Rabu, 17 Juni 2009

Narada Pancaratra

Devarishi Narada Mahamunindra,
penyusun Narada Pancaratra

Berikut adalah sekilas isi salah satu pancaratra sastra yaitu Narada Pancaratra yang disampaikan oleh Sri Narada:

Sri Narada Pancaratra
Om namo bhagavate vasudevaya
Sembah sujud hamba kepada Tuhan Yang Tertinggi Vasudeva

Setelah memuliakan Sri Narayana, Nara, yang terbaik di antara manusia, dan Dewi Sarasvati, ijinkanlah kini sang penulis mengucapkan kata “jayam”, sehingga karyanya terselesaikan tanpa halangan. Ganesa, Sesa, Brahma, Mahesvara, Aditya dan para deva lain, Kumara (Sanaka, Sanat dsb), para Muni, Kapila dan para siddha (insan-insan yang sudah mencapai kesempurnaan kekuatan supernatural) yang lainnya. Laksmi, Sarasvati, Durga, Savitri dan Radhika, Devi tertinggi dan teragung, semua ini bersujud tiada henti-hentinya dalam rasa pengabdian yang begitu besar kepada Sri Krishna, Yang Tertinggi, yang wujudnya begitu indah berwarna kebiru-biruan (Syama-sundara-rupa) Yang Tiada Bandingan-Nya. Para mahluk suci, yogi dan Vaishnava senantiasa memusatkan pikiran kepada-Nya, Sang Cahaya Cemerlang yang kemilauan. Param-Brahma ini, Roh Yang Paling Utama, Tuhan dari segala tuhan, bebas dari segala nafsu keinginan, berada di balik Guna Prakriti, tiada ternoda setitik pun dan adalah Yang Mahatinggi, lebih dari Prakriti (Energi Primordial yang menjadi sumber segala manifestasi ciptaan kosmis). Dia adalah Tuhan bagi semuanya, Dia adalah rupa dari semuanya, Dia adalah sebab dari segala sebab, Dia adalah yang Abadi, yang Benar, yang Purba dan Dia adalah Purusa (Pribadi Penikmat) yang tidak terusakkan dan Yang Paling Utama. Dia Mahasuci, hanya Dia yang pantas dikatakan dapat memberikan segala hal yang baik kepada yang lain. Dia adalah kediaman segala kemujuran dan segala hal yang menguntungkan. Dia melakukan apapun kehendak-Nya, Dia adalah kediaman Tertinggi, Bhagavan yang kekal. Veda-veda senantiasa menyanyikan kemuliaan-Nya namun gagal menemukan akhir-Nya, kini hamba mengucapkan pujian kepada Sri Nandanandana, Krishna, yang adalah segala kesukacitaan dan penuh segala kebahagiaan yang tiada batas-Nya. Dia dikasihi oleh para penyembah-Nya, Tuhan bagi para Bhakta-Nya. Dia menjelma demi memberkati para pemuja-Nya. Dia Tuhan bagi Sri, yang menganugerahkan kemakmuran. Dia adalah gudangnya kekayaan, Dialah Sri Krishna, Tuhan bagi Radhika. Dia selalu menginginkan kesejahteraan dan kemakmuran yang lain.


(Perhatikan bagaimana dalam awal penulisan Pancaratra-sastra ini, dilukiskan secara jelas Wujud Pribadi dari Tuhan Tertinggi yang dimuliakan dengan nama Sri Krishna. “Yang Mahamenawan” Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna adalah Kekasih yang mempesona, menaklukkan hati. Inilah ciri khas Agama-sastra dimana Cinta menjadi pusatnya)

Narada menerima Pancaratra-sastra dari Deva Siva atau Mahesvara

Aku kini telah memperoleh pengetahuan yang bagaikan minuman kekekalan dari Sri Guru Sankara (Siva) yang adalah samudera pengetahuan dari yang tertinggi sampai yang terendah, Guru dari para Guru dan Yogi. Aku, Sang Rishi Narada, Putra Brahma, kini menuliskan uraian tentang PANCARATRA ini. Sembari bersujud kepada kaki padma Sri Guru Mahesvara (Siva) dan setelah memerah intisari segala ilmu dalam wujud mentega segar yang diperoleh dengan mengocok empat Veda yang bagaikan samudera susu, dengan tongkat ilmu pengetahuan.

Om, di bawah sebatang pohon beringin, dekat dengan akarnya, di tempat yang sempurna, suci, Sri Narayana Ksetra, dihiasi kekuatan-kekuatan adiduniawi, terletaklah Narayana Ashram di tanah suci Bharatavarsa. Krishna-dvaipayana (Maharsi Vyasadeva), yang adalah bagian dari Sri Krishna Sendiri dan yang amat sangat berbakti kepada Sri Krishna, dengan penuh sukacita memusatkan pikiran kepada kaki padma Sri Krishna, kini tengah duduk dalam sikap Sukhasana sambil mengucapkan dalam keheningan mantra Krishna yang terdiri dari dua aksara, Mantra suci yang tiada berbeda dengan Parambrahman. Maharishi Vyasa ini sangatlah purba, luhur, tak terhancurkan dan adalah penulis semua Purana. Kini Mahamuni Sukadeva, putranya, bertanya kepada Sang Ayah, Rishi Agung yang mahatahu.

Maharishi Vedavyasa atau Bhagavan Krishna Dvaipayana Vyasadeva

Sri Suka berkata, “O Bhagavan! Andalah yang mengetahui sesempurnanya Veda dan Vedanta, mahir sepenuhnya dalam menginsafi tattva-tattva (kebenaran sejati tentang Tuhan, jiwa, dan Alam Semesta). Bermurah hatilah O Yang Mulia, untuk mengungkapkan kepada hamba pengetahuan rahasia yang terkandung dalam Veda. Jenis-jenis, kelompok-kelompok, dan intisari dari “jalan” yang ada di dalamnya. Yang adalah Cahaya, pengusir gelapnya kebodohan. Mohon jelaskanlah hal ini kepada hamba, karena hanya engkaulah satu-satunya yang dapat memberikan pemahaman kepadaku!”

“Adalah ayah sejati yang memberikan pengetahuan dan adalah pengetahuan sejati yang memungkinkan dicapainya pengabdian suci kepada kaki padma Sri Krishna. Adalah cinta yang murni dan suci yang memungkinkan seseorang menjadi hamba Tuhan Sri Krishna. Adalah hal yang terbaik bagi seorang hamba bila dia melayani kaki padma Sri Krishna Vigraha. Mengucapkan doa pujian di hadapan Sri Hari adalah setara dengan tinggal selamanya di Goloka. Memandang kaki padma Sri Krishna tanpa berkedip. Senantiasa membicarakan Diri-Nya dan kemuliaan kegiatan rohani-Nya. Mengabdikan diri sepenuhnya dalam pelayanan kepada-Nya, dan senantiasa bersama-Nya tanpa berpisah adalah keinginan yang paling diidamkan, paling dikehendaki dan paling memuaskan bagi para penyembah-Nya. Inilah yang telah kudengar dari Veda-veda sebagai intisarinya yang tertinggi.”

Mendengar kata-kata Sri Suka, Putranya, Vyasa tersenyum dan menjadi sangat berbahagia melihat Sang Putra adalah Jnani tertinggi (orang yang telah mencapai Kebijaksanaan Agung). Kemudian Muni agung yang mahatahu itu, penuh segala Bhava (gejolak luapan kesukacitaan rohani), memberkati putranya dan mulai mengatakan apa yang telah ia dengar dari bibir suci Gurunya.

Sri Suka putra Bhagavan Vedavyasa yang dimuliakan dan dijunjung oleh semua Maharishi lain karena kesempurnaan rohaninya

Sri Vyasa bersabda, “O Suka! Yang Terberkati, Yang Dimuliakan, engkau adalah penjelmaan segala jasa-jasa kebajikan, Wahai Putra! Adalah melalui dirimu keluarga kita disucikan dan menjadi mukta. Dialah putra sejati yang berbakti kepada Krishna dan dia memperoleh kemashyuran di tanah Bharata. Menyucikan ratusan generasi dan dia tidak akan dilahirkan lagi. Dia membebaskan ibunya, neneknya, ayah dari ibunya, saudaranya, temannya, pelayannya, dan ratusan orang lainnya termasuk istri dan anak-anaknya. Tiga generasi dari keluarga ayah mertuanya, beserta kedua mertuanya akan menjadi jivan-mukta (insan yang mengalami sukacita pembebasan dalam hidup saat itu juga). Bhagavan Brahma sendiri sangatlah berbhakti kepada Sri Krishna. Putra beliau Sri Vasistha juga adalah Bhakta Sri Krishna dan seorang Vaishnava. Sakti, putra Vasistha, juga adalah Vaishnava, pikirannya sepenuhnya terserap dalam samadhi kepada Krishna. Parasara, putra Sakti, ayahku, menjadi Guru dari para Guru dan Guru dari para Yogindra. Dia menjadi jivan-mukta dan Jnani agung dengan melayani kaki padma Krishna. Aku sendiri, telah berhasil membagi Veda dan mengelompokkannya adalah dengan melayani kaki padma Sri Krishna. Guruku adalah Bhagavan Narada, Sang Yogindra. Guru dari Guruku adalah Sambhu (Siva), Guru dari para Guru dan Guru dari para Yogindra. Hasil atas segala jasa-jasa kebajikan itu adalah lahirnya engkau sebagai putraku, penjelmaan dan gudangnya segala Punyam (kebajikan). Sebagaimana matahari bagi bunga teratai, engkau menyinari keluargaku.”

“Bersujud ke hadapan kaki padma Sri Krishna, Guru Narada dan Sambhu, setelah memuliakan Devi Sarasvati, kini aku akan membahas pengetahuan yang mahakekal. Dengarlah kini PANCARATRAM, intisari Veda dan yang diidamkan oleh para bhakta. Inilah yang disayangi melebihi nyawa mereka, lima ajaran agung! Dicintai lebih dari tubuh dan hidup, mahasuci, intisari minuman kekekalan ilmu pengetahuan, inilah Pancaratra.”

Brahma menerima Pancaratra ini dari Sri Krishna di Satasringa

“Pada masa purbakala, di Goloka, di puncak gunung Satasringa, Tuhan Yang Mahakekal Sri Krishna menyabdakannya kepada Brahma, dalam kehadiran Sri Radhika, di tepi Sungai Viraja, pada akar beringin yang indah. O Putra! Brahma mengungkapkan kebaktiannya yang besar kepada Sri Krishna dan mengucapkan doa pujian untuk memuliakan-Nya. Setelah mendengar Pancaratra yang suci ini Brahma bersujud kepada Sri Radhika dan Sri Krishna dan segera bergegas pergi ke Sivaloka.”

“Di sana Mahadeva, duduk dalam sikap sukhasana, bertanya kepada Brahma tentang berita gembira yang dibawanya, tentu saja setelah beliau duduk dan memperoleh penghormatan sebagai Mahabhakta. Setelah ditanya demikian beliau menguraikan ajaran suci Pancaratram kepada Sri Sankara (Siva), duduk di bawah sebatang beringin yang tumbuh di tepi sungai Gangga surgawi. Seusai menjelaskan Pancaratram kepada Mahadeva, satu-satunya yang pantas dimuliakan oleh para Siddhendra dan Munindra, Brahma kembali ke alamnya.”

Pura untuk memuja Brahma Caturmukha (lihat Citra Suci beliau yang berwajah empat) di Pushkara Tirtha

“Sambhu kemudian kembali menurunkan Pancaratram ini kepada siswanya, Sang Muni Narada. Pada saat gerhana matahari, Narada mengulangnya kembali di Pushkara Tirtha. Pada hari yang suci itu aku beruntung mendengarnya dari bibir suci Guru Narada. Karena Pancaratram yang suci ini adalah pelita yang mengusir gelapnya kebodohan, dosa, dan khayalan. Kata ‘ratram’ ini berarti ‘jnanam’, pengetahuan. Inilah pengetahuan yang terdiri dari lima rupa. Oleh karena itu mereka ‘yang melihat’ menyebutnya Pancaratram.”

Danau suci Sri Pushkara Tirtha, Rajasthan dan kota di sekitarnya.

“Inilah pengetahuan tentang Kesejatian tertinggi dan penghancur kelahiran, kematian, usia tua dan penyakit. Sambhu, sang penakluk kematian, mendengarnya dari bibir padma Sri Krishna.” (Ini jenis ajaran yang pertama)
“Ajaran kedua adalah pengetahuan mulia yang diidamkan oleh para Mumuksu (mereka yang menginginkan pembebasan). Sangat luhur, murni dan suci, berbuah pembebasan dan mengarahkan seseorang kepada kaki padma Hari.”
“Ajaran ketiga adalah yang murni, mahasuci dan memberikan Krishna-bhakti. Dengan pengetahuan ini seseorang akan mendapatkan segala keinginannya dan menjadi penyembah Sri Krishna dalam kedudukan sebagai hamba (dasya bhakti).”
“Ajaran keempat adalah Yaugika-jnana dan disukai oleh para Siddha, memberikan segala hal yang diinginkan yaitu:
1. anima: menjadi sekecil-kecilnya, sekecil atom
2. laghima: menjadi seringan-ringannya
3. vyapti: mahaada, meliputi segalanya
4. prakamya: keinginan tak terbatas
5. mahima: menjadi sebesar-besarnya
6. isitvam: menjadi tuan atas segalanya
7. vasitvam: berjaya di atas segalanya
8. kamavasayitva: segala keinginannya terpenuhi
Inilah delapan mahasiddhi yang diperoleh dengan menguasai ajaran keempat.
9. sarvajnam: mahatahu
10. durasravanam: maha mendengar
11. parakayapravesanam: masuk ke dalam tubuh banyak orang, memecah jiwa
12. kayavyuham: membentuk maupun melepas tubuh sekehendak hati, membuat tubuh tak terhancurkan
13. jivadanam: memberi kehidupan bagi seseorang
14. parajivaharanam: mencabut kehidupan dari seseorang
15. sargakartatrtvasilpam: kekuatan mencipta
16. sargasamharakaranam: kekuatan meleburkan”

Siddha Yogi yang sangat terkenal di Tibet, Guru Marpa dan muridnya Milarepa dan seorang Kagyu Lama. Mereka memiliki semua kekuatan ajaib yang disebutkan di atas itu

Sri Nagaraja bersama pasangannya. Siddha yang terkenal juga. Mereka mencapai siddhi kekekalan dan telah hadir membimbing banyak siddha-yogi lain mencapai siddhi. Walau sudah berusia ribuan tahun tetapi beliau tampak sebagai seorang remaja 16 tahun dan masih hidup sampai saat ini di Himalaya. Mereka berdua dikenal sebagai Babaji dan Mataji, Ayah-Ibu para Siddha Himalaya

"Ajaran kelima adalah apa yang dianggap pengetahuan oleh orang-orang duniawi. Bagi mereka inilah pengetahuan tertinggi dimana Maya, Ista Devi pujaan mereka menjadi sebab dari segala khayalan mereka itu.
Dengan pengetahuan ini para jiva menjadi terserap sepenuhnya dalam pemuasan indria-indria dan sibuk memelihara keluarga mereka.”

“Pengetahuan golongan pertama dan kedua adalah sattvika. Golongan ketiga adalah yang Tertinggi dari semuanya dan disebut Nairgunya Jnana. (pengetahuan yang melampaui guna)”
“Golongan keempat adalah Rajasika, para bhakta tidak menyukainya. Golongan kelima adalah tamasika dan hendaknya dihindari oleh orang bijaksana.”
“Para pandita dan sarjana menyebut lima golongan ajaran pengetahuan ini sebagai Pancaratram. Pancaratram ini meningkatkan pengetahuan para jnani dalam tujuh jenis yang berbeda.”
“Tujuh Pancaratram adalah Brahma, Saiva, Kaumara, Vasistha, Kapila, Gautamiya dan Naradiya.”
“Setelah mempelajari dan menguji enam Pancaratram pertama, Veda-veda, Purana, Itihasa, Dharmasastra dan siddhi serta yoga-sastra, dan setelah memperoleh ajaran dari Mahadeva, Narada Muni menyusun Pancaratram ini, intisari segala pengetahuan. Inilah Sri Narada Pancaratram”

diterjemahkan dari NPR Chapt I (1-59) Vijnananand Swami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking