Kamis, 19 November 2009

AKAR DARI KARMA DAN REINKARNASI


Jiva yang terikat di dunia material ini karena dikhayalkan oleh tenaga maya atau triguna, mempersamakan diri dengan badan material baik yang halus maupun kasar. Oleh karenanya mereka melakukan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk kepuasan indria-indrianya dan dengan berbagai cara berusaha menguasai objek-objek material. Dan oleh karenanya mereka melakukan berbagai macam kegiatan berdosa yang mengantarkannya memperoleh berbagai macam jenis kehidupan. Dalam Padma Purana diberikan pernyataan rinci tentang berbagai jenis kehidupan makhluk hidup yang berbeda sebagai berikut :
1. Jalaja-nava-laksani, 900 ribu jenis bentuk kehidupan yang hidup di air
2. Sthavara laksa-vimsati, 2 juta dalam bentuk pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnya
3. Krimsyo rudra sankhyakah, satu juta seratus jenis makhluk hidup kecil (serangga, reptil dan binatang melata lainnya).
4. Paksinam dasa laksanam, 1 juta jenis burung-burung
5. Trimsah-laksani pasavah, 3 juta jenis kehidupan binatang
6. Catur laksani manusah, 400 ribu jenis manusia

Semua jenis bentuk kehidupan tersebut di atas termasuk manusia dibedakan atas dasar tingkat kesadarannya, yang dapat dibagi sebagai berikut yaitu :
Delapan jenis bentuk kehidupan di bawah manusia dibagi atas dua tingkat kesadaran yaitu:
1) acchadita/abruta cetana atau kesadaran tertutup dan
2) sankucita cetana atau kesadaran yang mengkerut.
Adapun 400 ribu jenis kehidupan manusia digolongkan pada tiga tingkat kesadaran yaitu :
3) mukulita cetana, kesadaran yang mulai membentuk kuncup
4) vikacita cetana, kesadaran yang mulai mekar, dan
5) purna vikacita cetana, kesadaran yang mekar sepenuhnya

Setelah melalui proses evolusi ataupun perpindahan dari satu badan ke badan yang lain dari jenis kehidupan yang rendah ke jenis kehidupan yang lebih tinggi selama 8 juta kali, akhirnya atas karunia Tuhan dan hukum alam, sang makhluk hidup memperoleh bentuk kehidupan sebagai manusia. Hal ini dijelaskan dalam Brahma-vaivarta Purana:

asitim caturas caiva laksamstan jiva-jatisu, brahmadbhih purusaih prapyam manusyam janma-paryayat
Artinya : ada sebanyak 8.400.000 bentuk kehidupan, dan sang jiva akan mendapat bentuk badan kehidupan manusia setelah mengalami perubahan atau evolusi ataupun perpindahan badan sebanyak 8 juta bentuk kehidupan lainnya di bawah manusia.

Karena itulah bentuk kehidupan manusia sangat jarang dan sulit dicapai – durlabham manusa janma, di samping itu kehidupan manusia ini tidak kekal atau sementara namun sangat bermakna – tad apy adhruvam arthadam.(Bhag.7.6.21) Kehidupan manusia ini khususnya dimaksudkan untuk mengenal tentang keberadaan Tuhan dan identitas diri kita serta kewajiban-kewajiban dalam hubungan antara jiva dengan Tuhan, dengan kata lain menempuh jalan untuk kembali kepada Tuhan. Jika tidak demikian maka akan jatuh lagi dalam berbagai jenis kehidupan yang lebih rendah dan melanjutkan evolusi sesuai karma kita masing-masing. Bahkan selama kehidupan manusia inipun kita sudah mengalami proses perpindahan badan dari bayi ke kanak-kanak, dari kanak-kanak menjadi dewasa, dari badan dewasa merosot menjadi tua lagi dan akhirnya meninggal.


Bhagavad-gita 2.13 :
dehino ‘smin yatha dehe kaumaram yauvanam jara tatha dehantara-praptir dhiras tatra na muhyati
Seperti halnya sang roh terkurung dalam badan, terus menerus mengalami perpindahan di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja, sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian ini.

Bhagavad-gita 2.27 :
jatasya hi dhruvo mrtyur dhruvam janma mrtasya ca tasmad apariharye ‘rthe na tvam socitum arhasi
Orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau jangan menyesal.

Jadi segala aktivitas dalam kehidupan sebagai manusia hendaknya dimaksudkan untuk menghentikan proses perputaran kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit melalui proses pengabdian suci cintakasih rohani kepada Tuhan, Sri Krishna. Jika kita membentuk kehidupan kita sedemikian rupa untuk selalu sadar akan Tuhan, dan mengembangkan cinta bhakti dan pelayanan kepada-Nya, maka atas karunia Tuhan yang tiada taranya, pada saat meninggalkan badan ini kita dapat berpulang ke dunia rohani dan tidak akan pernah lahir lagi ke dunia sementara yang penuh penderitaan ini, dukhalayam asasvatam.

Senin, 16 November 2009

TUHAN DAN JIWA, SAMA DAN JUGA BERBEDA


Walaupun jiva dapat dipengaruhi oleh maya, namun tidak ada setitikpun penyusun duniawi di dalamnya. Berdasarkan penjelasan tad tac-cakti parinama vada (teori perubahan energi) yang dijelaskan oleh Maharishi Vyasadeva dalam Vedanta Sutra, dapat dimengerti bahwa sekalipun jiva dapat jatuh dalam pengaruh maya, namun jiva sama sekali bukan hasil ciptaan maya-shakti. Oleh karena itu jiva dikatakan berbeda dari maya. Sripad Madhvacarya menjelaskannya sebagai jiva-jada bheda. Demikian pula jiva juga tidak sama dengan brahman, Kesadaran Yang Mahabesar (brhad-cit). Sehingga jivatma tidak akan pernah sama dengan Tuhan (brahman) ataupun menjadi brahman. Dia tetap berbeda dari brahman, bahkan dalam tingkat pembebasan sekalipun. Inilah brahma-jiva bheda. Brahma Yang Tertinggi adalah satu dan tiada dua-Nya. Beliau adalah Prinsip Kebenaran yang Mahamutlak (advaya-jnana-tattva). Sekalipun Beliau tunggal namun kekuatan-Nya yang tiada dapat dipahami penuh keanekawarnaan dan tenaga rohani-Nya (cit-shakti) adalah tenaga Beliau yang paling sempurna, tiada bandingannya.

Namun jiva sebagai pancaran dan percikan-Nya ada dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Para jiva ini memiliki jati diri masing-masing yang juga kekal. Antara jiva satu dengan jiva yang lain adalah berbeda, jiva-jiva bheda. Begitu pula kekuatan duniawi yang mengkhayalkan juga beranekawarna karena merupakan pantulan yang terputar balik dari tenaga rohani yang asli. Dengan demikian ada perbedaan antara energi duniawi yang satu dengan energi duniawi yang lain, jada-jada bheda. Lima perbedaan ini (panca-bheda) diuraikan oleh Sripada Madhvacarya, merupakan titik tolak dari dvaita-vedanta.

Sekalipun ketiga kekuatan ini berbeda, namun tiada lain merupakan manifestasi dari krishna-shakti. Kemanunggalan di sini dapat dijelaskan hanya melalui suddha-advaita vedanta yang diuraikan melalui tad tac-cakti parinama vada yang diajarkan oleh Maharishi Vyasadeva dan para Acarya. Konsep bheda (dvaita) tidak mampu menjelaskan keseluruhan kebenaran dengan sempurna. Sedangkan konsep abheda (advaita) yang mutlak juga tidak benar. Oleh karena itu keduanya, bheda dan abheda yang diwujudkan oleh kekuatan Krishna yang tiada dapat dipahami (acintya-shakti), itulah yang tepat. Inilah acintya bheda-abheda tattva.

Sekarang apabila maya tidak ada urusan dalam pembentukan svarupa dari jiva, apakah cit-shakti yang menciptakan para jiva dengan sifat kemarjinalannya (tatastha-svabhava) itu? Sama sekali tidak. Karena cit-shakti merupakan shakti yang sempurna dari Krishna, sedangkan para jiva terwujud dari jiva-shakti Krishna. Cit-shakti adalah kekuatan yang lengkap dan sempurna, cit-shakti juga dikenal sebagai svarupa-shakti, energi yang mewujudkan ketuhanan dari Tuhan Sendiri, sedangkan jiva-shakti adalah manifestasi kekuatan yang tidak lengkap.

Oleh karena itulah, sejatinya jiva dan Tuhan memiliki hubungan yang bersifat alamiah dan mendasar. Sebagaimana diuraikan dalam Caitanya caritamrta. Madhya 20.108-109 :
jivera 'svarupa' haya krsnera 'nitya-dasa'
krsnera 'tatastha-shakti', 'bhedabheda-prakasa
suryamsa-kirana, yaiche agni-jvala-caya
svabhavika krsnera tina-prakara 'shakti' haya
Kedudukan dasar dari makhluk hidup adalah menjadi pelayan kekal dari Tuhan (Sri Krishna). Sebagai manifestasi dari tenaga marjinal Tuhan, ia secara simultan sama dan berbeda dengan Tuhan seperti partikel dari sinar ataupun api. Tuhan (Sri Krishna) memiliki tiga jenis tenaga atau shakti yaitu cit-shakti, tatastha-shakti, dan maya-shakti.

Lalu Caitanya caritamrta. Madhya 22.10-13 :
sei vibhinnamsa jiva dui ta' prakara
eka 'nitya-mukta', eka 'nitya-samsara'
'nitya-mukta' nitya krsna-carane unmukha
'krsna-parisada' nama, bhunje seva-sukha
'nitya-bandha' krsna haite nitya-bahirmukha
'nitya-samsara', bhunje narakadi duhkha
sei dose maya-pisaci danda kare tare
adhyatmikadi tapa-traya tare jari' mare
Para jiva dibagi menjadi dua kategori. Golongan pertama adalah nitya-mukta atau nitya-siddha yang terbebas secara kekal dan yang kedua adalah nitya-baddha yang terikat secara kekal. Mereka yang tergolong dalam nitya-mukta atau nitya-siddha selalu sadar akan Krishna dan mereka mengabdi dalam pelayanan cinta bhakti rohani kepada kaki padma Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Mereka adalah sahabat-sahabat dan pelayan kekal Sri Krishna. Mereka menikmati kebahagiaan rohani yang kekal dalam melayani Sri Krishna.


Selain penyembah-penyembah yang terbebaskan selamanya, ada roh-roh yang terikat yang selalu berpaling dari pelayanan rohani kepada Tuhan. Mereka terus-menerus terikat di dunia material ini dan mereka menjadi sasaran atas kesengsaraan material, yang terbawa bersama dengan penerimaannya atas berbagai bentuk badan jasmani dalam keadaan yang bagaikan neraka. Karena menunjukkan sifat penentangan yang mereka miliki terhadap Kesadaran Tuhan, roh-roh yang terikat dihukum oleh jahatnya tenaga luar yang mengkhayalkan atau maya. Dia tersiksa oleh tiga jenis penderitaan yang disebabkan oleh badan atau pikiran, sikap permusuhan dari makhluk hidup lainnya dan bencana-bencana alam yang disebabkan oleh para dewa.

Dengan memahami kedudukan dasar jivatma sebagai bagian percikan kecil dari Bhagavan, maka dapat pula dimengerti bahwa kecenderungan alamiah dari bagian adalah melayani keseluruhannya. Jadi Bhagavan Caitanyadeva mengatakan bahwa svarupa, atau jati diri sang roh sesungguhnya adalah pelayan Krishna. Apabila dia berada di posisi marjinalnya maka dia akan cenderung tertarik ke salah satu sisi, sisi rohani atau sisi khayal.

Dalam sisi rohani dia akan berlindung kepada cit-shakti, dan membuatnya kebal dari kedukacitaan maupun kesukacitaan yang bersifat semu. Di wilayah ini svarupa dari sang roh sepenuhnya berada dalam kesempurnaannya sebagai dasa, hamba, yang berhubungan dengan Tuhan dalam berbagai bentuk ikatan cintakasih. Bila dia memilih sisi khayal atau sisi duniawi maka dia akan menerima sebentuk tubuh duniawi yang menyelubungi jati diri sejatinya. Di sisi ini karma, hukum sebab akibat akan mengikatnya. Perjuangan keras hanya demi mendapatkan setitik kesenangan yang bersifat sementara.

Jalan karma memberikan seseorang kesenangan dengan perantaraan hukum sebab akibat. Kebahagiaan yang diperoleh tidak akan pernah kekal adanya, karena didasarkan atas pemahaman akan jati diri sejati yang salah. Jalan jnana atau yoga, mengantar sang roh sampai kepada pembebasan dari maya, namun di sini dia terangkat sampai tingkat kemarjinalannya. Pada keadaan pembebasan yang demikian, jati diri sejati sang roh diabaikan atau bahkan dilenyapkan (nirvana). Keadaan kekosongan, sunyata. Tetapi hal inipun tidak kekal, karena sekali lagi dia dapat melihat kedua sisi dunia yang berbeda. Kemungkinan untuk jatuh kembali ke dalam alam maya selalu ada.

Hanyalah jalan bhakti, yang sesungguhnya merupakan perwujudan dari cit-shakti sendiri, yang dapat menempatkan sang roh dalam jati diri sejatinya yang kekal. Sehingga kesempurnaan tertinggi bagi sang roh hanya dimungkinkan dicapai melalui bhakti yang murni.

Rabu, 11 November 2009

PANCARAN KECIL DARI SINAR SANG JIWA TERTINGGI


yathagneh ksudra visphulinga vyuccarantyevam evasmadatmanah sarve pranah sarve lokah sarve devah sarvani bhutani vyuccaranti
Seperti halnya percikan-percikan bunga api yang terpancar dari api yang berkobar, demikian pula semua jiva dengan sifat-sifatnya yang khusus terpancar dari paramatma (Sang Jiwa Tertinggi Yang Utama), begitu pula dewa-dewa, planet-planet, dan makhluk hidup, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
(Brhad-aranyaka Upanisad 2.1.20)

isvarera tattva yena jvalita jvalana jivera svarupa yaiche sphuliogera kana
Tuhan bagaikan kobaran api yang sangat besar, dan para makhluk hidup (jivatma) adalah bagaikan percikan-percikan kecil bunga api dari api itu.
(Caitanya caritamrta. Adi 7.116)

Bagaikan percikan-percikan bara yang melompat-lompat keluar dari dalam kobaran api yang besar, demikian pula jiva-jiva yang tiada terhitung banyaknya, bagaikan pancaran, bagian-bagian kecil dari cahaya matahari rohani, Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Walaupun para jiva ini tiada berbeda dengan Sri Hari, mereka juga secara kekal berbeda dengan Dia. Perbedaan yang kekal antara jiva dengan Isvara (Tuhan Yang Maha Esa) adalah bahwa Isvara merupakan Tuhan dan penguasa dari maya-shakti (energi illusif), sedangkan jiva dapat jatuh dalam kendali maya, bahkan dalam keadaan terbebas (moksa) sekalipun, ini adalah karena dipengaruhi oleh sifatnya yang alamiah, yang paling mendasar.” Dalam pengertian, walaupun sang jiva telah terbebas dari ikatan maya (moksa), namun bila dia tidak berada dalam perlindungan langsung dari cit shakti (kekuatan rohani Tuhan) maka selalu ada kemungkinan untuk jatuh kembali ke dalam ciptaan alam material.

Ini merupakan apurva-siddhanta, kesimpulan yang paling akhir, dan didukung oleh berbagai pernyataan dalam Veda serta Upanisad. Dikatakan dalam Brhad-aranyaka Upanisad, jiva-jiva yang tiada terhitung jumlahnya memancar dari para-brahma, bagaikan percikan-percikan kecil dari kobaran api. Ada dua kedudukan yang harus dipertimbangkan oleh jiva-purusa (sang jiwa) yaitu alam duniawi yang tanpa kesadaran (acit), dan dunia rohani yang mahasadar (cit). Para jiva berada dalam posisi ketiga, yang bagaikan keadaan saat mimpi (svapna-sthana) seperti keadaan tidak tidur maupun tidak terjaga sepenuhnya, dan adalah merupakan pertemuan (tata-stha) di antara keduanya. Karena berada pada tempat pertemuan kedua dunia, dia melihat baik jada-jagat (dunia kebendaan) maupun cid-jagat (dunia rohani) tersebut. Seperti seekor ikan besar yang terkadang berenang ke tepian sebelah barat, lalu kadang ke tepian sebelah timur dari sebuah sungai, begitu pula para jiva selalu bergerak ke kedua sisi, yaitu keadaan bagaikan mimpi dan keadaan keterjagaan.

Dengan berada di tengah-tengah, jiva dapat melihat dunia rohani di satu sisi, dan juga alam duniawi di sisi yang lainnya. Shakti rohani dari Sri Bhagavan di satu sisi adalah tiada batasnya, dan maya-shakti di sisi yang lain juga sangat kuat, jiva-jiva dalam bentuknya yang halus (suksma) berada di antara keduanya ini. Krishna memiliki ketiga shakti ini, antaranga, kekuatan dalam, bahiranga, tenaga luar, dan tatastha, tenaga marjinal. Para jiva secara alami bersifat marjinal, karena mereka diwujudkan dari tatastha-shakti (kekuatan marjinal) Krishna.

Sifat marjinal ini disebut tatastha-svabhava, yang memungkinkannya melihat kedua sisi. Sifat alamiah dari keadaan pertengahan ini adalah ia memiliki kecenderungan untuk berada di bawah pengendalian kedua shakti yang lain. Apabila jiva memandang Krishna, yaitu ke arah dunia rohani, maka dia akan dipengaruhi oleh krishna-shakti. Akan tetapi bila dia memandang maya, maka dia akan menentang Krishna dan menjadi dikuasai oleh maya.

Kekuatan Tuhan yang mahasempurna disebut svarupa-shakti, karena shakti ini berada dalam rupa Tuhan, dalam Diri Tuhan. Kekuatan ini cinmaya, sepenuhnya sadar (penuh kehidupan), dan maka dari itu kekuatan ini merupakan lawan atau antitesis dari zat kebendaan yang mati. Energi ini dikenal pula sebagai cit-shakti, kekuatan yang mengandung prinsip kesadaran. Karena shakti ini sangat berhubungan erat dengan Tuhan, dengan berada di dalam rupa pribadi-Nya, selanjutnya energi ini dikenal pula sebagai antaranga shakti (kekuatan yang berada di dalam). Karena kekuatan ini lebih luhur daripada kekuatan marjinal dan kekuatan luar baik dari segi bentuk maupun kemuliaannya, maka dia juga disebut para-shakti, kekuatan yang mahatinggi.

Svarupa-shakti ini dibagi menjadi tiga. Sandhini, kekuatan yang memperantarai keberadaan rohani Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna beserta para rekan kekal-Nya, samvit, kekuatan yang menganugerahkan pengetahuan rohani mengenai Tuhan, dan hladini, kekuatan yang dengannya Krishna menikmati kesukacitaan rohani serta menganugerahkan kebahagiaan kepada para bhakta-Nya.

Insan Yang Mahatinggi dikenal sebagai parabrahma berwujud sac-cid-ananda. Sifat-sifat ini (keabadian, penuh pengetahuan, dan kebahagiaan tanpa banding) tidak pernah terpisahkan satu dengan yang lainnya. Begitu pula sandhini, samvit, dan hladini senantiasa terdapat bersama-sama. Kekuatan yang mahasempurna ini berada di dalam Tuhan, inilah cit-shakti.


Bagaimanakah hubungan jiva-shakti dengan cit-shakti? Krishna yang dibandingkan dengan matahari atau kobaran api merupakan tattva yang terwujud sendiri. Di tengah-tengah matahari yang berkobar itu, dengan kata lain di dalam Krishna, segala sesuatu merupakan perwujudan yang bersifat rohani, dan cahayanya menyebar luas dari bulatan matahari itu. Cahaya ini merupakan fungsi fraksional dari svarupa-shakti atau cit-shakti, dan sinar-sinar dalam fungsi fraksional itu adalah paramanu (bagian-bagian yang sekecil atom) dari matahari rohani itu. Para jiva adalah tattva yang sangat kecil ini. Svarupa-shakti atau cit-shakti yang mahasempurna mewujudkan dunia di dalam bulatan matahari rohani itu, sedangkan segala sesuatu yang berlangsung di luar bulatan matahari itu dijalankan oleh jiva-shakti, yang merupakan representasi langsung dari cit-shakti. Dengan demikian segala kegiatan yang berhubungan dengan para jiva berjalan adalah melalui jiva-shakti ini, bukan cit-shakti secara langsung, tapi hanya merupakan representasinya.

Minggu, 08 November 2009

SIFAT-SIFAT JIVA

Jiva atau spiriton adalah partikel atom yang sadar. Keberadaan sang jiva tidak dapat dideteksi dengan cara ilmiah atau dengan cara material apapun. Keberadaan sang jiva hanya dapat dipahami dengan adanya kesadaran. Dalam Svetasvatara Upanisad 5.9 dijelaskan ukuran jiva adalah sebesar sepersepuluh ribu dari ujung rambut

balagra-sata bhagasya satadha kalpitasya ca
bhago jivah sa vijneyah sa canantyaya kalpate
Jika kita membagi ujung dari sehelai rambut menjadi seratus bagian dan dari satu bagian itu dibagi menjadi seratus bagian lagi, maka sepersepuluh ribu dari ujung sehelai rambut itulah dimensi dari jiva atau makhluk hidup, dan makhluk hidup ini mampu mencapai Tuhan Yang Tak Terhingga.

Bagaimana mungkin suatu yang tak dapat dipersepsi secara duniawi bisa memiliki ukuran? Ini menyatakan bahwa jiva, sekalipun tidak dapat dipahami melalui cara-cara duniawi yang kasar adalah suatu kenyataan. Dia memiliki sifat pribadi yang nyata, bukan semata sesuatu yang bersifat imajiner atau bermakna filosofis belaka. Unit yang nyata dan sadar ini, sekalipun memiliki dimensi yang begitu kecil, namun dia merupakan bagian dari Sang Sumber Yang Tiada Batasnya. Oleh karena itu secara alamiah dia memiliki potensi untuk kembali bersama Sumber yang menjadi Asalnya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Sang Jiwa Utama.

Dalam Bhagavad-gita 15.7
mamaivamso jiva-loke jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani prakrti-sthani karsati
Para makhluk hidup yang terikat di dunia yang terikat ini adalah percikan yang kekal dari Diri-Ku. Oleh karena kehidupan yang terikat mereka berjuang sangat keras sekali melawan (dorongan) enam indria, termasuk pikiran.

Bhagavad-gita 2.20
na jayate mriyate va kadacin nayam bhutva bhavita va na bhuyah
ajo nityah sasvato 'yam purano na hanyate hanyamane sarire
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang jiwa pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh bila badan terbunuh.

Bhagavad-gita 2.23
nainam chindanti sastrani nainam dahati pavakah
na cainam kledayanty apo na sosayati marutah
Sang jiwa tidak pernah dapat dipotong menjadi bagian-bagian oleh senjata manapun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air maupun dikeringkan oleh angin.

Bhagavad-gita 2.24
acchedyo 'yam adahyo 'yam akledyo 'sosya eva ca
nityah sarva-gatah sthanur acalo 'yam sanatanah
Jiwa yang individual ini tidak dapat dipatahkan ataupun dilarutkan, tidak dapat dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya, berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan dan tetap sama untuk selamanya.

Jiva atau atma yang merupakan percikan sekecil atom dari Tuhan Sendiri berada dalam setiap bentuk kehidupan

Segala kualifikasi jiwa yang sekecil atom tersebut membuktikan dengan pasti bahwa sang jiwa yang individual untuk selamanya menjadi butir seperti atom dari keseluruhan keberadaan rohani dan ia tetap menjadi atom untuk selamanya tanpa perubahan.

Bhagavad-gita 13.33.
yatha sarva-gatam sauksmyad akasam nopalipyate
sarvatravasthito dehe tathatma nopalipyate
Oleh karena angkasa bersifat halus, angkasa tidak tercampur dengan apapun, kendatipun angkasa berada di mana-mana. Begitu pula sang jiwa yang mantap dalam penglihatan Brahman tidak tercampur dengan badan walaupun ia berada dalam badan.

Brahma-sutra 2.3.24
gunadvalokavat
Seperti halnya api menerangi sebuah ruangan begitu juga jiva menerangi badan dengan sifat kecerdasannya.

Vedanta menjelaskan bahwa kesadaran adalah di luar pikiran dan kecerdasan. Vedanta juga memberikan hierarki sebagai berikut (Bhagavad-gita 3.42) :

indriyani parani ahur
indriyebhyah param manah
manasas tu para buddhir
yo buddheh paratas tu sah

Indria-indria yang bekerja, lebih halus daripada alam yang bersifat mati ataupun objek indria. Pikiran lebih tinggi atau halus daripada indria-indria, kecerdasan lebih halus lagi daripada pikiran dan dia atau sang jiwa atau jivatma lebih tinggi daripada kecerdasan.
Interaksi antara kesadaran dengan kecerdasan, pikiran dan indria-indria dijelaskan dalam Katha Upanisad 1.3; 3-4 sebagai sebuah kereta imajiner sebagai berikut :
atmanam ratinam viddhi, sariram ratham eva ca,
buddhim tu saratim viddhi, manah pragraham eva ca
indriyani hayan ahur, visayams tesu gocaran,
atmendrya-mano-yuktam, bhoktety ahur manisinah
Individu adalah sang penumpang dalam kereta badan material, dan kecerdasan adalah kusirnya. Pikiran adalah tali kekangnya, sedangkan indera-indera adalah kuda-kuda dari kereta itu. Seperti itulah hal ini dimengerti oleh para pemikir yang mulia.

Lebih lanjut Vedanta menyebutkan bahwa spiriton atau partikel spiritual (jiva) memiliki identitas sebagai berikut :
1. Dia adalah energi spiritual yang berbeda dari energi material
2. Dia adalah partikel spiritual dan berbeda dari materi secara ontologikal
3. Hanyalah karena interaksi antara spiriton (jiva) dan elemen material, sehingga tubuh material kelihatan menjadi aktif atau hidup.
4. Jiwa memilki sifat dasar : a) kesadaran; b) keinginan bebas; c) niat; dan d) tujuan
5. Jiwa berada di luar persepsi panca indera biasa dan dapat dibuktikan. Kesadaran adalah gejala kehidupan yang paling dapat dirasakan keberadaanya sebagai bukti adanya spiriton, sedangkan materi yang kompleks dapat dilihat secara nyata tapi tidak mempunyai kesadaran.
6. Keberadaannya kekal dan dia tidak dapat diciptakan atau dihancurkan
7. Dia mempunyai keinginan untuk memperoleh ilmu pengetahuan
8. Dia memiliki keinginan untuk bahagia
9. Dia memiliki kekuatan yang menarik bukan hanya antar makhluk individu saja tapi juga dengan materi. Sebagai contoh kekuatan yang menarik antara ibu dan bayinya adalah karena adanya interaksi dari jiwa

Kamis, 05 November 2009

KEBENARAN MENDASAR TENTANG SANG JIVA

Pengetahuan sejati apapun dalam Veda maupun spiritualisme pada umumnya, maka sungguhlah tidak mungkin bisa dimengerti jika kita tidak memahami dengan tepat dan benar berdasarkan filosofi Veda tentang subyek Jiva-tattva. Jiva-tattva adalah pengetahuan mendasar mengenai keberadaan diri sejati kita. Inilah yang didengungkan selama ini sebagai mengenali diri sendiri. Menjawab pertanyaan paling umum dalam penjajakan spiritual yaitu, “Siapakah Aku?”.

Jiva-tattva adalah titik awal perjalanan ke dalam diri dan pada akhirnya perjalanan untuk kembali kepada Tuhan, Sang Sumber Diri Tertinggi. Karena begitu pentingnya mata pelajaran ini bagi umat manusia, di medan perang Kuruksetra Bhagavan Sri Krishna pertama-tama mengajarkan pengetahuan ini kepada Arjuna, murid dan sahabat karib yang sangat dikasihi-Nya. Kemudian lima ratus duapuluh tahun yang lalu, ketika Bhagavan Sri Krishna muncul kembali dalam avatara-Nya sebagai bhakta, yang dikenal dengan Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu, Beliau kembali mengajarkan pengetahuan yang sama kepada Srila Rupa Gosvami dalam Dasa Mula Tattva yaitu sepuluh kebenaran sejati, sebagai berikut:

Sriman Mahaprabhu Caitanyadeva menganugerahkan ajaran Dasa-mula-tattva kepada Sri Rupa Goswamipada

1. Pramana: ajaran suci Veda yang diterima melalui guru-parampara dikenal sebagai amnaya (makna yang diresapkan ke dalam ingatan), bukti-bukti tak terbantahkan dari Veda, dari smrti-sastra terutama Srimad Bhagavatam, termasuk pula bukti-bukti dari persepsi indria secara langsung (pratyaksa), yang sejalan dengan bimbingan Veda, semua ini diterima sebagai pramana atau bukti. Pramana ini menegakkan prameya (kebenaran-kebenaran mendasar yang dibuktikan) berikut ini.
2. Parama-tattva: Hanyalah Sri Krishna Sendiri yang merupakan Kebenaran Mutlak Tertinggi.
3. Sarva-shaktiman: Sri Krishna adalah pemilik dari berbagai shakti yang beranekawarna dan tiada batasnya.
4. Akhila-rasamrta-sindhu: Dia adalah samudera manisnya rasa yang bagaikan madu kekekalan.
5. Vibhinnamsa-tattva: Baik jiva-jiva mukta (yang terbebas) maupun baddha (yang terikat) adalah bagian dan percikan-Nya yang terpisah (tidak sama) selamanya dari Dia.
6. Baddha-jiva: jiva-jiva terikat yang diselubungi maya
7. Mukta-jiva: jiva-jiva dalam pembebasan yang tak terikat maya.
8. Acintya-bheda-abheda-tattva: Seluruh alam semesta, yang terdiri dari jiva-jiva yang hidup dan memiliki kesadaran (cit), serta benda yang tidak memiliki kesadaran (acit), adalah acintya-bheda-abheda-prakasa dari Sri Hari, yaitu suatu manifestasi yang satu, sekaligus juga berbeda dengan Dia, dengan persamaan dan perbedaan yang tak dapat terjangkau oleh pikiran.
9. Suddha-bhakti: pelayanan dalam pengabdian suci yang murni adalah satu-satunya latihan rohani (sadhana) untuk mencapai tujuan tertinggi yang paling utama.
10.Krishna-priti: cinta dan kasih sayang rohani kepada Sri Krishna adalah satu-satunya tujuan akhir segala pencapaian.”
Dalam ajaran Bhagavad-gita dan Vedanta Sutra juga dijelaskan lima mata pelajaran pokok yaitu :
1. Isa tattva, kebenaran filosofis tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai aspek dan kekuatan-Nya.
2. Jiva tattva, kebenaran filosofis tentang identitas dan eksistensi makhluk hidup.
3. Prakrti, manifestasi alam material
4. Kala, pengaruh waktu terhadap makhluk hidup dan ciptaan material, dan
5. Karma, berbagai aktivitas makhluk hidup di dunia ciptaan material ini dalam usahanya mencari kebahagiaan.
Dalam membahas jiva tattva ini, berkaitan erat dengan mata pelajaran lainnya karena ia merupakan bagian yang tak terpisahkan.

Jiva-tattva atau vibhinnamsa-tattva, kebenaran sejati mengenai sang roh, merupakan salah satu kebenaran yang paling penting dan paling wajib untuk diketahui oleh semua jiva dalam kecerdasan yang telah berkembang sempurna, terutama dalam kehidupan manusia. Pemahaman yang baik mengenai jiva-tattva ini merupakan modal utama seseorang untuk menempuh jalan rohani yang sejati. Lebih lanjut dalam Dasa-mula juga dibicarakan mengenai mukta-jiva, kebenaran mengenai para roh yang berada dalam pembebasan, dan baddha-jiva, kebenaran mengenai para roh yang terikat oleh khayalan.

Menurut Vedanta, kita tidak akan pernah mempunyai sebuah teori yang menjangkau segala sesuatu jika hanya menyangkut materi atau interaksi-interaksi partikel-partikel material saja. Vedanta menyatakan, terlepas dari materi yang sifatnya tidak giat (inaktif), terdapat realitas lain di alam ini. Dialah partikel spiritual fundamental (disebut atman atau jiva dalam terminologi Vedanta), yang kini disebut sebagai “spiriton”* dalam bahasa ilmiah. Ia adalah partikel transendental dan secara ontologik berbeda dengan materi. Ia memiliki sifat sadar dan kebebasan bertindak atau berkehendak, berlawanan dengan partikel-partikel material seperti elektron, dsb. Hanya atas kehadiran dari spiritonlah materi kelihatannya hidup. Dalam Vedanta ”materi hidup” ini disebut sebagai kehidupan yang membadan.

Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu menjelaskan kepada Srila Rupa Gosvami bahwa di dalam alam semesta ini ada makhluk hidup yang jumlahnya tidak terhingga yang menurut kegiatan mereka yang dimaksudkan untuk membuahkan pahala, berpindah-pindah dari satu jenis kehidupan ke kehidupan yang lain dan dari satu planet ke planet yang lain. Dengan cara ini, keterikatan mereka dalam eksistensi alam duniawi ini telah berlanjut sejak jaman yang sangat purba. Walau kenyataannya semua makhluk hidup ini adalah percikan-percikan yang sangat kecil, yang tak terpisahkan dari Jiwa Yang Utama, Bhagavan Sri Krishna, Tuhan Yang Maha Esa.

(*istilah spiriton untuk substansi adiduniawi ini diusulkan dan dipopulerkan oleh Srila Sripada Maharaja - T.D. Singh, PhD.)

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking