Kamis, 30 April 2009

Konsep Ketuhanan Hindu (2)

ADVAITA DAN DVAITA
Masyarakat dunia saat ini khususnya umat Hindu memiliki ketertarikan dan semangat yang semakin besar dalam mempelajari pemikiran-pemikiran rohani yang terkandung dalam Veda. Sekarang mungkin hampir semua umat Hindu sudah pernah mendengar istilah-istilah filsafat Veda-Vedanta seperti Advaita, Dvaita, Visista-advaita, dan sebagainya. Selama ini dalam banyak tulisan tokoh cendikiawan Hindu berbahasa Indonesia, baik berupa karya orisinal maupun terjemahan, terdapat pemahaman yang bias terhadap konsep Advaita dan Dvaita dalam Veda. Terutama tidak ada orang yang menjelaskan Dvaita-vedanta dari penganutnya sendiri.
Dvaita hampir selalu dijelaskan berdasarkan sudut pandang seorang penganut Advaita atau sudut pandang seorang peneliti agama Hindu yang bukan praktisi (sadhaka) seperti para indolog Barat. Kevala Advaitavada yang diajarkan Sankara sangat dipengaruhi oleh pemahaman mengenai Sunyavada-Nirviseshavada (filsafat yang menekankan kekosongan dan tanpa sifat dari Kebenaran Mutlak), mirip seperti konsep Tathata Buddhisme. Sesungguhnya Sankara mendasarkan pemikirannya pada jalan pemahaman gurunya, Sri Gaudapada. Karika-karika atas Agamasastra dari Gaudapada sangat dipengaruhi oleh pemikiran Madhyamika Nagarjuna dan Yogachara dari Asangha–Asvaghosa yang merupakan denominasi filsafat Buddhisme Mahayana. Gaudapada tidak melakukan rujukan apapun pada Badarayana Sutra dari Maharishi Vedavyasa. Tugas untuk menyesuaikan pandangan Gaudapada dengan Vedanta-Badarayana Sutra serta Upanishad dilaksanakan oleh Sankara. Inilah yang menghasilkan pemahaman Advaita sekarang, yang terutama dianut oleh banyak cendikiawan Hindu modern, termasuk Dr. Radhakrishnan. Terjemahan Upanishad-upanishad utama oleh Radhakrishnan bersifat Advaitik dan disusun berdasarkan pemahaman akan keunggulan Advaitavada atas semua sistem filsafat lainnya, ditambah sudut pandang kebarat-baratannya yang bias.
Sebenarnya turut hidup dalam keluarga besar Hindu ini adalah keinsafan akan Tuhan yang berpribadi dengan pemahaman Vedanta yang bersifat Dualistik (Dvaita). Vedanta yang bersifat dualistik menekankan pada perbedaan dan keunggulan Brahman di atas semua kenyataan (tattva) lainnya. Walau demikian, sedikit yang mengetahui bahwa Advaitavada dan Dvaitavada sesungguhnya adalah dua jalan keinsafan rohani yang berbeda, dengan awal dan tujuan yang berbeda pula.
Keduanya saat ini memang memperoleh tempat dan otoritasi di dalam dunia Hindu, yang sejajar dan saling menghormati. Tetapi tetap saja pengertian yang dipahami atas tiga topik Vedanta, yaitu Tuhan (isvara), roh (cit), dan alam (acit) berbeda, sehingga tujuan serta sarana yang digunakan untuk mencapainya juga berbeda. Tujuan tertinggi yang disebut moksa dipahami secara berbeda oleh Advaitavadi dengan Dvaitavadi. Keadaan moksa yang diinginkan oleh kedua pihak ini tidak sama.
Para penganut pemahaman Dvaitavedanta pada umumnya adalah perguruan-perguruan Vaishnava dan Bhagavata. Sayangnya kita tidak banyak mengetahui hal tersebut karena kurangnya pengetahuan mengenai Dvaita di Indonesia. Hal ini tentu saja diakibatkan cukup sulitnya mendapatkan sumber-sumber pustaka Dvaita dalam bahasa yang dapat diakses oleh kebanyakan orang Indonesia. Sampai paling tidak tahun 1960-an mungkin tidak ada sastra dan komentar dari perguruan Bhagavata atau Vaishnava yang tersedia secara luas dalam bahasa non Sanskrit dan Prakrit India.
Jadi selama ini Dvaita atau Bheda-vada selalu dijelaskan berdasarkan pemahaman Advaitavada, sehingga terkesan bahwa selalu dihadirkan pemikiran Dvaita merupakan tangga untuk memasuki pemahaman Advaita. Jadi pendakian kesempurnaan keinsafan diri dimulai dari Dvaita, yang diartikan sebagai dualitas atau pluralitas. Menurut mereka Dvaita merupakan keterpisahan antara jivatma dengan paramatma atau Brahman. Kemudian kesempurnaan tertinggi yang disebut moksa didefinisikan sebagai bersatunya atman dengan Brahman. Atman (roh individual) menunggal dengan Brahman. Atman tidak bisa lagi dibedakan dengan Brahman, kembali menyatu dengan sumbernya. Beberapa justru membuatnya lebih tegas lagi yaitu atman telah kembali lagi menjadi Brahman. Pemahaman Advaita adalah pemahaman akan kondisi ini, yaitu menyadari bahwa atman dengan Brahman adalah satu, sehingga Advaita menjadi identik dengan moksa. Advaita dimengertikan sebagai “memahami pengetahuan mengenai itulah yang sesungguhnya terjadi dalam keadaan moksa”. Dengan demikian akan tampak bahwa Advaita mengandung keinsafan rohani yang lebih tinggi daripada Dvaita. Pengertian seperti ini mungkin benar bagi penganut Advaitavada, tetapi tidak bagi Dvaitavada.
Sekali lagi, apabila sebagian besar cendikiawan Hindu berpikir seperti itu, maka hal ini bukanlah sesuatu yang tidak wajar, karena mereka hampir semua berlatar belakang Advaitavadi atau paling tidak menerima pendidikan sedari awal didasarkan pada keyakinan Advaita. Saat ini, apabila Anda secara acak saja mempelajari sebuah buku yang populer mengenai filsafat Hindu, maka kemungkinan besar Anda tengah mempelajari pemikiran Advaitavada. Penjelasan mengenai Advaita sangat mudah diperoleh dalam buku-buku Hindu yang kebanyakan beredar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Plurk

Click untuk perbaiki dunia

Stop Smoking