Kamis, 10 September 2009

APA YANG HARUS SAYA BACA?

Kita tahu bahwa membaca adalah kegiatan yang banyak digemari oleh orang-orang di dunia ini. Hindu, saya yakin merupakan agama yang paling banyak menghasilkan bahan bacaan. Pada usia 15 tahun saya mulai terpikat untuk mempelajari karya-karya keagamaan Hindu secara lebih mendalam, disamping tulisan-tulisan relijius agama lainnya. Tulisan-tulisan yang bersifat sakral maupun profan, relijius dan sekuler, terus bertumbuh dan bermunculan dengan sangat dinamis dalam masyarakat Hindu sejak ribuan tahun yang lalu. Veda yang merupakan pustaka suci Hindu, terus-menerus dikaji, didiskusikan, dan dipelajari dengan aktif, sehingga dari jaman ke jaman dunia sastra Hindu dihiasi oleh karya-karya dan pemahaman-pemahaman rohani yang selalu segar. Hindu memang benar-benar bisa memenuhi hobi ini dengan sangat memuaskan.


[Srila Bhaktisiddhanta Sarasvati]

Tahun 1930-an di Kolkata pernah ada penerbitan sebuah harian rohani bernama Nadiya-prakasa yang diprakarsai oleh Sri Bhaktisiddhanta Sarasvati. Seorang tokoh politik di masa itu meragukan kemampuan beliau menerbitkannya. Masalahnya apakah tidak bakal kekurangan bahan? Tetapi Srila Siddhanta Sarasvati berkata bahwa Kolkata hanya satu kota di bumi yang begitu luas, toh tetap saja ada surat kabar yang bisa terbit setiap hari. Sedangkan Veda, adalah pengetahuan dari dunia rohani yang tak terbatas. Bila saja ada cukup sumber daya, maka jangankan hanya harian, masing-masing kota di bumi bisa menerbitkan surat kabar dari dunia rohani, pembahasan Veda-dharma ini, setiap detik. Jadi bisa kita bayangkan betapa banyak, luas, dan dalamnya pengetahuan yang ada dalam Veda.

Sekarang ada begitu banyak buku dan juga tulisan yang dibuat oleh begitu banyak orang tentang berbagai aspek kehidupan rohani. Salah satu pertanyaan bagi mereka yang punya hobi membaca, apalagi membaca tentang topik-topik spiritual, adalah “Apa yang harus saya baca?” Atau paling tidak bila kita ingin mengetahui sesuatu tentang Sanatana-dharma, tentang Hinduisme, tentu kita perlu tahu buku apa yang seharusnya kita baca. Kita tentu tidak dalam posisi untuk menilai apakah suatu karya itu baik atau buruk secara objektif. Sungguh..., secara logis ini sulit dan nyaris tidak mungkin. Apalagi dalam Hindu kita memahami bahwa setiap orang, setiap individu memiliki relasi pribadinya yang unik dengan Tuhan. Konsekuensinya setiap orang juga memiliki pemahamannya sendiri dalam hidup rohani. Apapun yang mereka katakan atau mereka tulis merupakan ekspresi dari realisasi mereka. Untuk itu kita harus memberikan penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya kepada apapun karya mereka. Ketika kita menentukan apa yang harus kita baca atau pelajari, bukanlah berdasarkan penilaian relatif mengenai baik-buruknya suatu karya. Tetapi dengan memperhatikan interaksi intensi kita, yaitu apa maksud yang ingin disampaikan oleh penulis, dan apa tujuan kita yang membacanya. Bila kita merasakan bahwa karya itu dapat mendukung tujuan utama pembelajaran kita, maka baiklah kita terima. Tetapi bila tidak, kita berhak meninggalkannya tanpa perlu berkomentar buruk apapun. Selama kita tidak memiliki keinsafan menyeluruh terhadap hidup rohani, maka kita tentu juga tidak memiliki pengalaman apapun mengenai keinsafan orang lain. Jadi wajar kita tidak punya kompetensi untuk melakukan penilaian, apalagi sampai menjelek-jelekkan. Ini prinsip belajar yang sangat baik, terutama dalam usaha memahami ajaran Veda yang begitu luas dan dalam.



Tetapi masyarakat pengikut Veda ortodoks bukanlah sama sekali tidak memiliki standar penilaian, atau lebih tepatnya penggolongan, untuk karya-karya rohani yang bersifat otoritatif. Otoritatif di sini bermakna bahwa pemikiran itu dapat diterima oleh para praktisi ajaran rohani Veda, yang dapat berguna mendukung praktik rohani (sadhana) mereka menjadi lebih baik dan lebih maju lagi. Sebagai contoh kita ambil karya rohani yang menjelaskan Bhaktiyoga. Salah satu filsuf India terbesar yang pernah ada, Sri Jiva Goswamipada mengatakan pada bagian awal salah satu kitab Sandarbha karyanya, “sri-bhagavato nirdharanaya sandarbho 'yam arabhyate, sekarang secara lebih khusus lagi saya akan menjelaskan tentang Tuhan, Pribadi Tertinggi yang dipenuhi segala kemuliaan, dalam Sandarbha ini. Saya akan mendasarkan semua argumen saya pada apa yang telah diungkapkan dalam sastra Veda, bukan dengan logika pikiran duniawi semata. Karena Veda adalah yang terbaik dari semua pramana (bahan pembuktian). Dalam Brahmasutra (1.1.3), yang terluhur dari semua Rishi (Sri Vedavyasa) berkata sastra-yonitvat, Yang Mahatinggi hanyalah dapat dipahami melalui Veda. Juga dikatakan tarka-apratisthanat (2.1.11), logika tidak dapat menyimpulkan pemahaman mengenai Yang Mahamutlak. Dengan kata ini beliau mengritik keterbatasan logika manusia. Karena itu saya juga bersikap sama seperti beliau.”



Disamping itu Sri Jiva juga mengatakan bahwa dirinya menyusun kitab Sandarbha berdasarkan dakshinatyena bhattena adyam granthana-lekham, catatan-catatan tertulis yang asli dari Sri Gopala Bhatta, filsuf mulia dan sarjana ahli Veda yang berasal dari India Selatan. Beliau menerima catatan-catatan dari Bhatta Goswami karena dua alasan. Pertama adalah karena tau santosayata santau srila-rupa-sanatanau, memuaskan para santa, hamba-hamba Tuhan yang tersuci, seperti Sri Rupa Goswamipada dan Sri Sanatana Goswamipada. Dua tokoh ini adalah orang suci yang paling dimuliakan di India Utara pada jamannya sampai sekarang, karena kemurnian dan kesempurnaan rohaninya. Bahkan dikatakan bahwa Akbar, raja paling cemerlang dalam dinasti Mughal yang beragama Islam, bersujud menghormati Sri Rupa. Jadi apa yang dikatakan oleh Bhatta Goswami disetujui oleh orang suci sempurna seperti itu, bahkan sangat menyenangkan hati mereka. Lalu alasan kedua adalah kranta-vyutkranta-khanditam, apa yang ditulis oleh Bhatta Goswami telah dapat membantah semua kesalahpahaman filsafat sebelumnya atau pendapat-pendapat lain yang terbukti salah. Jadi berdasarkan dua alasan ini, Sri Jiva menggunakan catatan-catatan dari Bhatta Goswami dalam menyusun Sandarbha-nya, selain tentu saja menggunakan kutipan-kutipan berbagai sastra Veda.

Dalam Mahabharata Tatparya Nirnaya, Sri Madhvacharya juga berkata, “Saya dapat menyampaikan kesimpulan segala pengetahuan (siddhanta) – dalam tulisan saya – karena sastrantarani sanjanan vedantasya prasadatah dese dese tatha granthan drishtva caiva prithag vidhan yatha sa bhagavan vyasah saksan narayanah prabhuh jagada bharatadyeshu tatha vakshye tadikshaya iti, saya memahami semua intisari pustaka suci berkat karunia dari Upanisad-Vedanta. Saya juga telah berkeliling seluruh penjuru negeri dan sudah mengetahui semua kitab suci yang tersebar di mana-mana. Namun yang paling penting adalah saya sepenuhnya memuliakan kata-kata Bhagavan Vedavyasa, yang tiada lain adalah Tuhan Sriman Narayana Sendiri, sebagaimana tertulis dalam Mahabharata dan kitab-kitab lainnya.”


[Srila Saccidananda Bhaktivinoda Thakura]

Pada awal abad ke-20 tokoh rohaniwan besar sekaligus penulis produktif dari Bengala, Sri Thakura Bhaktivinoda, juga menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam perkembangan kekayaan pustaka Hindu. Beliau hidup sejaman dengan para pendiri Brahmo-samaj dan teman baik keluarga Tagore. Berbeda dengan sastrawan seperti Rabindranath Tagore yang lebih memilih penampilan populer, Thakura Bhaktivinoda memilih memasuki inti masyarakat Veda yang lebih ortodoks dan menjadi pewaris dari garis perguruan tradisional Goudiya. Thakura Bhaktivinoda, sekalipun memelihara penyampaian ajaran Veda dalam kalangan konservatif, namun beliau berhasil merintis dibagikannya ajaran-ajaran esoterik Veda bagi dunia internasional, yang sebelumnya hanya terbatas dalam lingkungan masyarakat tertentu. Beliau adalah Acharya Goudiya pertama yang menyampaikan ajaran Veda dalam tulisan-tulisan berbahasa Inggris. Srila Thakura Bhaktivinoda juga menulis dalam karyanya yang berjudul Amnaya-sutra, “Seorang yang bernama Bhaktivinoda, dengan bersujud pada guru semesta Sri Krishna Caitanya Mahaprabhu, atas pemberkatan para hamba Tuhan dan perintah roh-roh yang agung, menyusun 130 sutra ini yang menguraikan kesimpulan akhir semua Veda-veda. Kesimpulan ini diperoleh setelah mengkaji delapan pramana, enam lingam, dan makna langsung serta tidak langsung semua kata-kata sabda. Semoga semua hamba-hamba Tuhan, yang berlindung pada kaki padma Bhagavan Sri Caitanya mempelajari sutra-sutra ini.”

Semua orang yang serius dalam menempuh hidup rohani dalam jalan Veda mengetahui bahwa Sri Caitanya adalah teladan sempurna bagi mereka yang mendalami Bhaktiyoga. Seorang Acharya dan penulis seperti Srila Bhaktivinoda menginginkan agar semua orang yang mendalami Bhaktiyoga di bawah bimbingan ajaran Sri Caitanya dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sutra karya beliau itu. Ini adalah intensi dari sang penulis. Lalu Sang Thakura juga mempermudah kita dengan terlebih dahulu mempelajari begitu banyak aspek Veda kemudian menyimpulkannya untuk mendukung pelaksanaan bhakti kita. Selain itu beliau menulis buku bukan atas dasar keinginan sendiri saja atau untuk mendapat jasa dari usahanya itu, melainkan atas perintah begitu banyak orang suci yang hidup pada masanya. Penulisan buku itu sendiri juga memperoleh pemberkatan dari masyarakat para santa atau sadhu, yang tentu juga selalu mengharapkan kesejahteraan rohani semua orang. Jadi bagi mereka yang juga ingin benar-benar membina diri dalam Bhaktiyoga, kitab-kitab yang disusun oleh para penulis seperti Sri Jiva Goswamipada, Sri Madhvacharya, dan Srila Thakura Bhaktivinoda, adalah merupakan bacaan wajib.

Dalam Hindu setiap orang maju dengan pemacunya sendiri, mencapai keinsafannya sendiri, dan membangun relasinya yang paling pribadi bersama Tuhan. Setiap orang harus dapat menghormati dan menghargai semua ini. Tetapi sekalipun agama adalah hal yang sangat pribadi, Hindu mendukung setiap orang untuk selalu membagi kemajuan rohaninya pada tingkat apapun juga. Ini bisa dicapai dengan menuliskannya. Siapa saja bisa menuliskan dan membagi keinsafannya itu kepada semua orang. Sebanyak pencapaian tingkat-tingkat kesempurnaan spiritual setiap orang, sebanyak itu pula karya-karya relijius yang bisa kita temukan dalam masyarakat Hindu. Setiap orang juga berhak memilih bacaan apapun dari sekian banyak yang tersedia baginya. Tetapi bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin mencapai keberhasilan dalam hidup rohaninya, maka buku-buku seperti diuraikan sebelumnya itu harus dibaca. Harus bukan berarti kita salah jika membaca yang lainnya, tapi sayang bila kita melewatkan tulisan-tulisan ini begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking