Pada posting-posting terdahulu saya ada jelaskan tentang Konsep Ketuhanan Hindu. Kemudian kalau kita baca di blog Pinandita Sanggraha Nusantara (yang juga saya ikuti tentunya), juga ada pembahasan topik yang sama. Tapi kok isinya rada beda ya?... Pasti dalam hati ada pertanyaan semacam ini dari yang membacanya.
Waktu awal kita bahas tentang Hindu, sebenarnya sudah disebutkan bahwa paling tidak ada empat denominasi utama dalam Hindu yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta. Di blog Pinandita Sanggraha Nusantara, di awal-awal Sriman Shri Danu D.P. sudah tulis bahwa beliau jelaskan Siva-tattva, jadi tentunya berdasarkan pandangan dari denominasi Saiva. Terus terang saya sendiri suka baca uraian Sriman Shri Danu D.P. itu. Nicely presented... Blog ini juga begitu, sedari awal sudah menyatakan bahwa tattva yang dijelaskan adalah sesuai yang diwarisi dalam Vaishnava-parampara, atau silsilah guru-murid Vaishnava.
Sebenarnya mudah saja kalau kita pikir, toh ini memang pandangan atau konsep ketuhanan yang berasal dari dua mazhab berbeda, wajar kalau ada perbedaan. Tapi orang jarang berkeinginan untuk menyingkirkan penjelasan atau pemikiran yang bersifat sektarian ini. Dalam Sri Krishna-samhita, Srila Thakura Bhaktivinoda menjelaskan bahwa sektarianisme berasal dari ketidakmatangan spiritual. Pada tingkat spiritualitas paling bawah (kanistha) kontradiksi akan bersifat fisik. Perdebatan, terus engkel-engkelan (bhs. Jawa), sampai saling gebuk. Ciri dari spiritualitas terendah adalah perasaan "hitam-putih", loe yang salah... gue bener! Lalu pada tingkat menengah (madhyama) kontradiksi dan konflik bersifat mental, dalam pikiran, ada konflik batiniah tapi tidak sampai muncul "ekspresi fisiknya". Hanya pada tingkat Uttama, strata rohani yang tertinggi, kontradiksi akan berakhir. Srila Bhaktivinoda menjelaskan golongan orang-orang yang berada di tataran in sebagai "pribadi yang bagaikan angsa (swan-like personality)" atau Paramahamsha. Seperti seekor angsa dia mampu memilah susu yang tercampur dalam air kotor. Dia melihat indahnya kebenaran dalam segala sesuatunya. Sriman Mahaprabhu Sri Caitanyadeva berkata pada Sri Ramananda Raya, "Karena Sri Krishna berada dalam hatimu, ke manapun engkau memandang, engkau hanya melihat Tuhan tercinta pujaanmu saja."
Di awal kita gunakan kata Saiva, Vaishnava, dsb. dengan pengertian yang umum diketahui oleh orang-orang. Tetapi sekarang kita akan memahami kata Vaishnava bukan sebagaimana label agama yang ada di KTP. Dalam Sri Krishna-samhita kata Vaishnava ini identik dengan Paramahamsha. Tidak lagi menjadi sekedar labelisasi, tidak sekedar beriman pada suatu konsep, tidak pula suatu identitas lahiriah. Dia sudah memasuki dimensi rohani yang sejati, yang terdalam.
Vedasastra dan para Acharya dalam garis perguruan rohani kita mengajarkan setiap orang untuk "menjadi" Vaishnava. Terkadang orang berpikir bahwa Vaishnava adalah suatu julukan yang bersifat sektarian bagi pengikut keyakinan tertentu atau yang menyembah Tuhan dalam rupa tertentu. Bahkan kita pun menganggap bahwa menjadi Vaishnava adalah dengan mengikrarkan keyakinan tertentu, mengganti gaya berpakaian, mengucapkan mantra khusus, dan bergaul dalam masyarakat tertentu. Namun sesungguhnya Vaishnavatva, “kevaishnavaan”, tidaklah berkaitan dengan penampakan yang bersifat lahiriah.
Srila Saccidananda Bhaktivinoda Thakura dalam Jaiva Dharma menjelaskan bahwa Vaishnava-dharma merupakan dharma sejati bagi sang roh. Dia kekal bersama sang roh, sebagaimana panasnya api dan terangnya cahaya. Kata lain bagi Vaishnava-dharma adalah priti-dharma, dharma cintakasih. Pelayanan cintakasih kepada Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna merupakan dharma sejati bagi roh.
Kata Vaishnava menunjukkan keadaan yang kekal dan alamiah, fungsi mendasar dan ciri pelayanan pengabdian cintakasih yang tak bersyarat dari semua roh individual (jivatma) dalam hubungannya terhadap Vishnu, Yang Mahatinggi, Roh Utama yang meresapi segala-galanya (paramatma). Vaishnava secara literal dan natural berarti seseorang yang menginsafi dharmanya yang asli sebagai roh yang kekal, yang memuja Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa Vishnu, semata-mata hanya karena cintakasih yang murni tanpa mengharapkan apa-apa sebagai balasan. Setiap pengetahuan, khususnya yang terkandung dalam Veda, yang mengungkapkan kebenaran hakiki ini disebut ajaran Vaishnava. Mereka yang menerapkan ajaran ini disebut para Vaishnava.
Sripada Ramanujacharya adalah salah satu Acharya Vaishnava yang paling agung. Beliau berasal dari garis silsilah (parampara) Srivaishnava atau Sri Sampradayam, garis perguruan rohani yang dimulai oleh Ibunda Mahalaksmi, Pendamping Kekal Tuhan Yang Maha Esa Sriman Narayana di Vaikunthaloka ("Kediaman" Rohani Tuhan). Beliau menyusun ulasan Vedanta yang bernama Sri-bhasya dan filsafat Vedantanya disebut visishta-advaita vedanta. Srimad Ramanujacharyalah yang memelopori kebangkitan Vaishnava dan jalan bhakti dalam skala besar di India pada jaman ini. Beliau membuat Vaishnava-vedanta menjadi milik rakyat dengan menggunakan dan mempopulerkan kembali karya-karya rohani para Alvar, yaitu para penyembah murni Tuhan Sri Vishnu yang sangat istimewa. Alvar berarti orang yang tenggelam sepenuhnya dalam cintakasih rohani kepada Tuhan. Para Alvar ini lahir di daerah yang berbahasa Tamil di India Selatan, sehingga karya-karya kebaktian mereka juga dituangkan dalam bahasa Tamil. Srimad Ramanuja mengangkat karya kebaktian berbahasa Tamil yang dikenal sebagai Nalayira Divya Prabandham (Kitab Kumpulan 4000 Kidung Suci) ini sejajar dengan Veda yang berbahasa Sanskrit, karena seluruh Divya Prabandham menyerukan kebenaran Veda yang sama. Divya Prabandham disebut Dravidavedam (Veda dari Negeri Selatan) atau Veda Tamil.
Salah satu murid rohani Srimad Ramanujacharya bernama Vishnucitta atau Engalazhvan. Beliau menulis sebuah ulasan atas Sri Vishnu-puranam dalam garis keinsafan visishta-advaita sebagaimana diwarisi dalam silsilah rohani Sri Sampradayam, yang berjudul Vishnucittiyam. Engalazhvan diyakini sebagai orang yang merampungkan Sri-bhasya dalam bentuk tertulisnya setelah sekretaris Srimad Ramanuja sebelumnya yaitu Kurattazhvan kehilangan penglihatannya. Murid dari Engalazhvan adalah Sri Nadadhur Ammal (Srimad Vatsya Varadacharya). Ada suatu kisah yang menarik saat Nadadhur Ammal dikirimkan oleh ayahnya untuk berguru kepada Engalazhvan.
Ketika Nadadhur Ammal tiba di depan pintu rumah Engalazhvan dan mengetuknya, dari dalam terdengar suara Engalazhvan menanyakan siapakah yang mengetuk pintunya. Nadadhur Ammal menjawab, “Naan!” (Ini aku). Tetapi kemudian Engalazhvan berteriak dari dalam, “Naan setthittu vaarum!” (Datanglah sesudah aku mati).
Nadadhur Ammal heran mendengar perkataan ini. Bagaimana mungkin guru ini bisa mengajarnya saat sudah mati? Lalu dia segera pulang dan bertanya kepada ayahnya. Ayahnya segera menyuruhnya kembali tetapi kalau kali ini Engalazhvan bertanya, jawablah dengan “Aadiyen!” (Ini hambamu). Inilah yang biasa diterapkan dalam masyarakat Vaishnava. Mereka saling menyapa sebagai pelayan, sebagai hamba, hamba dari para hamba Tuhan, hamba dari para Vaishnava.
Siapakah Vaishnava itu? Narsingh Mehta, seorang penyair rohani dari Gujarat mengatakan,
“Seorang Vaishnava adalah dia yang sungguh merasakan kesedihan dan penderitaan yang lain, dan tanpa mengharap balasan atau menyombongkan diri siap sedia menolong dengan segala cara.
Seorang Vaishnava adalah dia yang ibunya sungguh terberkati karena melahirkan putra yang dipenuhi cintakasih kepada semua makhluk hidup dan tidak pernah menemukan kesalahan pada orang lain, dan yang suci murni dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatannya.
Seorang Vaishnava adalah dia yang sepenuhnya terkendali, melampaui segala ikatan duniawi, melihat wanita lain sebagai ibunya, yang selalu jujur, lurus, dan tidak pernah menyentuh milik orang lain dengan maksud untuk memiliki.
Seorang Vaishnava adalah dia yang menjadi perwujudan cintakasih rohani dan pelayanan kepada Tuhan beserta para hamba-Nya. Yang hanya dengan darshan (melihat)nya saja sudah cukup untuk menyelamatkan seseorang dari penderitaan neraka.”
Vaishnava adalah keyakinan Veda yang sejati dan benar sejak masa lampau. Para Vaishnava merupakan keluarga dari Tuhan Sendiri (Sri Bhagavan) karena itu mereka disebut Bhagavata. Vaishnava merupakan para pengikut Veda sejati dan sudah ada sejak Veda ada. Veda dengan suara lantang mengumandangkan bahwa Sriman Narayana Tuhan Yang Maha Esa, pujaan para Vaishnava adalah Kebenaran Tertinggi. Para Yogi, Rishi, dan Acharya telah melihat Yang Tertinggi sebagai Krishna Yang Mahamenawan hati. Pemberkatan terbaik bagi umat manusia adalah menyadari pentingnya pelayanan pengabdian suci dalam kebahagiaan dan sukacita bergelora kepada Pribadi Tertinggi ini. Ilmu metafisika dan pertanyaan-pertanyaan filosofis tidak lagi menjadi perhatian utama kita, karena kita hanyalah khusuk dalam menikmati manisnya madu kebenaran yang telah dikumpulkan oleh para Acharya Vaishnava kita.
Kebenaran ini mengalir dalam semua garis perguruan yang setia, patuh, dan memiliki pengetahuan Veda-vedanta sejati. Mereka adalah Paramahamsha yang sudah menyelesaikan semua pertentangan dan permusuhan. Ketika kita berbicara tentang Tuhan, kita mengulang kata-kata mereka yang sudah sungguh mengalami-Nya. Ketika kita menguraikan Tuhan, kita melihat-Nya dengan mata mereka yang sudah berjumpa dengan-Nya. Ketika kita merindukan dipersatukan kembali bersama Tuhan, maka kita mengikuti jejak langkah mereka yang telah dipersatukan bersama Tuhan. Mereka bukan orang pelit yang menyimpan Tuhan bagi dirinya saja, yang menjadikan dirinya sebagai utusan dan satu-satunya juru bicara Tuhan. Mereka memahami bahwa semuanya terhubung dan terikat erat bersama Tuhan oleh cintakasih rohani. Setiap makhluk memiliki potensi ini. Para Vaishnava sejati yang mahapemurah datang dan berkata, "Berhenti bertengkar, bersama-sama kita mengembangkan cintakasih sejati ini. Semua sudah selesai. Kami akan membantumu menyelesaikannya juga."
Di mana poin dari topik ini? Apa kaitannya dengan perbedaan konsep ketuhanan dalam kedua pandangan yang kita sampaikan di awal itu? Poinnya adalah ketika kita sampai pada pemahaman para Vaishnava yang sebenarnya. Saat kita menerima pengetahuan ini dari tangan mereka, maka kita bukan lagi menekankan diri pada sekedar konsep, sekedar sarana, sekedar jalan, atau sekedar identitas lahiriah belaka. Bukan sekedar "mind-setting" mencocokkan pikiran kita dengan suatu ide tertentu. Tetapi istilah Inggrisnya "Lives Thy Lips", apakah dengan menerima suatu konsep, ide, atau jalan itu sungguh-sungguh dapat "menjadikan" kita Vaishnava. "This is not only about to belief but to really become" Jadi bisa saja menerima, meyakini, mempraktikkan metode yang disebut Vaishnavite, atau bisa juga tidak, tetapi apakah kita bisa menjadi Vaishnava seperti diuraikan di atas. Itu yang penting.
(Bagi yang tertarik, masalah perbedaan -isme dalam Hindu ini ada dibahas sedikit dalam blog bahasa Inggris saya. Uniknya, uraian itu berdasarkan sastra yang kita warisi di Indonesia ini, yaitu Caturveda Sirah. Coba saja mulai baca di link ini http://vasuntara.blogspot.com/2009/02/balinese-vedic-heritage-4.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar