'nitya-samsara''nitya-mukta' nitya krsna-carane unmukha'krsna-parisada' nama, bhunje seva-sukha'nitya-bandha' krsna haite nitya-bahirmukha'nitya-samsara', bhunje narakadi duhkhasei dose maya-pisaci danda kare tareadhyatmikadi tapa-traya tare jari' marePara jiva dibagi menjadi dua kategori. Golongan pertama adalah
nitya-mukta atau
nitya-siddha yang terbebas secara kekal dan yang kedua adalah
nitya-baddha yang terikat secara kekal. Mereka yang tergolong dalam
nitya-mukta atau
nitya-siddha selalu sadar akan Krishna dan mereka mengabdi dalam pelayanan cinta bhakti rohani kepada kaki padma Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Mereka adalah sahabat-sahabat dan pelayan kekal Sri Krishna. Mereka menikmati kebahagiaan rohani yang kekal dalam melayani Sri Krishna.
Selain penyembah-penyembah yang terbebaskan selamanya, ada roh-roh yang terikat yang selalu berpaling dari pelayanan rohani kepada Tuhan. Mereka terus-menerus terikat di dunia material ini dan mereka menjadi sasaran atas kesengsaraan material, yang terbawa bersama dengan penerimaannya atas berbagai bentuk badan jasmani dalam keadaan yang bagaikan neraka. Karena menunjukkan sifat penentangan yang mereka miliki terhadap Kesadaran Tuhan, roh-roh yang terikat dihukum oleh jahatnya tenaga luar yang mengkhayalkan atau maya. Dia tersiksa oleh tiga jenis penderitaan yang disebabkan oleh badan atau pikiran, sikap permusuhan dari makhluk hidup lainnya dan bencana-bencana alam yang disebabkan oleh para dewa.
Dengan memahami kedudukan dasar jivatma sebagai bagian percikan kecil dari Bhagavan, maka dapat pula dimengerti bahwa kecenderungan alamiah dari bagian adalah melayani keseluruhannya. Jadi Bhagavan Caitanyadeva mengatakan bahwa
svarupa, atau jati diri sang roh sesungguhnya adalah pelayan Krishna. Apabila dia berada di posisi marjinalnya maka dia akan cenderung tertarik ke salah satu sisi, sisi rohani atau sisi khayal.
Dalam sisi rohani dia akan berlindung kepada
cit-shakti, dan membuatnya kebal dari kedukacitaan maupun kesukacitaan yang bersifat semu. Di wilayah ini svarupa dari sang roh sepenuhnya berada dalam kesempurnaannya sebagai dasa, hamba, yang berhubungan dengan Tuhan dalam berbagai bentuk ikatan cintakasih. Bila dia memilih sisi khayal atau sisi duniawi maka dia akan menerima sebentuk tubuh duniawi yang menyelubungi jati diri sejatinya. Di sisi ini karma, hukum sebab akibat akan mengikatnya. Perjuangan keras hanya demi mendapatkan setitik kesenangan yang bersifat sementara.
Jalan karma memberikan seseorang kesenangan dengan perantaraan hukum sebab akibat. Kebahagiaan yang diperoleh tidak akan pernah kekal adanya, karena didasarkan atas pemahaman akan jati diri sejati yang salah. Jalan jnana atau yoga, mengantar sang roh sampai kepada pembebasan dari maya, namun di sini dia terangkat sampai tingkat kemarjinalannya. Pada keadaan pembebasan yang demikian, jati diri sejati sang roh diabaikan atau bahkan dilenyapkan (
nirvana). Keadaan kekosongan, sunyata. Tetapi hal inipun tidak kekal, karena sekali lagi dia dapat melihat kedua sisi dunia yang berbeda. Kemungkinan untuk jatuh kembali ke dalam alam maya selalu ada.
Hanyalah jalan bhakti, yang sesungguhnya merupakan perwujudan dari
cit-shakti sendiri, yang dapat menempatkan sang roh dalam jati diri sejatinya yang kekal. Sehingga kesempurnaan tertinggi bagi sang roh hanya dimungkinkan dicapai melalui bhakti yang murni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar