Sabtu, 30 Mei 2009

Mengapa Saya Mesti Tetap Hindu?

Sungguh saya terharu ketika membaca tentang masyarakat Tengger. Rasanya dari sebuah buku yang judulnya ada kata "...Kami Punya Agama". Keteguhan mereka dalam kondisi alam, ekonomi, dan banyak keterbatasan lain yang begitu sulit dijalani, masih tetap menjaga tradisi Dharma yang telah mereka warisi dari para leluhur. Yah, memang benar... kepercayaan dan praktik rohani masyarakat Tengger adalah pengejawantahan nilai-nilai Veda-dharma. Hindu! Seperti masyarakat Dayak dengan keyakinan Kaharingannya. Betapa tangguhnya orang-orang ini menjaga "hatinya" dan "hati" para leluhurnya.

Rohaniwan Tengger. Penjaga Dharma yang terhormat (Pemkab Probolinggo)

Tidak dapat dipungkiri, banyak umat Hindu dari generasi baru yang bertanya-tanya. Saya dilahirkan dalam keluarga Hindu, saya sejak kecil mengikuti puja dan berdoa kepada para Devata. Di luar sana banyak orang yang tidak seperti saya, bahkan mereka mengatakan apa yang saya kerjakan selama ini salah. Lalu mengapa saya harus tetap bertahan untuk menjadi Hindu? Mengapa saya harus tetap berdoa dengan cara-cara ini? Untuk apa saya terus percaya pada sesuatu yang tidak diyakini oleh kebanyakan orang? Benarkah saya bila mempertahankan cara hidup leluhur ribuan tahun yang lalu di jaman sekarang ini? ... Kemudian di keadaan yang lain ada orang yang baru saja menganut Hindu. Entah itu karena pernikahan dengan seorang Hindu atau karena tanpa sengaja dia tertarik pada ajaran Hindu setelah ikut kelas yoga untuk kesehatan. Oke sekarang saya Hindu, tetapi apakah kehinduan saya ini pantas untuk dipertahankan?

Ritual tradisional Dayak. Fisik boleh beda tapi lihatlah hatinya
(http://ronnyteguh.blog.upr.ac.id/category/budaya-dayak/)

Pada umumnya kita selalu akan melihat hal yang superfisial dulu. Hindu, seperti juga agama lain, memiliki wajah. Wajah itu bisa menarik bagi yang tertarik, bisa juga jelek bagi yang tidak menyukainya sedari awal. Kecantikan wajah adalah sesuatu yang relatif. Tetapi kecantikan sejati berasal dari dalam. Keindahan yang sesungguhnya memancar dari cahaya roh kehidupan dan semua orang, terutama umat Hindu harus mengetahui bahwa jiwa di balik wajah Hindu adalah Veda Dharma, Sanatana Dharma.

Satguru Sivaya Subramuniyaswami berkata, “Pencarian akan Tuhan, Kebenaran, disebut Sanatana Dharma, atau jalan yang kekal, karena dia terkandung dalam roh itu sendiri, tempat berasalnya agama. Jalan ini, kembalinya hidup kepada Sumbernya, selalu ada dalam diri manusia, selalu bekerja, baik prosesnya disadari maupun tidak. Tidak dicari-cari oleh siapapun juga. Lalu dari manakah datangnya tenaga penggerak ini? Dia datang dari dalam diri manusia itu sendiri. Oleh karenanya Hindu selalu hidup dan bergelora, karena dia bergantung pada sumber inspirasi yang asli ini, denyut pertama dari jiwa di dalam, memberikan energi dan gejolak yang terus-menerus dapat diperbaharui untuk selama-lamanya.”

Persembahyangan (puja) di Pura Luhur Poten Bromo (foto: WT Atmojo)

Sanatana Dharma tidak berurusan dengan keadaan jasmaniah apapun. Dia tidak mengubah kita, tetapi membantu kita menemukan dan menyadari diri kita yang asli. Diri yang merupakan bagian dari keilahian yang paling suci dan penuh potensi. Jadi ajaran Veda ini dapat diterapkan dalam semua bentuk budaya, semua golongan, semua jenis orang. Dia tidak mematikan kreativitas pikiran, tidak membunuh rasa kemanusiaan, tidak menghancurkan budaya tempatnya bertumbuh. Justru dia menyempurnakan, memperindah, memberikan semangat kehidupan bagi mereka yang mempelajarinya. Dia tidak membuang-buang waktu memperbaiki wajah, tetapi langsung kepada inti. Ketika jiwa telah disegarkan, maka keindahan internalnya akan memancar sendiri keluar. Inilah sebabnya mengapa peradaban-peradaban manusia di dunia yang menerima pengaruh Veda memiliki budaya yang tinggi, tetapi sekaligus unik dengan tidak matinya budaya awal. Ini karena ajaran Veda dapat menyatu, melebur dengan harmonis bersama nilai-nilai luhur setempat. Menjadi Hindu adalah menjadi diri sejatimu.

Saat melihat orang-orang "kuat" ini. Tengger, Dayak, Alukta, dsb. yang berada di seluruh Indonesia mungkin saja kita ada berpikir "kok bisa dibilang Hindu?". Maka kita pantas balik bertanya, "Dengan hati seperti ini, dengan jiwa dan semangat seperti ini, apalagi mereka kalau bukan Hindu?" Mereka telah mengawali dari menjadi dirinya sendiri, menjalani hidupnya sebagai bagian dari alam, menuruti nuraninya yang bersih bersahaja, menuju keinsafan tertinggi akan 'sang diri sejati'. Begitu alamiah dan sedemikian jujur secara rohani. Prinsip-prinsip Veda-dharma "sudah menjadi satu" dengan jiwanya. Mereka sungguh benar menjaga ke-Hindu-annya.

Selasa, 26 Mei 2009

Siapakah Seorang Vaishnava?

Pada posting-posting terdahulu saya ada jelaskan tentang Konsep Ketuhanan Hindu. Kemudian kalau kita baca di blog Pinandita Sanggraha Nusantara (yang juga saya ikuti tentunya), juga ada pembahasan topik yang sama. Tapi kok isinya rada beda ya?... Pasti dalam hati ada pertanyaan semacam ini dari yang membacanya.
Waktu awal kita bahas tentang Hindu, sebenarnya sudah disebutkan bahwa paling tidak ada empat denominasi utama dalam Hindu yaitu Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta. Di blog Pinandita Sanggraha Nusantara, di awal-awal Sriman Shri Danu D.P. sudah tulis bahwa beliau jelaskan Siva-tattva, jadi tentunya berdasarkan pandangan dari denominasi Saiva. Terus terang saya sendiri suka baca uraian Sriman Shri Danu D.P. itu. Nicely presented... Blog ini juga begitu, sedari awal sudah menyatakan bahwa tattva yang dijelaskan adalah sesuai yang diwarisi dalam Vaishnava-parampara, atau silsilah guru-murid Vaishnava.

Sebenarnya mudah saja kalau kita pikir, toh ini memang pandangan atau konsep ketuhanan yang berasal dari dua mazhab berbeda, wajar kalau ada perbedaan. Tapi orang jarang berkeinginan untuk menyingkirkan penjelasan atau pemikiran yang bersifat sektarian ini. Dalam Sri Krishna-samhita, Srila Thakura Bhaktivinoda menjelaskan bahwa sektarianisme berasal dari ketidakmatangan spiritual. Pada tingkat spiritualitas paling bawah (kanistha) kontradiksi akan bersifat fisik. Perdebatan, terus engkel-engkelan (bhs. Jawa), sampai saling gebuk. Ciri dari spiritualitas terendah adalah perasaan "hitam-putih", loe yang salah... gue bener! Lalu pada tingkat menengah (madhyama) kontradiksi dan konflik bersifat mental, dalam pikiran, ada konflik batiniah tapi tidak sampai muncul "ekspresi fisiknya". Hanya pada tingkat Uttama, strata rohani yang tertinggi, kontradiksi akan berakhir. Srila Bhaktivinoda menjelaskan golongan orang-orang yang berada di tataran in sebagai "pribadi yang bagaikan angsa (swan-like personality)" atau Paramahamsha. Seperti seekor angsa dia mampu memilah susu yang tercampur dalam air kotor. Dia melihat indahnya kebenaran dalam segala sesuatunya. Sriman Mahaprabhu Sri Caitanyadeva berkata pada Sri Ramananda Raya, "Karena Sri Krishna berada dalam hatimu, ke manapun engkau memandang, engkau hanya melihat Tuhan tercinta pujaanmu saja."

Di awal kita gunakan kata Saiva, Vaishnava, dsb. dengan pengertian yang umum diketahui oleh orang-orang. Tetapi sekarang kita akan memahami kata Vaishnava bukan sebagaimana label agama yang ada di KTP. Dalam Sri Krishna-samhita kata Vaishnava ini identik dengan Paramahamsha. Tidak lagi menjadi sekedar labelisasi, tidak sekedar beriman pada suatu konsep, tidak pula suatu identitas lahiriah. Dia sudah memasuki dimensi rohani yang sejati, yang terdalam.

Vedasastra dan para Acharya dalam garis perguruan rohani kita mengajarkan setiap orang untuk "menjadi" Vaishnava. Terkadang orang berpikir bahwa Vaishnava adalah suatu julukan yang bersifat sektarian bagi pengikut keyakinan tertentu atau yang menyembah Tuhan dalam rupa tertentu. Bahkan kita pun menganggap bahwa menjadi Vaishnava adalah dengan mengikrarkan keyakinan tertentu, mengganti gaya berpakaian, mengucapkan mantra khusus, dan bergaul dalam masyarakat tertentu. Namun sesungguhnya Vaishnavatva, “kevaishnavaan”, tidaklah berkaitan dengan penampakan yang bersifat lahiriah.

Srila Saccidananda Bhaktivinoda Thakura dalam Jaiva Dharma menjelaskan bahwa Vaishnava-dharma merupakan dharma sejati bagi sang roh. Dia kekal bersama sang roh, sebagaimana panasnya api dan terangnya cahaya. Kata lain bagi Vaishnava-dharma adalah priti-dharma, dharma cintakasih. Pelayanan cintakasih kepada Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna merupakan dharma sejati bagi roh.

Kata Vaishnava menunjukkan keadaan yang kekal dan alamiah, fungsi mendasar dan ciri pelayanan pengabdian cintakasih yang tak bersyarat dari semua roh individual (jivatma) dalam hubungannya terhadap Vishnu, Yang Mahatinggi, Roh Utama yang meresapi segala-galanya (paramatma). Vaishnava secara literal dan natural berarti seseorang yang menginsafi dharmanya yang asli sebagai roh yang kekal, yang memuja Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa Vishnu, semata-mata hanya karena cintakasih yang murni tanpa mengharapkan apa-apa sebagai balasan. Setiap pengetahuan, khususnya yang terkandung dalam Veda, yang mengungkapkan kebenaran hakiki ini disebut ajaran Vaishnava. Mereka yang menerapkan ajaran ini disebut para Vaishnava.

Sripada Ramanujacharya adalah salah satu Acharya Vaishnava yang paling agung. Beliau berasal dari garis silsilah (parampara) Srivaishnava atau Sri Sampradayam, garis perguruan rohani yang dimulai oleh Ibunda Mahalaksmi, Pendamping Kekal Tuhan Yang Maha Esa Sriman Narayana di Vaikunthaloka ("Kediaman" Rohani Tuhan). Beliau menyusun ulasan Vedanta yang bernama Sri-bhasya dan filsafat Vedantanya disebut visishta-advaita vedanta. Srimad Ramanujacharyalah yang memelopori kebangkitan Vaishnava dan jalan bhakti dalam skala besar di India pada jaman ini. Beliau membuat Vaishnava-vedanta menjadi milik rakyat dengan menggunakan dan mempopulerkan kembali karya-karya rohani para Alvar, yaitu para penyembah murni Tuhan Sri Vishnu yang sangat istimewa. Alvar berarti orang yang tenggelam sepenuhnya dalam cintakasih rohani kepada Tuhan. Para Alvar ini lahir di daerah yang berbahasa Tamil di India Selatan, sehingga karya-karya kebaktian mereka juga dituangkan dalam bahasa Tamil. Srimad Ramanuja mengangkat karya kebaktian berbahasa Tamil yang dikenal sebagai Nalayira Divya Prabandham (Kitab Kumpulan 4000 Kidung Suci) ini sejajar dengan Veda yang berbahasa Sanskrit, karena seluruh Divya Prabandham menyerukan kebenaran Veda yang sama. Divya Prabandham disebut Dravidavedam (Veda dari Negeri Selatan) atau Veda Tamil.

Salah satu murid rohani Srimad Ramanujacharya bernama Vishnucitta atau Engalazhvan. Beliau menulis sebuah ulasan atas Sri Vishnu-puranam dalam garis keinsafan visishta-advaita sebagaimana diwarisi dalam silsilah rohani Sri Sampradayam, yang berjudul Vishnucittiyam. Engalazhvan diyakini sebagai orang yang merampungkan Sri-bhasya dalam bentuk tertulisnya setelah sekretaris Srimad Ramanuja sebelumnya yaitu Kurattazhvan kehilangan penglihatannya. Murid dari Engalazhvan adalah Sri Nadadhur Ammal (Srimad Vatsya Varadacharya). Ada suatu kisah yang menarik saat Nadadhur Ammal dikirimkan oleh ayahnya untuk berguru kepada Engalazhvan.

Ketika Nadadhur Ammal tiba di depan pintu rumah Engalazhvan dan mengetuknya, dari dalam terdengar suara Engalazhvan menanyakan siapakah yang mengetuk pintunya. Nadadhur Ammal menjawab, “Naan!” (Ini aku). Tetapi kemudian Engalazhvan berteriak dari dalam, “Naan setthittu vaarum!” (Datanglah sesudah aku mati).

Nadadhur Ammal heran mendengar perkataan ini. Bagaimana mungkin guru ini bisa mengajarnya saat sudah mati? Lalu dia segera pulang dan bertanya kepada ayahnya. Ayahnya segera menyuruhnya kembali tetapi kalau kali ini Engalazhvan bertanya, jawablah dengan “Aadiyen!” (Ini hambamu). Inilah yang biasa diterapkan dalam masyarakat Vaishnava. Mereka saling menyapa sebagai pelayan, sebagai hamba, hamba dari para hamba Tuhan, hamba dari para Vaishnava.

Siapakah Vaishnava itu? Narsingh Mehta, seorang penyair rohani dari Gujarat mengatakan,
“Seorang Vaishnava adalah dia yang sungguh merasakan kesedihan dan penderitaan yang lain, dan tanpa mengharap balasan atau menyombongkan diri siap sedia menolong dengan segala cara.
Seorang Vaishnava adalah dia yang ibunya sungguh terberkati karena melahirkan putra yang dipenuhi cintakasih kepada semua makhluk hidup dan tidak pernah menemukan kesalahan pada orang lain, dan yang suci murni dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatannya.
Seorang Vaishnava adalah dia yang sepenuhnya terkendali, melampaui segala ikatan duniawi, melihat wanita lain sebagai ibunya, yang selalu jujur, lurus, dan tidak pernah menyentuh milik orang lain dengan maksud untuk memiliki.
Seorang Vaishnava adalah dia yang menjadi perwujudan cintakasih rohani dan pelayanan kepada Tuhan beserta para hamba-Nya. Yang hanya dengan darshan (melihat)nya saja sudah cukup untuk menyelamatkan seseorang dari penderitaan neraka.”

Vaishnava adalah keyakinan Veda yang sejati dan benar sejak masa lampau. Para Vaishnava merupakan keluarga dari Tuhan Sendiri (Sri Bhagavan) karena itu mereka disebut Bhagavata. Vaishnava merupakan para pengikut Veda sejati dan sudah ada sejak Veda ada. Veda dengan suara lantang mengumandangkan bahwa Sriman Narayana Tuhan Yang Maha Esa, pujaan para Vaishnava adalah Kebenaran Tertinggi. Para Yogi, Rishi, dan Acharya telah melihat Yang Tertinggi sebagai Krishna Yang Mahamenawan hati. Pemberkatan terbaik bagi umat manusia adalah menyadari pentingnya pelayanan pengabdian suci dalam kebahagiaan dan sukacita bergelora kepada Pribadi Tertinggi ini. Ilmu metafisika dan pertanyaan-pertanyaan filosofis tidak lagi menjadi perhatian utama kita, karena kita hanyalah khusuk dalam menikmati manisnya madu kebenaran yang telah dikumpulkan oleh para Acharya Vaishnava kita.

Kebenaran ini mengalir dalam semua garis perguruan yang setia, patuh, dan memiliki pengetahuan Veda-vedanta sejati. Mereka adalah Paramahamsha yang sudah menyelesaikan semua pertentangan dan permusuhan. Ketika kita berbicara tentang Tuhan, kita mengulang kata-kata mereka yang sudah sungguh mengalami-Nya. Ketika kita menguraikan Tuhan, kita melihat-Nya dengan mata mereka yang sudah berjumpa dengan-Nya. Ketika kita merindukan dipersatukan kembali bersama Tuhan, maka kita mengikuti jejak langkah mereka yang telah dipersatukan bersama Tuhan. Mereka bukan orang pelit yang menyimpan Tuhan bagi dirinya saja, yang menjadikan dirinya sebagai utusan dan satu-satunya juru bicara Tuhan. Mereka memahami bahwa semuanya terhubung dan terikat erat bersama Tuhan oleh cintakasih rohani. Setiap makhluk memiliki potensi ini. Para Vaishnava sejati yang mahapemurah datang dan berkata, "Berhenti bertengkar, bersama-sama kita mengembangkan cintakasih sejati ini. Semua sudah selesai. Kami akan membantumu menyelesaikannya juga."

Di mana poin dari topik ini? Apa kaitannya dengan perbedaan konsep ketuhanan dalam kedua pandangan yang kita sampaikan di awal itu? Poinnya adalah ketika kita sampai pada pemahaman para Vaishnava yang sebenarnya. Saat kita menerima pengetahuan ini dari tangan mereka, maka kita bukan lagi menekankan diri pada sekedar konsep, sekedar sarana, sekedar jalan, atau sekedar identitas lahiriah belaka. Bukan sekedar "mind-setting" mencocokkan pikiran kita dengan suatu ide tertentu. Tetapi istilah Inggrisnya "Lives Thy Lips", apakah dengan menerima suatu konsep, ide, atau jalan itu sungguh-sungguh dapat "menjadikan" kita Vaishnava. "This is not only about to belief but to really become" Jadi bisa saja menerima, meyakini, mempraktikkan metode yang disebut Vaishnavite, atau bisa juga tidak, tetapi apakah kita bisa menjadi Vaishnava seperti diuraikan di atas. Itu yang penting.

(Bagi yang tertarik, masalah perbedaan -isme dalam Hindu ini ada dibahas sedikit dalam blog bahasa Inggris saya. Uniknya, uraian itu berdasarkan sastra yang kita warisi di Indonesia ini, yaitu Caturveda Sirah. Coba saja mulai baca di link ini http://vasuntara.blogspot.com/2009/02/balinese-vedic-heritage-4.html)

Minggu, 17 Mei 2009

Ritual Hindu Bukan Sesuatu yang Memberatkan

Orang-orang sering bertanya kok dalam Hindu banyak sekali dikenal upacara-upacara? Gini dikit upacara, gitu dikit upacara juga. Sampai mau masuk rumah saja ada upacaranya... Karena itu sebagai bagian dari tradisi rohani tertua ini kita harus tahu mengapa ada begitu banyak upacara yang harus dilakukan.

Tujuan hidup ini adalah melatih diri secara bertahap dalam rangka menuju kepada kesempurnaan rohani tertinggi. Seluruh hidup manusia sesungguhnya adalah rangkaian sebuah ritual dan upacara penyucian. Dalam setiap fase evolusi fisik kehidupan haruslah disucikan demi pelayanan kepada Tuhan. Maka paling tidak selama perkembangan dan pertumbuhan hidupnya, seorang manusia menjalani banyak upacara. Para rishi pada masa lampau menyusun berbagai ritual penyucian demi membangun masyarakat manusia yang memiliki nilai-nilai budaya tinggi dan sepenuhnya sadar akan tujuan-tujuan rohaninya.

Ritual atau upacara-upacara ini dalam Hindu disebut samskara. Melalui pelaksanaan samskara-samskara ini pikiran dibangkitkan menuju Tujuan Akhir yaitu pencerahan sempurna dan berakhirnya siklus kelahiran–kematian yang berulang-ulang. Bagi umat Hindu samskara merupakan pengalaman spiritual yang hidup. Melalui samskara-samskara dalam berbagai fase kehidupan manusia maka tubuh jasmani ini, yang merupakan Pura tempat bersemayamnya Tuhan, menjadi disucikan dan dibuat agar pantas dalam pelayanan kepada Tuhan. Samskara dimaksudkan untuk menempa kepribadian seseorang sehingga ia dapat menjadi anggota masyarakat yang ideal dan seorang yang mendapatkan pencerahan rohani. Dua samskara terpenting dalam Hindu adalah Inisiasi (Samasrayana/ diksha) dan pernikahan (Vivaha-samskara).

Ritual-ritual keagamaan yang bersifat lahiriah dimaksudkan untuk membangkitkan pemahaman batin dan pengalaman rohani yang dapat memberikan perubahan-perubahan menuju kebaikan dalam diri suatu individu, lalu keluarga, dan akhirnya masyarakat secara keseluruhan. Kita menyadari bahwa kondisi mental sangat mempengaruhi aktivitas jasmani. Pelaksanaan ritual-ritual yang maknanya dipahami dengan baik oleh mereka yang terlibat di dalamnya, akan membangun sikap mental yang baik dan memperbaiki pemikiran-pemikiran yang menyimpang.

Homa, persembahan melalui api suci, salah satu upacara Veda yang tertua.

Tradisi Veda mengemas begitu banyak ritual yang masih dilaksanakan oleh umat Hindu sampai sekarang sebagai suatu sarana komunikasi batin ini, sebagai suatu cara menyampaikan pesan yang dapat diresapi sampai ke dalam hati pemuja maupun yang dipujanya. Sebagai contoh, pada akhir dilaksanakannya Homam (persembahan api suci), seluruh biji-bijian yang tersisa dan buah (biasanya pisang atau satu butir kelapa utuh) dipersembahkan ke dalam api. Ini merupakan suatu komunikasi simbolik yang menyatakan bahwa kita mempersembahkan sepenuhnya badan, ucapan, dan pikiran kita kepada Tuhan. Keakuan kita yang palsu dibakar habis dalam api kebijaksanaan dan akar segala penderitaan dimusnahkan dalam api penyerahan diri. Dibantu dengan mantra, yang juga merupakan bahasa simbolik pula, maka kita dapat mewujudkan pemahaman ini dalam pikiran kita. Semakin sering kita melaksanakan yajna Homam seperti ini, maka semakin jelas dan semakin kuat visi batin yang kita dapatkan. Impresi mental yang kuat ini kemudian secara perlahan dapat mengurangi sifat buruk seperti egoisme yang berlebihan dan perilaku buruk yang mementingkan diri sendiri. Seperti inilah sebuah ritual Veda disusun untuk memperbaiki seluruh aspek kehidupan.


Purna-ahuti, persembahan terakhir ke dalam api suci

Salah satu ritual Hindu yang terpenting adalah Nitya-homam dan Tarpanam. Tetapi sayangnya oleh pengaruh modernisasi telah mulai ditinggalkan atau dilaksanakan tanpa diketahui maknanya. Akhirnya keduanya ini dianggap sebagai sesuatu yang asing, atau apabila masih dilaksanakan, hanyalah sebatas kebiasaan saja. Padahal kedua upacara ini sangatlah penuh kekuatan, sangat berguna, dan sangat dianjurkan bagi setiap orang yang ingin kemajuan rohani dengan cepat.

Melalui Homam, Tuhan dan para devata dimohonkan agar hadir secara rohani dalam api dan dipuaskan dengan berbagai persembahan serta mantra. Pelaksanaan Nitya-homam atau persembahan api suci secara teratur dan berkesinambungan akan dapat meningkatkan api rohani yang berkobar dalam tubuh halus, membakar segala halangan dan rintangan yang menghambat kemajuan spiritual, memberikan kejernihan batin, dan membuat pikiran menjadi fokus serta selalu stabil.

Kemudian melalui Tarpanam, para devata, para rishi yang suci, dan para leluhur dimohonkan agar hadir di dalam air dan dapat dipuaskan dengan persembahan yang dihaturkan kepada mereka. Pelaksanaan Tarpanam secara teratur akan dapat menguraikan dan melepaskan berbagai ikatan-ikatan karma yang menimbulkan berbagai kelemahan dalam hidup ini. Kelemahan dan kekurangan itu sendiri dapat menghambat kemajuan pencapaian duniawi maupun rohani seseorang. Inilah beberapa contoh bagaimana ritual Hindu sungguh-sungguh bermanfaat. Dia memberikan pengembangan batiniah yang khusus, sehingga juga mempengaruhi perilaku sehari-hari. Bila dipahami dengan benar maka semua ini bukanlah beban.

Abhisekam, mempersembahkan air kepada sebuah Sivalinga. Merupakan bentuk ritual yang bersifat Agamik (berdasarkan kitab-kitab Agamasastram)

Sabtu, 16 Mei 2009

Wujud-wujud yang Kekal Selamanya (2)

Lebih lanjut dinyatakan dalam Sri Brahma-samhita,
diparcir eva hi dasantaram abhyupetya
dipayate vivrta-hetu-samana-dharma
yas tadrg eva hi ca visnutaya vibhati
govindam adi-purusam tam aham bhajami
Bagaikan satu pelita yang menyalakan banyak pelita-pelita yang lain, sekalipun apinya menyala secara terpisah, namun memiliki sifat yang sama. Hamba memuja Pribadi Tuhan yang awal, yang mewujudkan Diri-Nya dengan kemuliaan-Nya yang sama dalam berbagai manifestasi-Nya yang berbeda-beda. (Brahma-samhita 46).

Berbagai bentuk Sri Bhagavan ini senantiasa berada di dunia rohani secara kekal. Para Avatara seperti Sri Vedavyasa dan juga Sri Narayana Rishi juga merupakan salah satu dari berbagai rupa Bhagavan yang tak terbatas itu. Suatu ketika apabila Sri Bhagavan bersedia oleh belas kasih-Nya memanifestasikan rupa ini di alam duniawi, sehingga dapat dialami oleh makhluk-makhluk di alam duniawi, maka Beliau dikenal sebagai Avatara. Beliau juga memberkati hamba-hamba Beliau yang terpilih, dengan lahir sebagai seorang anak di keluarga mereka atau juga menikmati manisnya pergaulan bersama mereka di dunia ini. Sesuai dengan maksud turun-Nya Beliau ke dunia, maka Beliau juga mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang bermacam-macam. Setelah misi-Nya di dunia berakhir, maka Beliaupun menutup kegiatan-Nya, sehingga dunia tidak mampu lagi melihat-Nya. Walau demikian rupa Beliau tetaplah berada di dunia rohani, tidak musnah atau menjadi tidak ada lagi. Para Avatara Tuhan adalah bentuk kekal Sri Bhagavan atau Parambrahman yang senantiasa hadir di dunia rohani. Hal ini juga membantah pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Avatara merupakan roh (atma) yang telah mencapai persatuan dengan Brahman, namun menghadirkan diri kembali ke dunia untuk menjalankan suatu misi.

Avatara Tuhan adalah sva-amsa (bagian yang tak terpisah dari Tuhan) sebagaimana dijelaskan dalam Brahma-samhita. Namun jivatma adalah tetap jivatma, dia merupakan vibhinnamsa (bagian yang terpisah dan berbeda dengan Tuhan). Jivatma tidak dapat menjadi Parambrahman Sri Bhagavan. Memang benar insan-insan agung, roh-roh yang mahasempurna, rekan-rekan terdekat dan hamba-hamba Tuhan yang kekal di dunia rohani (dikenal sebagai nityasuri atau nityasiddha) berkat belas kasihnya atau perintah dari Sri Bhagavan Sendiri, juga turun ke alam duniawi ini. Tetapi mereka berbeda dengan Avatara yang merupakan rupa pribadi dari Sri Bhagavan.

Perlu diketahui pula, oleh karena Bhagavan Sri Vishnu tidak terbatas, begitu pula kediaman rohani-Nya, Sri Vaikuntha tidaklah terbatas. Perluasan rohani kediaman suci Beliau juga bisa berada di bagian manapun di alam semesta ini, khususnya di bumi. Sebagai contoh Uttarabadri yang berada di Himalaya juga merupakan perluasan dari tempat kediaman Sri Narayana yang sama, yang berada di Vaikuntha. Bagi jiva-jiva yang telah mencapai kesempurnaan rohani, maka dengan pergi ke Badri di Himalaya, mereka juga dapat melihat dan memasuki kegiatan lila kekal Sri Bhagavan di Vaikuntha. Bagi jiva biasa, Himalaya akan tampak sebagai pegunungan bersalju semata. Namun bagi para penyembah murni seperti Sri Madhvacharya, di Himalaya ini terletaklah Uttarabadri, tempat bersemayam-Nya Sri Vedavyasa dan Sri Narayana Rishi secara kekal.

Ketika Sri Vedavyasa membawa Sri Madhvacharya menemui Avatara Bhagavan yang lain yaitu Sri Narayana Rishi, yang juga bersemayam di Uttarabadri dalam rupa seorang yogi, segera beliau dipenuhi kebahagiaan rohani. Begitu melihat wujud Sri Narayana Rishi, cintakasih yang meluap-luap mebanjiri hati beliau. Seketika itu pula beliau melihat berbagai wujud Avatara Bhagavan yang lainnya beserta semua kegiatan rohani-Nya yang beranekawarna. Srimad Anandatirtha kemudian bersujud lurus bagaikan sebatang tongkat dan menyanyikan doa pujian kepada-Nya dengan sloka ini,
paramatmane satatamekarupine
dasharupine shatasahasrarupine
avikarine sphutamanantarupine
sukhachitsamastatanave namonamah
Sembah sujud hamba kepada Roh Yang Utama, yang tunggal tiada duanya, yang memiliki sepuluh wujud, seratus wujud, seribu wujud, dan wujud-wujud yang tak terbatas, yang senantiasa memberikan kebahagiaan dan kehidupan bagi seluruh alam semesta.

Srimad Anandatirtha pertama-tama melihat Bentuk Pribadi Beliau yang asli. Kemudian tampaklah Beliau dalam Dasarupa-Nya seperti Sri Matsyadeva, Kurma, dan Varaha. Lalu Satarupa, seratus rupa Beliau yang merupakan perbanyakan dari Sri Narayana, seperti Acyuta, Kesava, Janardana, dan sebagainya yang bersemayam di berbagai bagian Vaikunthaloka. Setelah itu beliau melihat Sahasrarupa, seribu wujud yang dimuliakan dalam Vishnu-sahasranama-stotram, seperti Vishva, Yajna, Vibhu, dan sebagainya. Akhirnya beliau melihat berbagai wujud Bhagavan yang tak terbatas, Anantarupa seperti Ajita, Hari, Hamsa, Prsnigarbha, Vibhu, Satyasena, Vaikuntha, Sarvabhauma, Visvaksena, Dharmasetu, Sudhama, Yogesvara, Brhadbhani, Adi-Buddha, Dattatreya, Rsabhadeva, dan lain-lain.

Jumat, 15 Mei 2009

Wujud-wujud Yang Kekal Selamanya (1)

Apabila dikatakan bahwa Tuhan turun ke dunia, apakah itu berarti Beliau mengambil wujud yang bersifat sementara? Ada yang meyakini bahwa bentuk Avatara tidaklah Brahman yang kekal dan akan kembali menjadi Brahman setelah menyelesaikan misi-Nya. Benarkah demikian?

Lihatlah Wujud-Nya tak terbatas dan meliputi segalanya!

Hendaknya dimengerti bahwa sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna memiliki berbagai rupa atau wujud rohani. Rupa-rupa ini secara tattva tiada berbeda satu sama lain, namun mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang berbeda dan menikmati pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para hamba-Nya. Sebagaimana kita ketahui dari Sri Brahma-samhita,

advaitam acyutam anadim ananta-rupam
adyam purana-purusam nava-yauvanam ca
vedesu durlabham adurlabham atma-bhaktau
govindam adi-purusam tam aham bhajami
Hamba memuja Sri Govinda, Pribadi Tuhan yang awal, yang tidak dapat dicapai sepenuhnya oleh Veda, namun dapat dicapai oleh pengabdian cintakasih yang murni dari para jiva, yang adalah tunggal tiada duanya, yang tiada termusnahkan, yang tak memiliki permulaan, yang wujud-Nya tak terbatas, yang adalah pribadi terpurba yang paling awal, namun wujud-Nya senantiasa penuh kesegaran keindahan usia muda. (Brahma-samhita 33).

Di sini disebutkan bahwa Bhagavan yang penuh sempurna akan segala kemuliaan, Sri Govinda, memiliki wujud yang tak terbatas (ananta). Masing-masing rupa atau wujud ini adalah kekal dan tidak pernah mengalami kelapukan (acyutam). Itu berarti bahwa tidak pernah sekalipun rupa ini tidak ada, kemudian menjadi ada, lalu kembali menjadi tidak ada. Semua wujud Beliau yang tak terbatas ini ada untuk selamanya dan tiada permulaannya (anadi). Walau Beliau memiliki berbagai wujud yang tak terbatas namun secara tattva sesungguhnya tiada perbedaan antara satu wujud yang satu dengan wujud yang lain. Semua wujud ini adalah Bhagavan yang tunggal tiada duanya (advaita).

Ketika hati turut menyanyi, tidakkah Tuhan akan ada di sana menikmati lagu cintamu?

Berbagai rupa Bhagavan ini hadir di berbagai bagian dunia rohani Sri Vaikuntha yang juga tidak terbatas, menikmati berbagai rasa pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para jiva sempurna, yaitu para hamba-Nya yang murni dan kekal pula. Berbagai rupa ini sekali lagi secara tattva tidaklah berbeda dengan Bhagavan Adipurusa Govinda atau Sri Krishna. Sehingga berbagai bentuk ini dikenal sebagai Vishnu-tattva atau sva-amsa, manifestasi yang tiada berbeda dengan Sri Bhagavan Sendiri.

Rabu, 13 Mei 2009

Pemujaan Avatara (2)

Mengapa Avatara yang dikatakan tiada berbeda dari Tuhan Sendiri bisa memiliki kekurangan? Beberapa sarjana yang tidak mengetahui siddhanta Veda yang benar membuat berbagai pernyataan. Ada yang mengatakan bahwa ketika Parabrahman turun ke dunia, Dia bersentuhan dengan maya (kekuatan khayalan duniawi). Saguna-brahma (Brahman beratribut dan bersifat) yang hadir sebagai Avatara bila Dia turun ke dunia, mendapatkan atribut dan sifat-Nya dari maya. Walaupun di dalamnya adalah Brahman, namun tubuh Avatara adalah tubuh duniawi yang dibentuk oleh maya, sehingga kekuatan ilusi duniawi juga mempengaruhi sang Avatara. Bila Parabrahman mengambil rupa, maka itu merupakan ciptaan maya. Mereka mengatakan bahwa begitu rupa ini tidak dibutuhkan lagi, dengan kata lain tugas atau misi sudah diselesaikan, maka akan kembali lagi menjadi nirguna-brahman. Dengan demikian adalah wajar jika ditemukan adanya kekurangan dalam diri Sri Rama atau Sri Krishna.

Ada pula yang mengatakan bahwa inilah bukti bahwa Tuhanpun tidak luput dari hukum alam yang menyatakan bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Bila Dia masuk ke dalam dunia, maka Dia harus mengikuti hukum alam ini seperti makhluk lainnya. Di antara kedua pernyataan ini, maupun pernyataan serupa yang diajukan oleh mereka, tak satupun diterima oleh para bhaktivedanta-acharya sebagai kebenaran. Bagaimana mungkin Parabrahman yang merupakan sumber segalanya, yang dijelaskan dalam Brahma-sutra, intisari semua Upanishad, sebagai janmadhy-asya-yatah, sumber dan asal-muasal segala keberadaan, menjadi di bawah ciptaan-Nya. Tidakkah maya merupakan kekuatan yang bersumber dari Beliau juga? Orang waras macam apa yang dapat berpikir bahwa Tuhan dapat dikhayalkan oleh maya dan dipengaruhi keduniawian? Ide bahwa Tuhan terpaksa harus mengikuti hukum alam yang diciptakan-Nya adalah pandangan yang tidak sesuai dengan sastra suci, tidak didukung oleh para sadhu, tidak diterima oleh para sad-guru dan acharya, serta tidak mendapat tempat dalam logika yang sehat.

Krishna manifestasi menjadi ribuan Wujud Vishnu yang Berlengan Empat

Dengan mengatakan bahwa rupa Pribadi Tuhan Yang Maha Esa hadir untuk sementara untuk kemudian musnah, juga tidaklah sesuai dengan kata-kata kitab suci, advaitam-acyutam-anadim-ananta-rupam. Wujud-wujud rohani-Nya adalah tiada berbeda satu dengan yang lainnya, tidak pernah tergagalkan atau terusakkan, tiada awal-Nya dan tiada akhir, tak terbatas. Jelas pula disebutkan parama-tattva visuddha-sattvam, Kebenaran Mutlak Tertinggi sepenuhnya berada dalam kebaikan murni.

Lalu bagaimana kita menjelaskan “sifat-sifat negatif” yang ditunjukkan oleh Sri Rama atau Sri Krishna? Kitab suci sangat jelas mengumandangkan bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya mutlak bebas dari segala kelemahan dan kekurangan. Walau demikian sewaktu-waktu Kripa-sakti, kekuatan belas kasih-Nya mengatur kenampakan sifat-sifat kelemahan manusiawi ini sehubungan dengan Sri Rama, Krishna, dan sebagainya. Akan tetapi kekuatan dari Kripa-sakti juga membuat kelemahan ini justru bukan menjadi sesuatu yang buruk, sebaliknya sesuatu yang nampak sebagai kekurangan ini menjadi keagungan rohani. Mereka menjadi kemuliaan-kemuliaan rohani yang mewarnai kepribadian Tuhan.

Engkau bukan tertangkap saat mencuri segentong mentega... tapi saat mencuri hatiku...

Sebagai contoh kegiatan mencuri adalah suatu kejahatan yang dikutuk oleh semua kitab suci. Lalu kita melihat bagaimana Krishna mencuri mentega dari banyak rumah dan membohongi begitu banyak orang demi mencapai tujuan-Nya. Orang biasa tidak dapat melihat keindahan dari kegiatan mencuri yang dilakukan Krishna, tetapi dengan cahaya pemahaman siddhanta Veda yang benar kita dapat mengetahuinya. Mereka yang rumahnya kecurian pada saat itu tidaklah merasa sedih atau marah. Mungkin di luar tampak demikian, namun sesungguhnya mereka merasa sangat senang dan bahagia karena Krishna mencuri di tempat mereka. Di sisi lain dengan mencuri Krishna menunjukkan betapa berharganya karya para penyembah-Nya. Beliau menunjukkan penghormatan dan penghargaan yang amat sangat besar terhadap persembahan cinta mereka. “Segala sesuatu yang kalian persiapkan bagi-Ku begitu dipenuhi cinta, begitu menggiurkan bagi-Ku, sehingga Aku tidak tahan untuk mengambilnya, entah kalian siap atau tidak.”

Sifat seperti ini hadir dalam hubungan yang erat dan intim antara Tuhan dengan hamba-Nya. Secara eksternal itu ditunjukkan oleh kekuatan Kripa-sakti-Nya, yang kemudian hadir sebagai sifat bhakta-vatsalya. “Demi kebahagiaan penyembah-Ku, Aku akan lakukan apa saja”. Maka Iccha-sakti (kekuatan mewujudkan segala kehendak-Nya) menjadikan semua ini mungkin. Tuhan adalah sarvamangala, mahasuci dan mahamenyucikan. Bahkan keburukanpun akan menjadi agung bila bersentuhan dengan-Nya. Inilah penjelasan yang dapat diterima oleh sastra, sadhu, dan guru. Tidak pula bertentangan dengan logika yang sehat, karena kita telah menempatkan Tuhan sebagai yang mahamulia, maka uraian ini tidaklah mengurangi kemuliaan Tuhan, justru sifat-sifat negatif yang diperlihatkan-Nya semakin menambah kemuliaan-Nya.

Bagi Yashoda, Tuhan adalah seorang anak yang disayanginya melebihi apapun...
Lalu mengapa Tuhan tidak bersedia turun untuk menerima cinta "Ibu-Nya"

Kripa-sakti-Nya ini yang menjadikan Tuhan bersedia turun sedemikian rendah. Sifat belas kasih agung-Nya yang mengatasi segalanya inilah yang menjadikan Tuhan begitu dekat dengan kita, yang merupakan satu-satunya penghiburan dan sumber pengharapan kita. Dengan Kripa atau Daya-Nya, Beliau menyisihkan keagungan-Nya yang tiada banding (paratva) dan menerima kedudukan serta peran sebagai Pribadi yang lebih mudah didekati. Maharishi Valmiki sangat menikmati dalam memuliakan sifat-sifat Sri Rama dalam berbagai tempat dalam Srimad Ramayana. Namun terlebih-lebih beliau begitu memuliakan sifat saulabhya (mudah didekati) dan sausilya (bebas bergaul dengan siapapun)-Nya. Dengan kemurahan hati-Nya dan belas kasih-Nya Dia telah berkenan menjadi seperti salah satu dari kita dan bergerak dengan bebas di antara kita. Dia berkenan merendahkan Diri-Nya agar kita tidak takut datang kepada-Nya.

Tuhan Pujaanku, DIA datang ke sini untuk memelukku... Aku Hanuman-Nya dan Dia adalah Ramaku

Inilah yang ditekankan Valmiki dalam Srimad Ramayananya. Dalam Ayodhya-kanda Valmiki berkata, anrisamsyam anukrosam … raghavam sobhayantyete sadgunah purusottamam, “Betapa indahnya kemuliaan Sang Pribadi Tertinggi Sri Rama (Raghava), penuh belas kasih dan memahami perasaan orang lain.” Kemahakuasaan-Nya ditutupi oleh belas kasih-Nya yang begitu besar dan tak terbatas kepada para hamba-Nya. Sekali lagi ini demi membuat Diri-Nya lebih mudah didekati dan bergerak secara bebas di tengah-tengah ciptaan-Nya.

Sri Raseshwara Antarayami


Sri Sri Radha Raseshwara adalah Rupa Rohani
dari Parambrahman Sri Bhagavan Sendiri
Pribadi Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa
Beliau dipuja di salah satu Mandir kita di Bali
Bersama dengan Sri Sri Jagannath
Balabhadra Subhadra dan Sudarsana
Juga Sri Sri Gaura Nityananda
Tuhan telah hadir dalam wujud Beliau yang paling murah hati
Sebagai Archa-avatara demi menerima persembahan cinta kasih kita
Kehadiran Beliau di sini adalah
atas undangan dari Parampujyapadapadma
Sri Srimad Bhaktisvarupa Damodara Swami
Srila Sripada Maharaja.
Sebagaimana Sri Sri Radha Raseshwara,
Sri Sri Radha Rasbiharijiu adalah ekspansi
dan manifestasi dari Beliau Sendiri
Atas inspirasi Beliau maka doa ini disusun
dari Srila Tallapaka Annamacharya Kirtana

Pallavi
Antaryami alasiti solasiti Inthata nee sharanide jocchithini
Oh Raseshwara, Engkau yang bersemayam di hati semua makhluk dan meresapi segala-galanya. Cukup sudah hamba-Mu ini terlibat dalam keduniawian. Kami sudah lelah, payah, dan kehabisan tenaga! Ijinkanlah kami memperoleh penghiburan-Mu. Kami memohon perlindungan di bawah kaki padma-Mu.

Charanam 1
Korina korkelu koyani katlu Theeravu neevavi thenchaka Bhaarapu paggalu paapa punyamulu Nerupula poneevu neevu vaddanaka = Antaryami =
Begitu dalamnya kami membiarkan diri ini terbelit berbagai kemelekatan akan hal-hal yang fana. Kami tidak akan mampu menyembuhkan penyakit ini kecuali Engkau Sendiri datang mengobatinya.


Charanam 2
Janula sangamula chakka rogamulu Vinu viduvavu neevu vidipinchaka Vinayapu dainyamu viduvani karmamu Chanadadi neevutu shaantha parachaka = Antaryami =
Kami telah terjebak dalam pasang surutnya nasib yang selalu terombang-ambing. Tidak mungkin kami melepaskan diri kecuali Engkau Sendiri yang datang untuk membebaskan kami.

Charanam 3
Madilo chinthalu mailalu manugulu Vadalavu neevavi vaddanaka Edutana Sri Raseshwara? neevadi Adana gaachithivi attittanaka = Antaryami =
Dukacita dalam hati tiada berbeda dari berton-ton beban yang menghimpit, yang tak akan hilang sebelum Engkau Sendiri mengenyahkannya. Oh Sri Raseshwara! Tidakkah Engkau berada di sini menanti kami untuk memberikan segala sukacita hanya bila kami sekedar memintanya saja?
Kini lepaskanlah kami dari semua ikatan ini dan bawalah kami ke dalam pelukan-Mu!

Diberkatilah mereka yang melayani
kaki padma Sri Sri Radha Raseshwarajiu!
Terpujilah lidah yang menyanyikan
Nama Suci Sri Sri Radharaseshwarajiu!



Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dengan menyuling samudera belas kasih,
Tercurahlah amrita intisari segala karunia.
Yang adalah Divya-rupa dari Tuhanku Srinivasa.
Wujud Rohani-Nya Mahakekal, kesadaran tertinggi,
pengetahuan sempurna, dan penuh kebahagiaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Menapakkan kaki padma-Mu di atas kepala Adisesha.
Kini tampak sebagai Bukit Suci Thirumala.
Istana emas berdiri di atasnya menjadi kediaman-Mu.
Itulah mata air yang memancarkan kemurahan hati-Mu.
Yang mengalir bagi semua makhluk yang kehausan.
Sekarat terbakar oleh teriknya matahari samsara.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Hamba datang ke hadirat-Mu O Venkataramana,
Tuhanku yang mata-Nya bagai kembang seroja,
penuh oleh madu kasih sayang-Mu.
Janganlah Engkau mengabaikanku Tuhan!
Karena aku tidak memiliki siapa-siapa lagi,
hanya Engkaulah pelindungku!
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dari puncak tujuh bukit Engkau berjalan ke Selatan.
Lalu Engkau memasuki kamar pengantin yang terhias indah
Engkau yang berbaring di atas tilam gulungan naga.
Dalam istana yang dikelilingi oleh tujuh benteng.
Sang Mempelai Pria nan Tampan, Sri Ramyajamathru.
Yang bercanda ria di tepian Kaveri, di atas panggung keanekawarnaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Engkaulah Tuhan Junjungan para leluhurku.
Dimuliakan sejak alam semesta dijadikan.
Menjaga segala bangsa dengan pandangan kasih-Mu.
Jatuhkanlah pandangan-Mu itu kepadaku, wahai Rangaraja!
Sebagaimana Engkau karuniakan kepada para pendahuluku.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Berkobar-kobar kesombonganku, berapi-api keangkuhanku,
menjilat-jilat lidahnya menyentuh kaki langit.
Dengan bangga aku mengenakan nama ini.
Kupamerkan warisan para leluhurku. Menyebut diriku sebagai pelayan-Mu.
Menghitungkan diriku sebagai salah satu hamba terkasih-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Walau Engkau kini telah hadir sebagai Sri Gauranga.
Dengan kedermawanan yang belum pernah Engkau perlihatkan sebelumnya.
Dengan belas kasih yang belum pernah dirasakan di segala jaman.
Kupalingkan wajahku dari Mu. Walau Engkau tampak di mana-mana, kupejamkan mataku.
Kuabaikan pesan-pesan-Mu, kuusir jauh-jauh para utusan-Mu, tak kudengar amanat-Mu.
Kututupi telingaku, dari diperdengarkannya berita kesukacitaan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Namun betapa kini aku menyadari, diriku berada dalam lembah penderitaan,
kesedihan yang paling dalam, dengan melupakan Diri-Mu dan hidup dalam kesendirian.
Inilah akibat kedegilan hatiku, oleh dosa-dosa yang tak terhitung,
kuberati bumi dengan beban Himalaya, dalam setiap injakan kakiku.
Orang seperti diriku adalah musibah bagi dunia.
Siapakah lagi yang akan menerimaku?
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Ha Gauranga! Kini aku memalingkan diri pada satu-satunya penghiburan,
yaitu kewelas asihan-Mu dan kasih sayang-Mu yang tak terbatas.
Pengharapan bahwa suatu ketika aku akan kembali mendapat kesempatan
untuk melayani dan mencintai-Mu, dengan perantaraan para rekan kekal-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Mereka yang mencintai-Mu dengan segenap hati dan jiwa.
Para Acarya, Guru, dan Orang Suci sepanjang masa.
Para pembimbing rohani, para pelindung dan junjunganku selamanya.
Yang mengasihi dengan tulus, yang hatinya terluka berdarah,
melihat derita jiwa-jiwa yang memalingkan diri dari-Mu.
Aku memanjatkan doa ini kepada-Mu.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Dari kesendirianku, aku memanjatkan madah kerinduanku pada Kaki-Mu.
Dari kehinaanku, aku melagukan madah kemuliaan-Mu.
Dari ketakberdayaanku, aku menyanyikan madah pujian bagi kemurahan hati-Mu.
Dengarlah, dengarlah Penguasa Hatiku, janganlah Engkau tutupi telinga-Mu,
janganlah Engkau palingkan wajah-Mu, atau menyembunyikannya di balik kegelapan awan-awan,
atau justru di balik gemerlap cahaya keagungan-Mu yang menyilaukan.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Kuharapkan pandangan belaskasih-Mu. Satu-satunya yang dapat menguatkanku,
walaupun aku adalah jiwa lemah, yang ada dalam kejatuhannya.
Dengarkanlah permohonan jiwa yang tanpa daya ini.
Berkatilah karya pelayanannya yang tak berharga.
Berkenanlah menjadi puas, hanya dengan persembahannya yang sederhana.
Agar aku sungguh terhitung di antara pelayan dari pelayan dari pelayan-Mu,
yang mengasihi-Mu dengan segenap hati dan jiwanya.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Walau aku adalah setangkai rumput remeh di tepi jalan,
yang hanya layak untuk dinjak-injak.
Namun hatiku bergantung pada mereka yang dikasihi-Mu.
Merekalah gunung karang pelindungku, andalan yang tak terkalahkan.
Janganlah melihat kepadaku, tapi pandanglah keinginan tuan-tuanku ini.
Perhatikanlah setitik ketulusanku dalam melayani mereka,
walau keinginan pribadiku melebihinya berkali-kali lipat.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.


Engkau adalah Tuhanku tercinta Jagannath.
Yang kedua tangan-Nya selalu terjulur ke depan,
Terbentang demi memeluk jiva malang yang merindukan-Mu.
Untuk mendekapnya erat-erat dekat Hati-Mu.
Bersama Subhadra dan Balabhadra yang penuh belas kasih.
Apa yang tidak Engkau anugerahkan bagi yang memohon pada-Mu?
Engkau bahkan memberikan Diri-Mu Sendiri kepada mereka.
Tidakkah Engkau berkenan menjatuhkan pandangan-Mu sekali saja pada diriku.

Inilah Tuhan Penguasa hatiku, Sri Jagannath.
Meneteskan airmata kerinduan oleh perpisahan dengan Kekasih-Nya.
Tetapi aku berdoa pada-Mu yang bersemayam di Puncak Bukit Biru.
Karena aku yakin suatu ketika Engkau akan menghapus
Airmata kerinduan yang membanjiri pipiku.
Hati yang remuk redam akan pulih kembali.
Saat diri ini dipersatukan bersama-Mu.
Dalam pelayanan cintakasih pada kaki padma-Mu.
Takkan pernah berpisah lagi selamanya.


Seorang yang menyebut dirinya pemuja dari Tuhan Venkateshwara.
Yang membanggakan kelahirannya dalam silsilah keluarga
Para hamba pelayan Sri Rangaraja yang bersemayam di tepi Kaveri.
Yang mengatakan dirinya berada di tengah para penerima karunia Sri Gauranga.
Matahari Keemasan yang menerangi jalan Goudiya yang mahasempurna.
Sekalipun memanjatkan doa ini tanpa ketulusan.
Batinnya ternoda, terikat dunia, penuh cacat cela.
Tapi berharap bahwa Tuhan Pujaan hatinya Sri Jagannath.
Yang belas kasih dan kuasa-Nya tiada berbatas.
Akan mengabulkannya dan menjadikannya kenyataan.

Selasa, 12 Mei 2009

Pemujaan Avatara (1)

Kita sering mendengar orang-orang lain bertanya, "Mengapa orang Hindu juga memuja manusia-manusia dalam kisah mitologi? Sekalipun mereka tampak sangat hebat namun masih memiliki kekurangan". Ini pastilah pertanyaan tentang konsep Avatara dan pemujaan-Nya dalam Hindu.

Para bhaktivedanta-bhagavata-acharya menjelaskan bahwa Para-brahman adalah Pribadi Tuhan Yang Maha Esa Sri Bhagavan. Rupa Beliau yang kekal merupakan pujaan dan tujuan tertinggi yang dinyatakan dalam Veda-Vedanta. Bagi para bhakta-Nya, Para-brahman adalah Sri Sri Radha Krishna atau Divya-dampathi Sri Sri Laksmi Narayana atau Sri Sri Sita Rama.

Sri Sri Sita Rama Laksmana Bharata Satrughna dan Hanuman

Walau demikian ketika kita mempelajari Purana dan Itihasa yang menguraikan kegiatan rohani (lila) Tuhan ketika turun ke dunia atau dikenal sebagai Avatara, terkadang kita melihat adanya kekurangan, kelemahan, dan sifat negatif yang dimiliki oleh makhluk fana. Jadi keraguan dalam pertanyaan ini dapat dipahami. Seperti dalam Diri Sri Rama yang diuraikan dalam Srimad Ramayana, kita melihat bahwa Sri Rama meratap sedih ketika ditinggalkan oleh Sita. Beliau juga marah ketika penguasa samudera tidak kunjung menampakkan diri saat Sri Rama memanggilnya. Kebohongan dan penipuan juga mewarnai kisah Sri Krishna. Sehingga timbullah pertanyaan, bila ini sungguh Parabrahman yang hadir di dunia, mengapa ada berbagai kekurangan ini? Ada kalanya pula Tuhan hadir dalam kedudukan yang lebih rendah dari seseorang. Seperti misalnya Vamanadeva menjadi saudara muda dari Indra, Sang Raja Surga yang digulingkan dari tahtanya oleh Maharaja Bali Cakravarthi. Vamana bertindak sebagai bawahan Indra dan membantunya kembali ke surga dengan melakukan suatu muslihat untuk menaklukkan Bali Cakravarthi. Di kemudian hari setelah Bali terusir dan jatuh ke daerah Patala, sebagai balasan atas kerelaannya menyerahkan seluruh dunia kepada Indra, Vamana kemudian menjadi penjaga pintu istana Bali. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Mahatinggi bertindak sebagai seorang dewa yang tak penting di bawah kekuasaan Indra, kemudian setelah melakukan kewajiban-Nya terhadap Indra, Beliau pergi ke alam bawah untuk menjadi pelayan dari seorang raja yang jatuh?

Sri Krishna mencuri mentega

Apakah semua cerita Purana ini adalah hanya mitologi, perumpamaan, atau justru hanya dongeng semata? Mungkinkah Sri Rama, Sri Krishna, Sri Vamanadeva, dsb. adalah benar-benar Pribadi Tuhan Yang Maha Esa, Sang Kebenaran Mutlak Tertinggi, Parabrahman? Mengapa orang Hindu memuja pribadi-pribadi yang memiliki kekurangan seperti ini sebagai Tuhan? Kalau pun benar semua adalah Avatara Tuhan, apakah layak kita memuja para Avatara seperti ini? Demikianlah yang mungkin selama ini menjadi pertanyaan bahkan di benak orang-orang Hindu sekalipun. Apalagi kita sudah menjelaskan bahwa sebagai Pribadi Tertinggi, Parabrahman adalah heya-pratyanikatva, bebas dari segala sifat-sifat dan kekurangan makhluk fana.

Senin, 11 Mei 2009

Dia Tuhan Yang Nyata!

Sri Udupi Krishna

Sri Vadiraja Tirtha menyanyikan pujian ini kepada Archa Tuhan Sri Krishna yang dipuja di Pura Suci Udupi. Beliau mengatakan bahwa Tuhan oleh belas kasih-Nya telah menampakkan Diri bagi hamba kesayangan-Nya Sri Madhvacharya, hadir dalam wujud Archa dan memilih Udupi sebagai tempat tinggal-Nya. Dengan demikian Beliau membuat Diri-Nya tak terpisahkan dari mereka yang mencintai-Nya di bumi ini dan Beliau menerima mereka semua di hadirat-Nya yang tersuci di Udupi sebagai milik yang paling disayangi-Nya. Dapatkah kita menolak memuja Rupa Archa Beliau yang sedemikian murah hati ini?

Palayachyutha palayajitha palaya kamalalaya,
Leelaya drutha bhoodharamburuhodhra swajanodhara
Berbelas kasihlah padaku Oh Yang Tak Pernah Gagal, Achyuta!
Berbelas kasihlah padaku Oh Yang Tak Terkalahkan, Ajitha!
Berbelas kasihlah padaku Oh Tempat Bersemayamnya Laksmi, Kamalalaya!
Yang dengan mudah mengangkat sebuah gunung dengan jari kelingking-Nya,
Yang selalu menepati sabda-Nya Sendiri,
Yang membuat semua insan menjadi milik kesayangan-Nya!

Madhwa manasa padma bhanu samam smara prathimam (sam) smara,
Snighdha nirmala seethe kanthila sanmukham karunonmukham,
Hrudhya kambhu samana kandharamakshayam durithakshayam,
Snigdha samsthutha roupya peeta kruthalayam harimalayam
Pusatkanlah hatimu sampai saat akhir pun tiba, Kepada Tuhan kita Sri Hari. Yang adalah mentari bercahaya, memekarkan pikiran Sri Madhvacharya yang bagaikan kembang seroja. Yang Mahatampan, dengan wajah bercahaya bagai rembulan, lembut tanpa noda.
Yang adalah pengejawantahan segala belas kasih, dengan leher-Nya secantik kulit lokan putih yang suci. Yang tidak pernah mengalami kelapukan, senantiasa dalam kesegaran usia belia. Yang memusnahkan segala derita dan telah memilih Udupi sebagai rumah kediaman-Nya.

Sri Ranganatha Sri Rangam

Ini adalah doa orang suci agung Sri Thyagaraja yang saat itu tiba di Sri Rangam untuk menerima darshana Tuhan yang dipuja dengan nama Sri Ranganatha atau Sri Rangasayi. Tetapi saat itu tengah berlangsung perayaan arak-arakan Archa Beliau yang diikuti oleh ratusan ribu orang. Sri Thyagaraja kesulitan memasuki Pura Agung itu dan tak seorangpun memperhatikannya. Beliau lalu menyanyikan doa ini. Seketika itu Tuhan menjawab dengan menghentikan arak-arakan. Archa Tuhan yang berada di atas kereta tidak bisa digerakkan sampai Sri Thyagaraja mendapat kesempatan mendekati-Nya. Kemudian dengan penuh kemuliaan Sri Thyagaraja dibawa ke dalam Ruang Mahasuci dan melaksanakan pemujaan secara pribadi seorang diri di sana. Siapa yang mengatakan bahwa Rupa Archa Tuhan ini bisu, tuli, dan buta? Bagi pencinta Tuhan Sejati seperti Sri Thyagaraja, Tuhan sungguh-sungguh hadir dan menjawab doanya. 

Sri Thyagaraja

O rangashayi pilacite O yanucu ra rada saranga varudu juci kailasadhipudu galeda bhuloka vaikuntham idiyani nilona nive yuppongi shri loludai yunte ma cintadire dennado melorva leni janulalo ne migula nogili divya rupamunu mutyala sarula yuramunu gana vacciti tyagaraja hrd-bhusana

O Rangasayi! Mengapa Engkau tak menjawab panggilan kerinduanku??
Tidakkah Engkau yang seketika itu memberikan kuasa kepada Siva untuk menjadi Yang Dipertuan Kailasha? Bila Engkau, yang telah menjadikan Sri Rangam di bumi ini sebagai kediaman rohani-Mu Sri Vaikuntham, kini tengah lupa diri dalam kebersamaan-Mu dengan Sri Laksmi, kapankah dukacitaku bisa berakhir? Hamba-Mu telah menderita sedemikian rupa, hidup di tengah orang-orang dengki yang tak dapat melihat orang lain bersukacita. Kini hamba datang mencari penghiburan-Mu, dari darshana Rupa-Mu yang dihiasi kalungan mutiara di dada. O Rangasayi, permata hati Thyagaraja! Dengarlah seruanku dan datanglah!


Sri Rangasayi dalam Ruang Mahasuci Sri Rangam


Bila hati kita membatu, bukan berarti hati orang lain juga membatu. 
Bila kita buta, bukan berarti orang lain juga tak bisa melihat. 
Bila kita tak mampu menginsafi 
kehadiran Tuhan yang ajaib dalam Archa-Nya, 
bukan berarti  orang lain juga 
hanya melihat sebongkah batu!

Minggu, 10 Mei 2009

Ananta Kalyana-guna-nidhi

Sifat-sifat Pribadi Parabrahman adalah ananta, tidak terbatas. Namun para Acharya menggolongkan sebagian sifat kemuliaan Beliau sebagai yang menunjukkan kemahakuasaan-Nya (aisvaryatva) atau kemahaluhuran-Nya (paratva) dan kasih sayang (vatsalyatva) atau rasa manis-Nya (madhuryatva).

Sifat-sifat Tuhan yang diagungkan dalam Upanishad seperti satyatva (kebenaran kekal), jnanatva (penuh pengetahuan dan sadar sempurna), dan anandatva (penuh kebahagiaan) seperti yang kita dapatkan dalam Taittiriya, maupun sifat-sifat lain yang diuraikan dalam berbagai Upanishad, kemudian mengkristal menjadi enam kemuliaan dalam Pancaratra-sastra yang dikenal pula sebagai Bhagavat-sastra. Enam kemuliaan ini disebut Sad-guna-kalyana. Sifat-sifat itu pertama adalah jnanam (Pengetahuan), istilah ini menyatakan kemahatahuan atau pengetahuan sempurna mengenai segala sesuatu di dunia rohani maupun alam semesta duniawi, baik pada masa lalu, kini, dan akan datang. Kedua adalah aisvaryam (Kuasa), ini menunjukkan kesempurnaan Pribadi Tertinggi yang dengannya Beliau menjadi kausa absolut dan utama, sehingga dengan demikian Beliau menguasai seluruh manifestasi semesta. Kegiatan dari Pribadi Tertinggi didasarkan atas kemerdekaan absolut (svatantriya) dan keputusan sendiri yang tak pernah gagal (satya sankalpa). Ketiga adalah sakti (Energi). Tuhan merupakan kausa instrumental/ kausa efisien dan juga sekaligus kausa ingredensia/kausa material dari segala manifestasi kosmis. Sebagai contoh seperti seorang perajin gerabah yang membuat kendi tanah liat. Si perajin adalah orang yang berkeinginan membuat kendi tanah liat dan dia juga yang akan mengerjakan pembuatannya. Dia adalah merupakan kausa instrumental (nimitta). Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kendi itu seperti tanah liat, air, dan alat-alat lainnya merupakan kausa ingredensia (upadana). Keduanya merupakan kausa atau penyebab terbentuknya sebuah kendi. Melalui berbagai sakti/ energi dan berbagai perubahannya (parinama) ini, Tuhan menjadi asal-muasal segalanya. Jadi dalam Vaishnava-siddhanta Tuhan tetap merupakan pembentuk maupun bahan dari segala ciptaan, melalui sakti yang bersumber dari Diri-Nya. Keempat adalah bala (Kekuatan) Ini menunjukkan kemahakuasaan Tuhan yang memiliki kekuatan untuk memproyeksikan, memelihara, dan menguraikan/meleburkan seluruh semesta kemudian memproyeksikannya kembali tanpa pernah mengalami kelelahan. Kelima adalah virya (Kuasa penciptaan). Ini mengindikasikan bahwa sekalipun Tuhan adalah kausa dari alam semesta, namun Beliau Sendiri tidaklah pernah berubah dan tidak terpengaruh oleh aktivitas proyeksi, sustentasi, dan transformasi kosmis. 

Vaishnava-siddhanta tidak sependapat dengan teori impersonalis-monistik yang menyatakan bahwa Tuhanlah yang berubah menjadi alam dan makhluk hidup. Kesalahtahuan kita atau khayalan kita (vivarta) membuat kita tidak menyadari kesatuan segalanya dengan Tuhan. Paham ini disebut vaivarta-vada. Namun dalam Vaishnava-siddhanta dinyatakan bahwa Tuhan tetap sebagai Tuhan, hanyalah energi-Nya (sakti) yang mengalami perubahan. Paham ini disebut tad-tac-cakti parinama-vada

Keenam adalah tejas (Keunggulan) Ini berarti bahwa Tuhan adalah penuh sempurna dalam Diri-Nya Sendiri dan tidak membutuhkan sesuatu apapun dari yang lain untuk menjaga eksistensi-Nya. Tetapi segala-galanya mempertahankan eksistensinya hanya dengan bersandar pada Tuhan. Beliau tidak memiliki saingan. Dengan demikian Parabrahman, Sri Bhagavan, disebut sebagai sadgunayapurnam atau Dia yang dihiasi enam kemuliaan secara sempurna. Inilah sifat-sifat dari Tuhan yang menekankan keagungan-Nya yang tiada bandingannya atau sifat paratva-Nya.

Sisi lain Tuhan adalah madhuryatva, Penuh Rasa Manis, yang menjadikan Tuhan memiliki berbagai sifat yang memungkinkan-Nya menjadi sausilyam (dapat berhubungan akrab dengan siapa saja) dan saulabhyam (mudah didekati, tidak berusaha menjauhkan Diri-Nya). Salah satu sifat paling utama dari Sri Bhagavan adalah Anugraha atau dikenal pula sebagai Daya, Anukampa, Kripa dan Karuna, yang dapat diartikan sebagai belas kasih. Dalam kitab Madhurya-kadambini, yang diuraikan oleh Srila Visvanatha Cakravarthipada, seorang Acharya yang agung dalam garis Gaudiya-vaishnava, dinyatakan bahwa Kripa-sakti (kekuatan belas kasih) mewujudkan dirinya dalam mata padma Tuhan dengan berbagai keindahannya. Melalui pandangan-Nya, Tuhan menjulurkan kripa-sakti ini kepada para prapanna, mereka yang menyerahkan diri kepada-Nya. Bagi para dasya-bhakta (mereka yang memuja Tuhan dalam rasa penghambaan) dia adalah kemurahan hati-Nya. Bagi para vatsalya-bhakta (mereka yang memuja Tuhan dalam kasih orangtua) dia adalah kecintaan atau ikatan kasih dalam keluarga. Bagi para sakhya-bhakta (mereka yang memuja-Nya dalam cinta persahabatan) dia adalah hangatnya keakraban. Sedangkan bagi para madhurya-bhakta (yang memuja Tuhan sebagai Kekasih) dia adalah kekuatan daya tarik yang meluluhkan hati. 

Dengan cara ini Kripa-sakti hadir dalam berbagai rupa sesuai dengan berbagai perasaan cintakasih para pemuja-Nya yang berbeda-beda. Kripa-sakti Tuhan ini memicu iccha-sakti (kekuatan kehendak bebas Tuhan) yang dapat mewujudkan segala-galanya tanpa batas, untuk menjamah roh-roh berdosa dan mewujudkan dalam diri mereka keberagaman perasaan tertarik (raga) terhadap Tuhan.

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking