Pertama-tama kita harus memahami bahwa Hindu merupakan jalan rohani yang mendasarkan dirinya pada otoritas Veda. Jadi semua pemeluk Hindu harus menerima Veda sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran tertinggi atau pramana. Semua umat Hindu harus dengan segala daya upaya mencapai tataran spiritual yang sudah diberikan oleh Veda. Dengan kata lain mereka menerima teologinya, sistem etika, dan nilai-nilai moralnya. Mereka juga harus mengikat-kan diri secara spiritual dengan para pelindung Vedadharma, seperti para guru, siddha, rishi, dan deva Hindu. Dalam batasan tertentu adat istiadat dan nilai-nilai budaya asli, apalagi yang sejalan dengan ajaran Veda, memperoleh tempatnya dalam Hindu. Yang terpenting adalah mereka bersedia mengikatkan diri, menetapkan komitmen rohani menerima ajaran Veda, dan menerima konsep-konsep Veda dalam menjelaskan tradisi relijius yang mereka terapkan.
Kita harus membedakan umat Hindu dengan orang yang merasa mendapatkan manfaat dari ajaran Hindu. Saat ini pemikiran Vedanta, yoga, dan banyak aspek-aspek ajaran Hindu lainnya telah dipelajari dan dipraktekkan oleh mereka yang tidak secara resmi menyatakan diri Hindu. Semua orang memang bisa memperoleh berbagai manfaat dari ajaran Veda, dan Hindu tidak melarang siapapun untuk mendapatkannya. Akan tetapi tidak begitu saja menjadikannya seorang Hindu, pengikut Veda, atau Sanatana Dharmi. Orang-orang seperti Schopenhauer, Emerson, Muller, dan sebagainya, sekalipun telah mempelajari teks-teks Veda, bahkan mungkin sudah menerima atau meyakini sebagian darinya tidak bisa dikatakan umat Hindu. Sepanjang hidupnya mereka belum pernah menetapkan komitmen untuk menerima Veda sebagai sumber kebenaran atau pramana tertinggi.
Beberapa agama yang ada di dunia sekarang telah mengembangkan konsep ketuhanan yang sama sekali berbeda dengan Veda. Mereka juga menetapkan tujuan akhir yang berbeda. Para umat agama-agama ini tentu tidak bisa disebut Hindu, dan umat mereka yang mempelajari Hindu atau mendapatkan manfaat dari ajaran Hindu, selama tidak memutuskan ikatannya dengan agama-agama ini tentu juga tidak bisa disebut umat Hindu.
Sampai saat ini kita sudah menyimpulkan bahwa Hindu adalah Vaishnava, Saiva, Sakta, dan Smarta beserta semua cabang yang berafiliasi ke dalamnya dan berbagai ordonya. Tradisi rohani yang memiliki konsep spiritualisme sama dengan salah satu dari keempatnya, memiliki teologi yang sama, sekalipun telah mengambil bentuk lahiriah yang berbeda, dan kembali bersedia menerima Veda sebagai pramana, dapat disebut Hindu.
Sebagai contoh di Borneo, Indonesia ada yang disebut tradisi rohani Kaharingan. Mereka menyebut Tuhan dengan nama non-Sanskrit yang tidak dikenal dalam Veda. Tetapi konsep ketuhanan mereka sesuai dengan Veda. Mereka juga menerapkan prinsip-prinsip relijius dan nilai-nilai yang sama dengan Veda. Di Maharastra, Tuhan disebut dengan nama lokal Vittobha dan shakti-Nya disebut Rakhuma. Kedua nama ini tidak ditemukan dalam Veda. Nama Tuhan Jagant Kitung dalam kepercayaan suku di Orissa juga tidak ditemukan dalam Veda. Tetapi mereka menyatakan konsep ketuhanan yang sama dengan Veda. Mereka bisa diterima sebagai sebagai bagian dari Hindu. Apabila mereka lebih lanjut secara resmi menetapkan komitmennya untuk menerima Vedadharma, maka sudah dipastikan mereka adalah Hindu.
Umat Hindu dari berbagai bangsa dan budaya: Para Srivaishnava dari India Selatan
Seorang ibu-ibu Goudiyavaishnava dari Manipur
Umat Hindu di Bali
Selasa, 21 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar