Rabu, 11 Agustus 2010

DHARMA INI HANYA ADA DI SINI

Suatu hari saya sedang berdiskusi dengan seorang teman tentang pelajaran dari salah satu mentor rohani saya. Beliau mengatakan bahwa Hindu meyakini semua agama memiliki suatu sumber yang bersifat rohani, kebenaran adalah tetap kebenaran, di manapun atau dari manapun dia didapatkan. Tuhan Yang Maha Esa sejak awal dunia telah mengungkapkan kebenaran itu kepada semua bangsa dan negara di atas bumi ini, dalam masa dan tempat yang berbeda-beda, dengan cara atau bentuk yang terbaik dan paling sesuai bagi umat manusia yang dituju. Penerimaan dan juga pemahaman akan Kebenaran yang murni itu telah melewati saringan pikiran individual yang sudah dikondisikan oleh berbagai pengalaman psikis dan psiko-sosial. Itu kemudian diekspresikan melalui struktur sosio-politik unik, yang ada – eksis, pada masyarakat dan kelompok sosial tertentu. Perbedaan-perbedaan pengertian, ekspresi, dan penafsiran yang bersifat relatif berkaitan dengan Kebenaran itu, menghasilkan munculnya berbagai perguruan filsafat, doktrin teologis, mitologi, dan berjenis-jenis ritual atau upacara. Dalam batas tertentu semuanya ini sama-sama valid.

Menurut pandangan Hindu, semua agama adalah valid sebagai berbagai ekspresi dari Satu Kebenaran Rohani yang tunggal dan semua juga sama-sama bisa keliru akibat pengaruh “faktor manusia”. Jelas sangat tidak mungkin akan ada SATU agama untuk semua orang, dan berpikir begitu menunjukkan ketidakdewasaan dan ketidakmatangan, sekalipun memang ada satu hukum universal yang membentuk dasar dari semua agama-agama beradab.

Hindu meyakini bahwa Hukum-hukum Semesta ini, apabila dipatuhi, pastilah akan mengarahkan seseorang kembali kepada Tuhan, tanpa peduli apapun kepercayaan, filsafat, atau keyakinan teologis yang dianutnya. Dalam Hindu kaidah-kaidah kehidupan ini dikenal sebagai 14 Loka Dharma dan dapat diterapkan oleh dan untuk seluruh umat manusia. Tujuh yang berkaitan dengan pengembangan diri pribadi yaitu kejujuran, pengendalian diri, mencari pengetahuan, mengembangkan kebijaksanaan, kesederhanaan, kesabaran, dan senantiasa merasa puas. Tujuh yang lainnya berkaitan dengan hubungan secara sosial yaitu keadilan, tidak mencuri dan menipu, hubungan seksual yang terkendali, bebas dari amarah, belas kasih kepada semua makhluk, mengampuni, dan bebas dari kecurangan. (Bhagavad Gita 13:7 —11, Manu 7:92. Mahabharata Vana Parva 297:35 & Santi Parva).

Kemudian teman itu bertanya, ”Apabila memang Hindu meyakini bahwa semua agama adalah benar dan semua agama mengajarkan kebaikan, lalu apa salahnya tidak menganut Hindu dan beralih ke agama lain. Saya kira semua kebaikan itu juga diajarkan di tempat lain. Mengapa selama ini saya harus tetap Hindu, bukankah Hindu sendiri mengatakan bahwa kebenaran itu ada di semua tempat. Bila kita mengajarkan hal-hal semacam ini, maka untuk tidak menjadi Hindu lagi, kita tidak perlu banyak pertimbangan.” Memang betul untuk tidak menjadi Hindu lagi dan konversi menjadi agama lain tidak perlu banyak pertimbangan. Saya setuju dengan kesimpulan dari teman ini. Betul tidak perlu banyak, menurut saya cuma perlu satu pertimbangan saja.


Berdasarkan pemikiran Hindu setiap orang boleh memilih, mempelajari, meyakini, dan melaksanakan agama apapun yang menurutnya paling sesuai dan baik untuk dirinya secara pribadi. Setiap orang berhak mengkaji semua jalan rohani yang menurutnya dapat membawa kepada Kebenaran, membawa kepada Tuhan. Tetapi di tempat lain mungkin pemikiran seperti ini tidak ada. Mereka akan mengajarkan bahwa mungkin ada kebaikan dalam semua agama dan semua kebenaran merupakan wahyu dari Tuhan. Mereka tidak menolak apa yang baik dan suci dalam keyakinan lain tetapi tetap saja mereka mengklaim bahwa hanya melalui mereka dan pribadi tertentu saja, yang mereka yakini, keselamatan itu datang. Ada juga yang mengajarkan bahwa hanyalah keyakinan merekalah satu-satunya yang benar dan semua bentuk keyakinan yang lain bukan berasal dari Tuhan, bahkan berasal dari Iblis. Kebaikan apapun yang ada di sistem religi lain merupakan sebuah tiruan yang berasal dari tipuan setan demi menyesatkan orang-orang dan membuat mereka berpaling dari keimanan yang benar, yaitu agama mereka! Ada pula yang meyakini bahwa apapun kebaikan yang dilakukan oleh orang beragama lain tidak akan diterima Tuhan, tetapi hanyalah menambah dosa-dosa mereka. Baik atau buruk hanya ditentukan oleh satu hal yaitu penerimaan akan kebenaran total sistem religi mereka. Semua doktrin dan dogma ini tidak seorangpun bisa menjamin semuanya adalah kebenaran dan sayangnya tidak bisa dipertanyakan.

Bila anda meninggalkan agama dan keyakinan Hindu, sebagai warisan leluhur yang telah eksis selama berabad-abad dalam keluarga, biasanya anda pasti akan memasuki salah satu agama dengan misi penyebaran atau dakwah yang aktif. Di sana kita mungkin akan mempelajari dan meyakini bagian dari sesuatu yang juga dianggap dharma oleh Hindu. Tetapi di sana kita juga tidak mendapatkan dharma yang sudah diuraikan sebelumnya.

Jadi memang benar Hindu meyakini bahwa kebenaran itu ada di mana-mana dan setiap jalan yang menuju kepada-Nya adalah valid dengan keistimewaannya sendiri. Berjalan menuju Kebenaran Tertinggi dengan keinsafan akan dharma yang seperti ini akan menciptakan kondisi rohani yang bebas konflik. Tidak adanya konflik itu merupakan salah satu jalan menuju kedamaian. Sedangkan kedamaian sendiri merupakan ciri dari dharma sejati yang mampu mengantarkan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tujuan Akhir. Orang dapat menemukan kebenaran di setiap tempat. Dengannya kita dapat berjalan menuju kesempurnaan. Tetapi bila dalam menuju kesempurnaan kita sibuk melihat kesalahan orang lain, mencela dan mengejeknya, maka seluruh jalan itu akan berbalik menuju kejatuhan lebih dalam. Sayangnya sedikit yang memahami atau bahkan sekedar tahu saja mengenai hal ini. Sebagian besar tidak memperoleh informasi apapun tentang hal yang begitu penting dalam hidup rohani. Inilah salah satu sumbangan Hindu yang terbesar bagi para penganutnya dan ini pula yang dapat menjadi jaminan atau bukti bahwa dharma ini sungguh menuju kepada Sang Kebenaran. Sekali lagi, sayangnya dharma seperti ini tidak diajarkan di tempat lain. Hanya Hindu yang berani berkata dan mengajarkan ini dengan tegas, karena itu Hindu berbeda dari yang lainnya.

Pernyataan Bhagavad-gita 4.11, ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajamy aham mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah, seringkali disalah artikan sebagai pendapat bahwa Hindu mengatakan semua jalan, vartma, dengan demikian semua agama, adalah sama dan hanya menuju pada satu Tuhan. Entah siapa yang pertama kali menerjemahkan seperti itu dan apa motifnya, kita tidak tahu. Namun kita perlu tahu makna yang sebenarnya. Kata-kata kunci dalam sloka ini, sehubungan dengan topik adalah yatha - tatha - prapadya - dan mama vartma. Kata yatha dan tatha menunjukkan hubungan sebab-akibat. "Sejauh mana maka sedemikianlah". Anda tidak bisa mengatakan bahwa punya seribu rupiah bisa membeli apel sama banyaknya dengan sepuluh ribu. Ada perbedaan yang diukur, suatu nilai... Maka kata prapadya menunjukkan variabel yang diukur ini. Prapadya adalah dedikasi diri. Seberapa besar kita mempersembahkan diri atau seberapa mungkin jalan itu memfasilitasi dedikasi diri kita terhadap Tuhan. Prapadya juga bukan menyatakan sekedar sikap teoritis saja. "Oh, saya mengikuti jalan yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Jadi ini yang terbaik." Sama sekali bukan seperti itu. Tapi lebih pada sejauh mana egoisme dan keakuan kita diubah menjadi pengabdian yang tulus murni. Motifnya bukan saya ingin mendapatkan yang terbaik, tetapi bagaimana saya mempersembahkan yang terbaik. Inilah prapadya. Ada perbedaan antar kadar kepenuhan prapadya masing-masing jalan berikut mereka yang menempuhnya, dan Tuhan dalam Gita menyatakan bahwa Beliau memberikan karunia-Nya, memberkati mereka sesuai dengan kadar prapadya ini. Walau demikian di sisi lain juga dikatakan mama-vartma, Jalan-Ku. Tuhan dalam Gita menyatakan bahwa berbagai jalan ini ada oleh kehendak-Nya. Tidak ada yang tidak berasal dari Dia. Jadi Gita tidak mengutuk, menghina, maupun merendahkan jalan-jalan yang berbeda, mengatakannya berasal dari setan, iblis, dan sebagainya. "Mereka semua, seluruh umat manusia, manusya-sarvasah, menempuh Jalan-Ku." Jalan-jalan itu berbeda. Modalnya, yaitu kadar prapadya, tidaklah sama satu dengan yang lainnya, maka dari itu wajar mereka mencapai berbagai tujuan yang berbeda. Tetapi segala sesuatunya memperoleh hasilnya adalah berkat perkenanan dan berkat dari Tuhan. Tidak ada yang layak dinyatakan sebagai jalan setan. Bahkan Tuhan dalam Gita menghargai pilihan setiap individu!

Sebagai akhir dari topik pembicaraan ini saya mengajukan beberapa pertanyaan yang segera dijawab oleh teman itu.
Benarkah bila Hindu mengajarkan bahwa kita bisa menemukan kebenaran di setiap jalan dan di semua tempat? Benar.
Lalu apa masalahnya meninggalkan Hindu dan mencari kebenaran di tempat lain? Ada masalah, karena dharma seperti ini hanya diajarkan secara jujur dalam Hindu.
Memangnya kenapa kalau dalam Hindu saja ada dharma semacam ini? Secara alamiah secara pribadi kita akan menjadi damai, sedangkan bagi orang lain dan alam sekitar secara alamiah pula kita tidak membawa bahaya. Dalam bahasa teman itu, “Naturally, becoming a Hindu wasn’t make you a harmful person”. Ini modal utama untuk menuju kesempurnaan rohani. Jadi apakah butuh banyak pertimbangan untuk meninggalkan Vedadharma (atau juga menerimanya)? Tidak, cuma satu. Dharma ini hanya ada di sini. Inilah yang harus kita pertimbangkan dan pikirkan secara mendalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking