Rabu, 13 Mei 2009

Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dengan menyuling samudera belas kasih,
Tercurahlah amrita intisari segala karunia.
Yang adalah Divya-rupa dari Tuhanku Srinivasa.
Wujud Rohani-Nya Mahakekal, kesadaran tertinggi,
pengetahuan sempurna, dan penuh kebahagiaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Menapakkan kaki padma-Mu di atas kepala Adisesha.
Kini tampak sebagai Bukit Suci Thirumala.
Istana emas berdiri di atasnya menjadi kediaman-Mu.
Itulah mata air yang memancarkan kemurahan hati-Mu.
Yang mengalir bagi semua makhluk yang kehausan.
Sekarat terbakar oleh teriknya matahari samsara.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Hamba datang ke hadirat-Mu O Venkataramana,
Tuhanku yang mata-Nya bagai kembang seroja,
penuh oleh madu kasih sayang-Mu.
Janganlah Engkau mengabaikanku Tuhan!
Karena aku tidak memiliki siapa-siapa lagi,
hanya Engkaulah pelindungku!
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dari puncak tujuh bukit Engkau berjalan ke Selatan.
Lalu Engkau memasuki kamar pengantin yang terhias indah
Engkau yang berbaring di atas tilam gulungan naga.
Dalam istana yang dikelilingi oleh tujuh benteng.
Sang Mempelai Pria nan Tampan, Sri Ramyajamathru.
Yang bercanda ria di tepian Kaveri, di atas panggung keanekawarnaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Engkaulah Tuhan Junjungan para leluhurku.
Dimuliakan sejak alam semesta dijadikan.
Menjaga segala bangsa dengan pandangan kasih-Mu.
Jatuhkanlah pandangan-Mu itu kepadaku, wahai Rangaraja!
Sebagaimana Engkau karuniakan kepada para pendahuluku.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Berkobar-kobar kesombonganku, berapi-api keangkuhanku,
menjilat-jilat lidahnya menyentuh kaki langit.
Dengan bangga aku mengenakan nama ini.
Kupamerkan warisan para leluhurku. Menyebut diriku sebagai pelayan-Mu.
Menghitungkan diriku sebagai salah satu hamba terkasih-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Walau Engkau kini telah hadir sebagai Sri Gauranga.
Dengan kedermawanan yang belum pernah Engkau perlihatkan sebelumnya.
Dengan belas kasih yang belum pernah dirasakan di segala jaman.
Kupalingkan wajahku dari Mu. Walau Engkau tampak di mana-mana, kupejamkan mataku.
Kuabaikan pesan-pesan-Mu, kuusir jauh-jauh para utusan-Mu, tak kudengar amanat-Mu.
Kututupi telingaku, dari diperdengarkannya berita kesukacitaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Namun betapa kini aku menyadari, diriku berada dalam lembah penderitaan,
kesedihan yang paling dalam, dengan melupakan Diri-Mu dan hidup dalam kesendirian.
Inilah akibat kedegilan hatiku, oleh dosa-dosa yang tak terhitung,
kuberati bumi dengan beban Himalaya, dalam setiap injakan kakiku.
Orang seperti diriku adalah musibah bagi dunia.
Siapakah lagi yang akan menerimaku?
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Ha Gauranga! Kini aku memalingkan diri pada satu-satunya penghiburan,
yaitu kewelas asihan-Mu dan kasih sayang-Mu yang tak terbatas.
Pengharapan bahwa suatu ketika aku akan kembali mendapat kesempatan
untuk melayani dan mencintai-Mu, dengan perantaraan para rekan kekal-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Mereka yang mencintai-Mu dengan segenap hati dan jiwa.
Para Acarya, Guru, dan Orang Suci sepanjang masa.
Para pembimbing rohani, para pelindung dan junjunganku selamanya.
Yang mengasihi dengan tulus, yang hatinya terluka berdarah,
melihat derita jiwa-jiwa yang memalingkan diri dari-Mu.
Aku memanjatkan doa ini kepada-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dari kesendirianku, aku memanjatkan madah kerinduanku pada Kaki-Mu.
Dari kehinaanku, aku melagukan madah kemuliaan-Mu.
Dari ketakberdayaanku, aku menyanyikan madah pujian bagi kemurahan hati-Mu.
Dengarlah, dengarlah Penguasa Hatiku, janganlah Engkau tutupi telinga-Mu,
janganlah Engkau palingkan wajah-Mu, atau menyembunyikannya di balik kegelapan awan-awan,
atau justru di balik gemerlap cahaya keagungan-Mu yang menyilaukan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Kuharapkan pandangan belaskasih-Mu. Satu-satunya yang dapat menguatkanku,
walaupun aku adalah jiwa lemah, yang ada dalam kejatuhannya.
Dengarkanlah permohonan jiwa yang tanpa daya ini.
Berkatilah karya pelayanannya yang tak berharga.
Berkenanlah menjadi puas, hanya dengan persembahannya yang sederhana.
Agar aku sungguh terhitung di antara pelayan dari pelayan dari pelayan-Mu,
yang mengasihi-Mu dengan segenap hati dan jiwanya.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Walau aku adalah setangkai rumput remeh di tepi jalan,
yang hanya layak untuk dinjak-injak.
Namun hatiku bergantung pada mereka yang dikasihi-Mu.
Merekalah gunung karang pelindungku, andalan yang tak terkalahkan.
Janganlah melihat kepadaku, tapi pandanglah keinginan tuan-tuanku ini.
Perhatikanlah setitik ketulusanku dalam melayani mereka,
walau keinginan pribadiku melebihinya berkali-kali lipat.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Engkau adalah Tuhanku tercinta Jagannath.
Yang kedua tangan-Nya selalu terjulur ke depan,
Terbentang demi memeluk jiva malang yang merindukan-Mu.
Untuk mendekapnya erat-erat dekat Hati-Mu.
Bersama Subhadra dan Balabhadra yang penuh belas kasih.
Apa yang tidak Engkau anugerahkan bagi yang memohon pada-Mu?
Engkau bahkan memberikan Diri-Mu Sendiri kepada mereka.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Inilah Tuhan Penguasa hatiku, Sri Jagannath.
Meneteskan airmata kerinduan oleh perpisahan dengan Kekasih-Nya.
Tetapi aku berdoa pada-Mu yang bersemayam di Puncak Bukit Biru.
Karena aku yakin suatu ketika Engkau akan menghapus
Airmata kerinduan yang membanjiri pipiku.
Hati yang remuk redam akan pulih kembali.
Saat diri ini dipersatukan bersama-Mu.
Dalam pelayanan cintakasih pada kaki padma-Mu.
Takkan pernah berpisah lagi selamanya.


Seorang yang menyebut dirinya pemuja dari Tuhan Venkateshwara.
Yang membanggakan kelahirannya dalam silsilah keluarga
Para hamba pelayan Sri Rangaraja yang bersemayam di tepi Kaveri.
Yang mengatakan dirinya berada di tengah para penerima karunia Sri Gauranga.
Matahari Keemasan yang menerangi jalan Goudiya yang mahasempurna.
Sekalipun memanjatkan doa ini tanpa ketulusan.
Batinnya ternoda, terikat dunia, penuh cacat cela.
Tapi berharap bahwa Tuhan Pujaan hatinya Sri Jagannath.
Yang belas kasih dan kuasa-Nya tiada berbatas.
Akan mengabulkannya dan menjadikannya kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking