
Sayangnya penilaian manusia memang umumnya subjektif. Inilah yang sering dilupakan oleh umat Hindu. Penilaian subjektif selalu dibentuk oleh berbagai karakteristik mental si penilai. Kalau sudah dari awal pikiran diset buruk, maka apapun yang dilihat adalah buruk. Sekali lagi inilah kondisi di alam duniawi ini, alam relativitas. Kalau penilaian bisa bersifat subjektif seperti ini maka umat Hindu juga berhak melakukan penilaian subjektif terhadap agamanya sendiri. Ketika kita sendiri meyakini bahwa agama adalah suatu pilihan, maka kita adalah yang paling bertanggung jawab menjelaskan penilaian kita atas pilihan kita sendiri itu. Maka yang paling berhak dan paling berkewajiban menghadirkan wajah Hindu adalah umat Hindu sendiri. Orang-orang yang langsung bertemu dengannya bahkan hidup bersamanya.


Dalam khusuknya kesendirian...

.... maupun gempitanya perayaan dan kebersamaan.
Doa Hindu adalah demi seluruh dunia
Veda mengajarkan bahwa dengan menyesuaikan tingkat kesadaran, maka kita dapat menentukan masa depan kita. Kitalah yang memutuskan untuk menempatkan diri dalam tingkat kesadaran yang mana. Apakah dalam pemuasan kebutuhan duniawi semata atau dalam keinsafan akan Tuhan. Semakin tinggi dan rohani tingkat kesadaran masyarakat, maka perubahan-perubahan buruk dalam masyarakat dan bumi secara keseluruhan akan berkurang. Segala sesuatu di dunia akan menjadi selaras dan seimbang. Kita diajarkan bahwa keadaan dunia ini merupakan cerminan dari kesadaran para penduduknya. Ketika umat manusia dapat bekerja sama secara harmonis dengan alam, maka alam tidak akan membuat kita menderita dengan bencana dan sebagainya. Ketika manusia dan alam seimbang, maka alam akan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan untuk hidup yang baik. Jadi umat Hindu tidak cuma berusaha menyimpan kenikmatan eksternal dari alam surga yang dinantikannya setelah mati seperti pada agama lain. Kita diajarkan untuk membangun kebahagiaan internal dalam arus kesadaran rohani. Kebahagiaan itu bersumber dari cintakasih rohani kita kepada Tuhan, yang kemudian memancar, meluas kepada semua makhluk dan seluruh alam semesta. Kebahagiaan itu harus dibagikan kepada dunia tanpa membeda-bedakan.
Tidak seperti pencitraan orang selama ini, sesungguhnya tidak ada diskriminasi dalam Hindu, baik antara pengikutnya sendiri maupun terhadap umat beragama lain. Sistem kasta adalah noda yang paling sering dilekatkan pada wajah Hindu. Diskriminasi berdasarkan kelahiran, pelanggaran hak asasi manusia, dan ketidakadilan pada kemanusiaan. Kasus-kasus kaum Dalit atau keterbelakangan hidup para Adivasi (suku-suku asli pedalaman), ditambah teori Invasi Arya atau pemecahan Aryan dengan Dravidian ciptaan penjajah Barat seakan memperkuat kenyataan ini di dalam masyarakat Hindu. Tentu umat Hindu pun sudah lelah menyatakan bahwa kasta bukan bagian dari ajaran agamanya. Walau demikian bila mau jujur, kita toh sadar tetap saja kasta dan pelapisan sosial, disebutkan atau tidak, diakui atau tidak, diinstitusikan atau tidak, memang sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Sistem kasta semacam itu tak lebih dari permasalahan sosial yang alamiah, muncul tanpa perlu dasar relijius atau teologis, dan memang selayaknya diselesaikan sebagai bagian dari perbaikan kehidupan sosial masyarakat.
Tetapi kita sering melupakan sistem kasta yang sebenarnya jauh lebih mengerikan. Diskriminasi antara orang percaya dengan yang tidak percaya, antara kaum beriman dengan orang kafir. Diskriminasi yang tak hanya dilekatkan untuk hidup ini saja tetapi juga setelah kematian, hanya dengan berdasarkan sistem klasifikasi paling kasar dan tidak masuk akal. Pengakuan eksternal terhadap suatu “kebenaran” yang tak dapat dikenal. Diskriminasi yang telah terbukti sepanjang sejarah telah membawa dampak yang paling mengerikan bagi kemanusiaan. Suatu kisah yang diwarnai oleh perang, pembantaian, penjarahan, tertumpahnya darah, kucuran airmata, hancurnya banyak peradaban, punahnya keanekawarnaan budaya, dan musnahnya banyak suku bangsa. Semuanya (lihat link ini) terjadi hanya karena konsep kasta yang paling menyeramkan ini. Kita tidak pernah bermaksud mengobarkan rasa amarah atau dendam, tetapi inilah kenyataan yang harus kita terima bersama. Akankah kesalahan masa lalu harus terulang? Semua berada di tangan kita.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar