Kitab Satapatha-brahmana membicarakan mengenai lima utang yang ditanggung oleh manusia yang hidup di bumi ini. Seseorang berutang kepada Tuhan dan deva, kepada para rishi, leluhur, sesama manusia yang hidup, dan makhluk-makhluk yang lebih rendah dari manusia. Manusia menjadi berutang karena untuk hidup dia membutuhkan bantuan dari semua ini. Menurut Veda utang-utang tersebut dapat dibayar melalui yajna (korban suci). Yajna dan puja menyeimbangkan kondisi manusia, sehingga manusia tidak semata-mata bisa menikmati saja tanpa memberikan tanda terimakasih apapun sebagai balasan kepada semuanya. Penghormatan dan persembahan kepada para pitri dan pelayanan kepada orang-tua serta leluhur adalah salah satu usaha untuk membalas jasa ini. Nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi dalam Hindu dan juga dalam kepercayaan tradisional banyak bangsa. Bukan tidak mungkin ajaran Satapatha-brahmana, lebih dari 5000 tahun yang lalu telah diajarkan di dunia dan menyatu dengan jiwa bangsa-bangsa sampai hari ini. Perhatikanlah bagaimana banyak keyakinan suku tradisional yang berpusat pada leluhur.
Efek psikologis puja dan persembahan adalah berkembangnya eksistensi seorang individu. Dia menyelaraskan eksistensinya sendiri dengan keberadaan alam semesta beserta segala isinya. Dengan puja kepada para pitri, dimulai dengan leluhurnya sendiri, seseorang membangun relasinya dengan para leluhur seluruh makhluk hidup. Seorang anak manusia tidak lagi hidup sendirian di dunia ini. Arti dari mantra persembahan tarpana kepada pitri dalam Satapatha-brahmana memberikan gambaran tersebut. “
a-brahma stamba-paryantam devarsi pitr-manavah trpayantu pitarah sarve matr-mata-mahadayah atita-kula-kotinam sapta-dvipa-nivasinam a-brahma bhuvanal loka-adidam astu tilodakam, Dari titik yang tertinggi sampai yang terendah, sejauh batas alam semesta, semoga para rishi yang suci dan para bapa leluhur, semua leluhur yang telah meninggal, baik dari pihak ibu maupun ayah, menerima persembahan ini. Semoga persembahan yang sederhana ini, berupa air yang menyejukkan dan biji-biji wijen memberikan manfaat bagi seluruh dunia, dari surga tertinggi sampai ke bumi, menyejahterakan para penduduk ketujuh benua yang tergabung dalam keluarga-keluarga yang banyaknya tak terbatas, dari masa lalu.” Ritual pitri-yajna atau pitri-puja dengan demikian merupakan suatu usaha untuk secara psikologis mengharmoniskan seorang manusia dengan dunia yang lebih luas di luar dirinya.
Pada pelaksanaan upacara persembahan pinda dalam Veda digunakan sejenis kue dari tepung beras atau makanan lainnya. Pinda merupakan persembahan yang biasanya menjadi bagian dari upacara kematian. Menurut Veda kue ini bukanlah sekedar makanan saja. Kue-kue ini merepresentasikan para pitri itu sendiri dan pada akhirnya seluruh eksistensi alam semesta. Kue pertama dipersembahkan kepada ayah, karena ayah dipandang sebagai citra dari bumi (
bhur), seperti api yang menikmati bumi, roh ayah menerima persembahan kue pertama. Kue kedua adalah untuk kakek yang dipandang sebagai representasi langit (
bhuvah). Sebagaimana angin menikmati langit maka roh kakek menikmati kue kedua. Kue ketiga dipersembahkan untuk kakek buyut yang merepresentasikan surga (
svah). Sebagaimana matahari menikmati surga, maka roh kakek buyut menerima kue ketiga. Bumi dan langit menyatakan eksistensi seluruh alam semesta dan surga menyatakan keberadaan Tuhan. Lampu (
dipa) yang dinyalakan mewakili api, asap dupa mewakili angin, dan matahari atau
vedi (altar) menjadi representasi Tuhan. Ketiganya, bumi, langit, dan surga menyatakan kelengkapan seluruh alam semesta. Sehingga dengan demikian sekali lagi dijelaskan dalam kitab-kitab Brahmana bahwa pitri-puja hendaknya dimaknai sebagai pengembangan secara psikologis individualitas manusia ke dalam eksistensi semesta untuk membangun hubungan yang selaras dengan alam semesta. Mempersembahkan
pinda kepada para pitri bagaikan memberi “makanan” kepada seluruh ciptaan kosmis.
Puja kepada para leluhur merupakan salah satu jalan yang diberikan dalam Veda untuk dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia. Pada awalnya para pitri diberi persembahan hanyalah sebagai wujud penghormatan oleh keturunannya. Tetapi dalam kehidupan duniawi, manusia juga mengalami banyak masalah yang perlu diatasi secara cepat. Masalah-masalah ini terkadang sulit diatasi seorang diri. Di sinilah, dalam batas-batas tertentu, para pitri dapat diharapkan bantuannya. Kedekatan mereka dengan keturunannya dan kecenderungan mereka untuk menjaga kesejahteraannya membuat para pitri lebih mudah dihubungi oleh manusia. Purana menyatakan bahwa di alam Pitriloka, para pitri dipimpin oleh Aryama, senantiasa melaksanakan puja kepada Tuhan demi kesejahteraan garis keturunannya. Ketika keturunannya mengingat para pitri yang berhubungan dengan mereka ini, maka kekuatan puja mereka juga akan membantu doa yang dipanjatkan oleh keturunannya di bumi. Dengan cara seperti inilah para leluhur tetap melindungi kita. Lebih jauh lagi, Veda bukan saja memberikan jalan untuk berhubungan dengan para pitri ini. Veda juga mengajarkan caranya agar kita membantu anggota keluarga yang telah meninggal untuk dapat memperoleh kedudukan yang layak di Pitriloka. Sekalipun tujuan semua jivatma adalah untuk kembali kepada Paramatma, namun tidak semuanya dapat melakukannya dalam satu kehidupan. Bagaimana nasib atma-atma anggota keluarga yang meninggal tanpa mencapai kesempurnaan tertinggi? Inilah yang menjadi inti dari Pitra-yajna, dimana keturunan atau keluarga yang masih hidup berusaha membantunya mendapatkan tubuh pitri. Sehingga dia dapat memperoleh kedudukannya yang layak setelah meninggal.
Keyakinan pada leluhur bagi para penganut Veda bukanlah sesuatu yang bersifat primitif atau menduakan Tuhan. Cinta dan keterikatan pada leluhur khususnya orangtua adalah kenyataan yang tak dapat dibantah dalam masyarakat manusia. Dapatkah anda menyangkal bahwa (sewajarnya) sosok yang pertama kali anda cintai dan sayangi adalah ibu dan ayah? Veda mengembangkan cinta ini, memperluas jangkauannya ke seluruh alam semesta, dan pada akhirnya kepada Tuhan. Siapakah leluhur tertinggi di alam semesta ini, bukankah itu Tuhan? Cinta kepada orangtua, kepada keluarga, kepada leluhur tidak harus dibuang kemudian dipaksa untuk mencintai Tuhan yang tak dikenal. Cinta ini harus disalurkan dan ditingkatkan sampai mencapai tujuannya yang tertinggi dan kekal. Inilah cara Veda membangun peradaban rohani. Veda membangun dengan menyempurnakan bangunan yang telah ada, bukan dengan merobohkannya secara membabi buta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar