Senin, 07 September 2009
PUSTAKA SUCI VAIDIKA DALAM HINDU
Hindu memiliki kekayaan pustaka suci yang luar biasa besar dan luasnya. Selama ini kebanyakan dari kita hanya sekedar mengetahui bahwa pustaka suci Hindu adalah Veda. Dalam pengertian luas, Veda ini mencakup seluruh literatur yang disebut Sruti-sastram, Smriti-sastram (atau Dharma-sastram), Sad-angam, dan Upa-angam. Secara keseluruhan semua ini disebut sebagai Vaidika-sastram atau Pustaka Suci Vaidika. Vaidika berarti tergolong Veda atau bisa juga diterjemahkan “bersifat” Veda (Vedic in nature).
Sruti-sastram merujuk kepada Empat Veda Utama yaitu Rik, Yajus, Sama, dan Atharva yang masing-masing dibagi menjadi Saakha. Masing-masing Saakha memiliki bagian Samhita (kumpulan mantra), Brahmana (aplikasi mantra-mantra dalam yajna/ritual-persembahan), Aranyaka (penjelasan esoteris di balik mantra dan yajna), dan Upanishad (bahasan atas paratattva atau kebenaran tertinggi). Sruti selama ini biasanya dijelaskan sebagai revelasi “yang langsung didengar”. Definisi ini seakan membuatnya terbatas seperti wahyu-wahyu yang didengar oleh para nabi agama non-Vedik. Padahal para Rishi Veda disebut sebagai drishta, “yang melihat”, mengandung makna bahwa mereka menginsafi pengetahuan itu melalui pengalaman langsung (brahma-sakshatkaram). “Bertatap muka” dengan Sang Kebenaran yang kemudian terungkapkan atau tersingkapkan oleh para Rishi sebagai mantra yang mengandung Kebenaran itu dalam wujud Suara (Shabdam). Suara Rohani ini tidak dapat diinsafi tanpa mendengarnya secara langsung. Sekalipun Bhagavan Vedavyasa kemudian menghadirkannya dalam bentuk tertulis, namun ini adalah demi alasan pelestarian. Sruti tidak dapat dipelajari dengan cara membaca seperti buku biasa, tetapi harus melalui mendengar. Itulah sebabnya dalam Veda-pathasala atau sekolah Veda tradisional yang asli, para sishyam mempelajarinya dengan cara mendengar dengan aturan-aturan pengucapan yang sangat ketat. Sistem ini dilaksanakan tanpa terputus melalui sistem garis perguruan yang dilindungi bahkan hingga sekarang, sekalipun sebagian besar dari keseluruhan Veda Saakha sudah punah. Penerjemahan Sruti sebenarnya adalah sesuatu yang tak masuk akal dan mustahil. Ini hanya terjadi karena pengaruh budaya akademis bergaya Barat. Makna mantra-mantra dalam Sruti-sastram hanya bisa diketahui melalui mendengar dan menginsafinya saja. Sri Madhva mengatakan bahwa dalam satu mantra Veda paling tidak terkandung tiga makna, dalam satu sloka Mahabharata terkandung sepuluh makna, dan satu Nama dalam Vishnu-sahasranama-stotra mengandung seratus makna. Penerjemahan Sruti melalui studi bahasa hanya mengungkapkan sebagian kecil saja dari kebenaran itu, bahkan sering menimbulkan kontradiksi antar beberapa pernyataan Sruti. Jadi tiada cara lain untuk mempelajarinya kecuali dengan mendengar dari Sad-acharya, guru kerohanian sejati yang telah tercerahkan. Dalam Sad-sampradaya yang adalah garis para Sad-acharya, segala ajaran haruslah bebas dari kontradiksi antar pernyataan Veda sebagaimana dinyatakan oleh Sri Vedanta Desika dalam kitab Sampradaya-parisuddhi. Sesungguhnya karena alasan inilah dia disebut Sruti.
Smriti-sastram juga sering disalahpahami sebagai pengetahuan yang berasal dari ingatan para Rishi. Jadi terbentuk pemikiran non-konservatif dan spekulatif yang menganggap karena ini berdasarkan “ingatan”, jangan-jangan ada yang “terlupakan” oleh para Rishi dari keseluruhan “yang telah didengarnya”. Sekali lagi ini bukan definisi tradisional sebagaimana kasus definisi Sruti di atas. Bahkan beberapa orang mengatakan selain Sruti semua adalah tergolong Smriti-sastram. Smriti sesungguhnya hanyalah merujuk kepada Dharma-sastram yang sering dikatakan sebagai “Kitab Hukum, Moral, dan Etika”. Bahkan dalam naskah Sarasamuscaya yang diwarisi di Indonesia pun dengan tegas dinyatakan, “sruti ngaranya sang hyang catur veda, sang hyang dharma-sastra smriti ngaranira, Catur Veda adalah yang disebut Sruti dan Dharma-sastra disebut Smriti” (sloka 44). Dalam pengertian tradisional, Dharma-sastra merupakan ajaran-ajaran yang harus senantiasa diingat oleh para sishya yang mempelajari Veda atau oleh masyarakat yang menerima Veda sebagai penuntun hidupnya. Dharma-sastra ini disusun oleh para Rishi seperti Manu, Yajnavalkya, Parasara, Gautama, dsb. sebagai tuntunan untuk menciptakan kondisi masyarakat secara umum dan mengembangkan mentalitas yang mendukung sishya untuk dapat mempelajari Veda dengan baik dan benar. Tentu saja Smriti-sastra ini dengan sendirinya akan diaplikasikan menurut situasi dan kondisi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat saat itu. Seperti program diet yang disusun dokter untuk penderita penyakit tertentu. Tanpa mengingat (kata smrita tidak menyatakan sebatas ingatan saja) dan membentuk mentalitas yang sesuai (mental-conditioning), maka tidak mungkin dapat memahami Veda. Karena itu ajaran-ajaran ini disebut Smriti-sastram. Smarta-sampradayam yang mengikuti ajaran Sankaracharya bahkan menggolongkan Smriti-sastram sebagai Upa-angam dari Veda (Sruti) karena pentingnya, oleh sebab itulah mereka disebut golongan Smartam, salah satu dari denominasi utama dalam Hindu.
Sad-angam merupakan enam (sad) jenis pengetahuan yang sangat vital dalam proses mempelajari Veda. Karena itu mereka adalah bagian yang tak boleh terpisahkan dari Veda sebagaimana organ-organ atau bagian tubuh yang penting (angam). Pertama ada Siksha, yang merupakan pengetahuan vital untuk melantunkan mantra-mantra Veda tanpa kesalahan. Karena kesalahan sekecil apapun dalam pengucapan mantra Veda akan menimbulkan arti dan efek yang berbeda. Ke dua adalah Vyakarana yang merupakan pengetahuan mengenai tata bahasa. Tanpa memahami tata bahasa maka sangat besar kemungkinan berbuat kesalahan dalam mengucapkan mantra. Paling tidak sishya akan bisa segera “mengoreksi” ingatannya terhadap kemungkinan kesalahan pengucapan dan susunan kata-kata yang bisa saja timbul karena lupa, sehingga kesalahan itu tidak sampai terucapkan. Sebagai contoh seseorang memuja Rudra dengan mengucapkan rudraaya namaha, tetapi bagi Vishnu yang benar adalah dengan menyebut vishnave namaha bukan vishnaaya namaha. Ke tiga adalah Chandam, yaitu pengetahuan mengenai bentuk perangkaian kata-kata dalam mantra yang disusun sebagai syair-syair dalam pola tertentu. Ke empat adalah Nirukta yang sering diartikan sebagai pengetahuan mengenai kosakata, semacam kamus. Ini merupakan pengetahuan untuk memahami kata-kata Veda yang mengandung berbagai dimensi makna. Seperti disebutkan sebelumnya, begitu banyak makna terkandung dalam satu kata dalam Veda. Di sinilah Nirukta berperan sangat vital untuk membantu sishya memahami maksud kata-kata itu. Ke lima adalah Jyotisha atau sering disebut sebagai astrologi Veda. Tetapi astrologi ini bukanlah ilmu untuk sekedar ramal-meramal nasib lewat bintang-bintang. Jyotisha adalah ilmu untuk “membaca bahasa alam”. Ini meliputi pengamatan dan perhitungan yang sangat teliti dan rumit untuk menciptakan situasi dan kondisi yang sesuai, serasi, dan selaras dengan alam. Contoh sederhana, adalah tidak mungkin orang menjemur pakaian kalau sedang mendung apalagi ada gerimis. Jadi Jyotisha membantu untuk menerapkan Veda pada waktu dan kondisi yang tepat sesuai situasi alam semesta, sehingga segala sesuatunya berjalan sempurna. Ke enam adalah Kalpa, yaitu pengetahuan ritualistik. Bagaimana melaksanakan upacara-upacara dalam Veda, yang tentu saja melibatkan mantra-mantra Veda, dengan proses dan metode yang benar. Ini merupakan pengetahuan agar apa yang terdapat dalam Veda dapat memberikan efeknya bagi masyarakat dan alam semesta. Para sishya di Veda-pathasala biasanya mempelajari salah satu Saakha dari Veda dan Keenam Angam ini sebagai kurikulum wajib yang dipelajari selama 12 tahun! Sripada Kanchi Paramacharyargal atau Mahaperiyava menjelaskan semua ini dengan baik sekali dalam buku The Vedas yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Media Hindu dengan judul Peta Jalan Veda.
Upa-angam terdiri dari berbagai Purana dan Itihasa. Upa-angam sering diartikan sebagai sesuatu yang sekedar tambahan atau pelengkap saja. Bermakna minor atau tidak penting. Namun kita harus memahami makna dua kata ini dengan sudut pandang Veda. Upa secara harfiah berarti dekat, yang memiliki nuansa makna karib atau akrab (intimate), seperti seorang istri dengan suami, begitu dekat, saling mendukung, dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Seperti nuansa makna kata Upa dari Upa-nishad, “berada dekat” (Sad-acharya). Kata dekat di sini tidak menunjukkan posisi jasmani, namun keakraban. Upanishad adalah pengetahuan atau ajaran yang diungkapkan oleh Sad-acharya kepada Sat-sishyam yang telah sangat dekat bahkan “menyatu” dengan Acharyanya. Menyatu di sini berarti berada dalam keserasian dan keselarasan sempurna dengan “pasangannya” sepenuhnya tak terpisahkan. Salah satu gelar Brahmana-Pandita adalah Upadhyaya. Ini juga berarti seorang yang telah belajar (adhyaya) sangat dekat (upa) dengan Sad-acharya-nya, sehingga mengetahui segala ajaran yang paling rahasia dari beliau. Kata angam memperkuat lagi makna ini, seperti dinyatakan sebelumnya berarti bagian tubuh atau organ yang sangat vital. Upa-angam bukan berarti anggota badan minor yang bisa diabaikan atau dibuang. Justru sebaliknya, ini adalah organ yang memegang peranan sangat vital. “nama va rg-vedo yajur-vedah sama-veda atharvanas caturtha itihasa-puranah pancamo vedanam vedah, Sesungguhnya, Rik, Yajus, Sama, dan Atharva, inilah nama-nama Veda yang empat jumlahnya. Purana beserta Itihasa adalah Veda yang ke lima. Inilah yang harus diketahui.” (Kauthumiya Chandogya Upanisad 7.1.4). Kemudian lebih lanjut dijelaskan makna dari Purana tidaklah pernah berubah seperti Veda-veda (Sruti-sastram). Tanpa keraguan, makna semua Veda berlindung di dalam Purana. Veda-veda ketakutan, karena jangan-jangan orang-orang yang tidak memiliki kepantasan akan membacanya dan menodai, mengubah-ubah maknanya. Dengan demikian arti penting dari Veda ditegaskan sekali lagi, sekokoh-kokohnya dalam Purana dan Itihasa. Apa yang tidak didapatkan dalam Veda (Sruti), akan ditemukan dalam Smriti. Apa yang tidak ditemukan dalam Smriti akan diperoleh dalam Purana. Mereka yang mengetahui, bahkan yang ahli dalam Veda dan Upanishad sekalipun, bukanlah sarjana terpelajar apabila mereka tidak mengetahui Purana (Skandapurana. Prabhasa-kanda. 5.3.121-124). Dalam bahasa Sri Mahaperiyava, Purana-Itihasa adalah kaca pembesar Veda. Dengan demikian tanpa memahami Purana dan Itihasa seseorang tidak akan bisa mengetahui Veda.
Selain Purana-Itihasa, terkadang Nyaya-sastram yang merupakan pengetahuan logika dialektika dan Mimamsa yaitu ilmu analitik mendalam mengenai suatu subjek (dalam hal ini adalah Veda) juga digolongkan termasuk Upa-angam. Yang digolongkan Nyaya-sastram adalah berbagai Nyaya-sutra (risalah logika) dan Sankhya-sutra (risalah metafisik), sedangkan Mimamsa yang disebut juga pengetahuan hermeunetika dibagi menjadi dua yaitu Purva-mimamsa dan Uttara-mimamsa. Purva-mimamsa berkaitan dengan analisis purva-kanda (bagian awal) atau karma-kanda (bagian yang membahas aktivitas ritualistik) dari Veda. Jaimini-sutra adalah salah satu Purva-mimamsa-sastram. Uttara-mimamsa berkaitan dengan analisis uttara-kanda (bagian akhir) atau jnana-kanda (bagian yang membahas kebenaran filosofis seperti Upanishad). Kitab Brahma-sutra atau Vedanta-sutra dari Vedavyasa adalah Uttara-mimamsa-sastram. Selanjutnya Purva-mimamsa hanya disebut Mimamsa saja dan Uttara-mimamsa dikenal sebagai Vedanta. Di lain pihak beberapa sampradayam menganggap bahwa Nyaya-sastram dan Mimamsa-sastram tidak perlu dimasukkan dalam golongan Upa-anga. Sri Pillai Lokacharya dalam kitab Sri Vachana-bhusana menyatakan bahwa makna dari purva-kanda sudah dijelaskan oleh Dharma-sastram dan uttara-kanda termasuk Vedanta diperjelas oleh Purana dan Itihasa. Sehingga secara bulat, yang diterima sebagai bagian dari Upa-angam oleh semua pihak adalah Purana dan Itihasa. Akan tetapi secara umum diterima bahwa 14 pengetahuan ini mulai dari Empat Sruti-sastram, Smriti-sastram, Enam Angam, Purana-Itihasa, Nyaya-sastram, dan Mimamsa-sastram adalah Caturdasa Vidya-sthanam, empat belas tempat bersemayamnya segala pengetahuan.
Label:
sastra suci,
veda,
vedanta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar