Jumat, 24 Juli 2009

Darshan, Misteri dalam Sebuah Pura

Sebagai bagian dari Kebenaran Mutlak Tertinggi, makhluk hidup, jivatma, memiliki pula kebebasan berkehendak yang benar-benar dapat kita rasakan sendiri. Ketika kita mengetahui sambandha-jnana, hubungan kekal kita dengan Sang Sumber Segala, maka pada saat itulah kehendak bebas ini memiliki arti. Ketika pengetahuan ini terwujud bagi sang jiva, inilah saatnya dia menggunakan kebebasannya untuk menjadi terikat.

Menjadi terikat dengan Bhagavan, Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, adalah satu-satunya jalan untuk menghindari terjebak dari ikatan-ikatan lain yang merupakan akar kesengsaraan. Awal dari segalanya adalah ketika ikatan ini, ikatan cintakasih, antara jiva dan Sri Bhagavan ditegakkan. Saranagati, jalan penyerahan diri atau prapatthi, pengikatan tanpa syarat, adalah yang paling esensial dari sambandha-jnana. Gita memberi tahu kita bahwa penyerahan diri kepada Penguasa Tertinggi, Sri Krishna, adalah satu-satunya yang diinginkan, dan hanya dengan penyerahan diri yang demikian itu segala keinginan akan sepenuhnya dikabulkan dengan sebaik-baiknya.

Setelah sambandha ada abhideya. Bagaimana kita mencapai kedudukan kita yang benar. Kegiatan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kita yaitu mencintai Tuhan Sri Krishna. Inilah Abhideya. Ada lima hal yang terpenting dirumuskan oleh sastra dan para Acharya berkenaan dengan ini, yaitu (1) bhagavat-sravana, bhagavat-kirtana, dan bhagavat-smaranam, (2) anghri-sevanam, (3) mathura vasa, (4) sadhu-sanga, dan (5) sri harinam sankirtana. Anghri-sevanam juga dikenal dengan Archanam. Untuk melaksanakan Archana ini kita diberikan beberapa bentuk vigraha seperti lukisan, arca/citra, dsb. yang harus dipuja dengan mantra dan upacara.

Segala hal duniawi akan disucikan dan dirohanikan oleh pengaruh persembahan. Ketika kita mempersembahkan benda-benda duniawi kepada pujaan kita, kita tidak boleh berpikir bahwa benda-benda ini memiliki nilai jasmaniah yang dapat kita nikmati. Ini disebut bhuta-suddhi. Karena tujuan pemujaan adalah rohani, maka benda-benda rohaniah dipersembahkan oleh seorang pelaku rohani melalui kegiatan-kegiatan rohani pula. Inilah Archana. Rupa Tuhan yang dipuja bukanlah berasal dari benda-benda/bahan-bahan duniawi. Rupa itu adalah rohani dan tiada berbeda dari Sri Bhagavan Sendiri.

Netra-unmillanam, atau ritus "membuka mata", merupakan bagian terpenting dalam pentahbisan Archa. Hanya setelah itulah, Tuhan dinyatakan hadir secara rohani di dalam Rupa Archa-Nya

Ketika kita memohon Sri Bhagavan Krishna hadir dalam rupa Archa-Nya, ini disebut prana-pratistha. Bagian terpenting prana-pratistha adalah ‘membuka mata’. Ketika Archa-Nya disthanakan oleh para penyembah, maka sthapati (pengukir) memasuki Ruang Mahasuci dan memahat mata Arca atau bila mata Arca telah terukir, maka saat itu kain penutup mata dibuka. Hanya setelah proses ini dilalui, Bhagavan dikatakan telah bersthana sepenuhnya dalam Rupa Archa-Nya. Sejak saat itu melihat Rupa Bhagavan itu disebut DARSHAN. Sejak saat itu pula melihat, mempersembahkan sesuatu, atau apapun yang berhubungan dengan Murti-Nya merupakan kegiatan rohani.

Beribu-ribu peziarah mengunjungi kuil-kuil dan tempat-tempat suci untuk memperoleh darshan dari Sri Bhagavan. Walaupun sebagian besar dari mereka berpikir telah memperoleh darshan-Nya, namun sesungguhnya mereka bermil-mil jauhnya dari darshan yang sejati. Ketika seseorang benar-benar memperoleh darshan Bhagavan, maka dia tidak akan bisa berkata seperti, “Archa itu terbuat dari kayu”, “Archa itu terbuat dari batu atau tanah liat” dan “Jagannath tidak mempunyai kaki atau tangan”. (Jagannath atau Jagadisha-Jagadishwara, berarti Tuhan Penguasa Seluruh Alam Semesta)

Berdoa di depan Ruang Mahasuci. Darshan, meperlihatkan dan mempersembahkan diri kita kepada Tuhan

Kegiatan ‘melihat’ orang-orang ini dipenuhi semangat memuaskan diri, yang bukan semangat seorang hamba Tuhan. Mereka tidak mampu melihat Bhagavan karena ‘keinginan untuk melihat Tuhan’ telah menghalangi, menutupi penglihatannya. Srila Prabhupada Bhaktisiddhanta Sarasvati memperingatkan “Jangan pergi untuk melihat Jagannath dengan semangat memuaskan diri, yang lahir dari sikap menentang-Nya dan yang kini biasa ada di dunia. Masukilah Kuil Sri Jagadisha dengan hanya membawa bahan-bahan yang diperlukan, yaitu sikap pengabdian cintamu yang dapat menyenangkan Jagannath.”

“Camkanlah bahwa ‘melihat’ Jagannath dengan mata duniawi adalah bukan cara seharusnya seorang abdi melihat. Watak seorang hamba adalah memperlihatkan kepada-Nya sifat sejati (svarupa) dari setiap pelayanannya, dengan kata lain kita menjadi objek untuk dilihat. Artinya kita bertindak sedemikian rupa dalam pandangan-Nya agar kita dapat membahagiakan junjungan kita Sri Bhagavan. Sikap seorang penyembah bukanlah untuk mendapatkan kenikmatan dengan melihat Bhagavan. Namun hendaknya sikap “Bhagavan akan senang bila melihat saya”, bersinar cemerlang dalam hati si pelayan. Inilah Darshan yang sejati”.

Dalam menghadap Tuhan kita harus membuang jauh-jauh vanik-vrutti, kecenderungan seorang pedagang. Kita tidak boleh menganggap Tuhan sebagai bagian produk alam yang dapat kita nikmati. Beliau bukanlah objek untuk memuaskan kita. Beliau adalah tujuan pelayanan, pemujaan, dan segala persembahan diperuntukkan bagi-Nya. Kita hendaknya tidak menuntut sesuatupun dari Dia seperti kita berdagang, saya bayar-engkau beri, saya berdoa-engkau kabulkan. Tuhan bukanlah alat pemuas keinginan dan pemenuh kebutuhan. Dia bukan pelayan kita. Kitalah pelayan kekal-Nya, dan kita harus mempersembahkan pelayanan kita kepada-Nya tanpa mengharapkan imbalan sebagai balasan. Inilah darshan. Datang ke kuil bukan untuk “melihat” Krishna tetapi untuk “dilihat” oleh Krishna. Kita hendaknya menjadikan diri kita pantas dilihat oleh-Nya dan membahagiakan-Nya. Kita bukan menikmati Rupa-Nya, namun berusaha memberi kenikmatan bagi-Nya. Inilah misteri darshan. Pertemuan mistis yang terjadi bukan saja melalui mata namun juga melalui hati.

Keterangan
Bhagavat-sravana, bhagavat-kirtana, dan bhagavat-smaranam: Mendengar tentang kemuliaan Tuhan, memuji atau membicarakan-Nya, dan mengingat-Nya (meditasi dan kontemplasi).
Anghri-sevanam: Melakukan pelayanan kepada kaki padma Tuhan dengan cintakasih.
Mathura vasa: Tinggal di Mathura (Mathura, adalah tempat perziarahan suci yang merupakan “tempat kelahiran” atau Janmasthana dari Sri Krishna di bumi ini. Mathura di sini memiliki berbagai dimensi makna, bukan saja berarti nama sebuah kota di daerah Agra, Uttar Pradesh, India itu. Namun ini membutuhkan penjelasan yang lebih lanjut)
Sadhu-sanga: Pergaulan rohani dengan para sadhu, pribadi-pribadi suci yang juga tekun dalam pengabdian cintakasihnya kepada Tuhan.
Sri harinam sankirtana: Mengumandangkan pemujian Nama-nama Suci Tuhan secara beramai-ramai.

“Godhead is not an object to serve us
He is the only object of all service
He is not our servitor. We are His eternal servitors
We are to offer our service to Him
Without expectation of getting anything in return
If we demand anything in lieu of our service,
That would be a bartering system, VANIK-VRUTTI
Complete surrender, submitting for serving,
This is SARANAGATI or PRAPATTHI
And PRAPATTHI is the real DHARMA”
(Thakur Srila Prabhupada Bhaktisiddhanta Sarasvati Goswami Maharaja)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking